Bab 63

1404 Words
Semakin lama, semakin pula jarak antara desa dan Harmoni semakin dekat ke arah pantai. Semilir angin laut yang bersamaan datang dengan suara ombak yang menyapa tepian pasir berwarna putih tersebut, membuat Harmoni mencondongkan tubuhnya ke arah Dewa dengan wajah yang sudah berada tepat di ceruk leher pria bermata biru tersebut. "Indah sekali," gumam Harmoni yang tak sadar sudah menempelkan wajahnya pada pipi Dewa dan pria itu tersenyum tanpa ada keluhan atau penolakan apapun. "Apa kau suka?" tanya Dewa pada Harmoni sembari terus melangkahkan kakinya yang sudah tak terdapat sepatu di sana, melainkan bertelanjang kaki, berpijak langsung pada pasir putih pantai tersebut. "Suka sekali, jarang-jarang aku bisa ke tempat setenang dan seindah ini, biasanya hanya tumpukan berkas yang aku temui setiap harinya," jelas Harmoni masih terus dengan posisi yang sama seperti tadi. "Kasihan sekali dirimu! aku saja yang termasuk dalam golongan work holic, masih bisa menyempatkan diri hanya untuk sekedar berlibur," tutur Dewa. "Benarkah?" tanya Harmoni menatap ke arah Dewa dan pria itu tanpa sengaja menoleh ke arah Harmoni. Akhirnya tatapan keduanya tak dapat terelakkan lagi, Dewa spontan menghentikan gerakan kakinya yang sebelumnya melangkah dengan gerakan tanpa ragu, tapi saat ini, pada kaki Dewa seperti terdapat ribuan batu besar yang sengaja dililitkan oleh seseorang, terasa berat untuk hanya sekedar menggerakkan otot kakinya saja. "Apa kau tak percaya?" tanya balik Dewa fokus menatap kedua manik mata Harmoni, kemudian turun pada hidung dan berakhir di bibir gadis bermarga Sudarmanto tersebut. Masih tak ada jawaban dari mulut gadis itu karena Harmoni saat ini tengah fokus masuk ke dalam gelombang lautan lensa mata berwarna safir milik Dewa. "Kenapa diam? apa kau masih tak percaya pada ucapanku?" tanya Dewa kembali dengan hembusan napas hangat pria itu yang kini mulai mengenai ujung hidung Harmoni. "Aku percaya," sahut Harmoni yang langsung memalingkan wajahnya ke arah pantai. Dewa tersenyum manis karena ia tahu, jika Harmoni sedari tadi tengah asyik memandangi wajah dan matanya. "Masih malu-malu ternyata," pikir Dewa yang kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju arah pantai dengan ombak yang masih terbilang sedang jadi, para pengunjung aman, jika ingin bermain di pantai tersebut karena ukuran ombak dalam kategori normal. Jason yang sedari tadi menatap keintiman keduanya dari jarak jauh, mulai mengepalkan tangannya. Sorot mata Jason terarah pada dua sejoli yang nampak begitu ceria menikmati indahnya alam yang disediakan oleh sang pencipta bagi para umatnya. "Seharusnya aku yang mendapat peluang untuk berduaan denganmu, Momo! bukan pria yang tak jelas itu," gerutu Jason yang mulai merasa muak dengan kemesraan yang dipertontonkan oleh Dewa dan Harmoni. "Tunggu saja sampai aku tahu, siapa kau sebenarnya, karena tak mungkin orang yang terlihat penuh dengan intelektual seperti dirimu hanya menjabat sebagai asisten dadakan macam itu, aku tahu dan paham, jika kau juga sepertinya tertarik pada Momoku dan kau nampak ingin bersaing denganku rupanya," gumam Jason kembali menyorot Dewa dan Harmoni yang sudah sampai di tepi pantai. Dewa perlahan menurunkan Harmoni tepat di pantai yang masih basah karena terkena ombak air laut sebelumnya. "Dingin," gumam Harmoni membuat Dewa melihat ke arah telapak kaki gadis tersebut. "Ombaknya masih belum menyentuh kakimu," ingatkan Dewa pada CEO HCK Corp. tersebut. "Tapi bekas ombak air laut ini memang masih dingin di kakiku," kukuh Harmoni yang langsung terkejut karena masih ada terjangan yang lebih tinggi lagi, yaitu hantaman ombak yang langsung mengenai kakinya. "Astaga! sungguh dingin dan menyenangkan," ujar gadis itu dengan raut wajah sangat menggemaskan bagi Dewa sampai pria itu tak tahan untuk mencubit kedua pipi Harmoni. "Aduh!" Harmoni langsung menatap Dewa dengan tajam. "Kenapa mencubit pipiku? apa kau minta aku hajar?" ancam Harmoni pada Dewa dan pria itu malah semakin menggodanya. Bukan hanya cubitan di pipi saja, kali ini beralih ke ujung hidung dan .... "Awwwww! sakit!" Lagi-lagi Harmoni berteriak mengaduh kesakitan karena ulah Dewa yang semakin menjadi. "Kau punya dendam padaku, ya? apa kau sungguh ingin aku hajar, hah!" Kali ini Harmoni sudah sampai pada batas kesabarannya terhadap Dewa dan pria itu malah merentangkan kedua tangannya, seakan ia pasrah dengan apa saja yang akan dilakukan oleh Harmoni padanya. "Aku menunggumu, gadis cerewet!" Karena ledekan Dewa yang membuat hidung Harmoni mengeluarkan asap dari kedua lubangnya, akhirnya gadis itu tanpa banyak bicara segera melempar sepatu hak tingginya ke sembarang arah dan berlari ke arah Dewa untuk menghajar pria itu sampai tak berdaya. "Rasakan ini!" teriak Harmoni berlari sekencang mungkin ke arah Dewa dengan tangan yang sudah mengepal siap menghantam apa saja yang ada di hadapan saat ini. Bukannya menghindari Harmoni, pria itu justru melakukan kebalikannya, diam tersenyum dengan tangan yang masih direntangkan. Buukkkk Suara hantaman kepalan tangan Harmoni langsung mengenai tubuh Dewa, tapi suara hantaman itu bukan hanya bagian dari serangan Harmoni pada Dewa, melainkan suara jatuhnya tubuh keduanya tepat di atas pasir putih pantai tersebut karena pada saat Harmoni memukulnya, ia langsung membelitkan kedua tangan kekarnya ke tubuh gadis itu dengan kuat, hingga tubuh Harmoni limbung beralaskan tubuh Dewa yang kini tepat berada di bawahnya. Bersamanya dengan itu, ombak cukup besar datang dan mengenai tubuh mereka berdua hingga tubuh keduanya basah kuyup diterjang ombak air laut. Harmoni langsung memeluk tubuh Dewa dengan wajah yang sudah bersembunyi di ceruk leher pria bersuhu dingin tersebut. "Apa mau baik-baik saja?" tanya Dewa cukup cemas dengan keadaan Harmoni karena tubuh gadis itu saat ini dalam keadaan basah kuyup. "Aku baik-baik saja," sahut Harmoni yang masih menyembunyikan wajahnya tanpa ingin memperlihatkannya pada Dewa. Saat keduanya sedang asyik dalam dekapan masing-masing, suara bariton seorang pria terdengar. "Waktu bermain-main sudah selesai, Momo! cepat keringkan tubuhmu, sebelum kau masuk angin," pinta pria tersebut yang tak lain adalah Jason dengan sebuah handuk tebal di tangannya. Harmoni yang mendengar, jika ada orang lain di sekitarnya, gadis itu segera berdiri dan menatap ke arah Jason, sementara Dewa masih setia dengan posisi terlentangnya. "Pakai handuk ini!" Jason langsung memakaikan handuk yang cukup tebal tersebut pada tubuh Harmoni, agar cintanya tak kedinginan, persetan dengan Dewa, itu bukan urusan Jason, jika pria tersebut sakit atau bahkan hanyut di pantai, jika perlu, bawa saja dia sebagai anak buah penunggu pantai tersebut, hal itu yang ada dalam benak Jason saat ini. Harmoni langsung berjalan ke arah kamar mandi umum pantai tersebut karena yang ada dalam pikiran Harmoni saat ini, bagaimana cara ia mendapatkankan baju untuk mengganti bajunya yang sudah basah kuyup karena ulah Dewa. "Bagaimana aku harus berganti baju? aku saja tak ada persiapan membawa perlengkapan apapun," panik Harmoni yang sudah berada di kamar mandi umum. Bukannya Harmoni tak sanggup masuk ke dalam kamar mandi kalangan elit namun, ia tak ingin lebih lama lagi para pria lain memandang bentuk tubuhnya yang sangat jelas karena pakai basah yang masih menempel pada tubuhnya. Tok tok tok Suara ketukan pintu pada pintu kamar mandi umum itu terdengar. "Siapa? jangan-jangan orang jahat," pikir Harmoni yang sudah negatif thinking karena pengaruh kepanikan yang terjadi pada dirinya saat ini. Tok tok tok Lagi-lagi suara ketukan pada pintu kamar mandi umum tempat Harmoni berada kembali terdengar. "Mau apa orang ini? jangan bilang, jika dia benar-benar orang tak benar," gumam Harmoni merasa semaksimal panik. Harmoni tak ada niatan untuk membuka pintu itu karena ia tahu, jika modus orang-orang saat ini sangat banyak macamnya. Karena tak ada sahutan dari dalam kamar mandi, akhirnya si pengetuk pintu itu menggunakan suaranya, mungkin Harmoni kenal padanya. "Cepat buka pintunya!" teriak pria yang membuatnya terjebak dalam keadaan seperti ini. "Dasar pria alien, sudah tahu aku sendirian, tapi masih saja mau menakutiku," kesal Harmoni pada Dewa. "Cepat buka pintunya, apa kau ingin kedinginan di dalam sana? apa kau pikir aku tak bisa masuk ke dalam?" tanya Dewa, agar Harmoni mau membuka pintunya. Wajah Harmoni sudah kusut minta ampun karena Dewa lagi-lagi memaksa dirinya untuk menuruti semua keinginanya. "Sungguh pria aneh dan gila!" Harmoni langsung membuka pintu kamar mandinya. "Gunakan pakaian ini, semua sudah aku belikan di sekitar sini, agar kau bisa keluar menikmati indahnya alam," jelas Dewa pada Harmoni. "Itu kewajibanmu karena ulahmu aku jadi seperti ini," tekan Harmoni pada Dewa, agar pria itu mau bertanggung jawab atas kesalahannya. "Bukankah kau juga menikmatinya, Nona?" tanya balik Dewa pada Harmoni yang mampu membuat Harmoni salah tingkah. "Sudah jangan banyak bicara! aku tak ingin mendengarkan celotehanmu itu dan silahkan pergi karena aku akan mandi, sampai jumpa sebentar lagi," usir Harmoni pada Dewa dan pria itu hanya menganggukkan kepalanya langsung menghilang dari hadapan Harmoni. "Jika saja ada orang lain yang melihat hal itu, pasti mereka akan mengira, jika aku ini manusia gila yang hanya berbicara sendiri," racau Harmoni langsung menutup pintu kamar mandi umum tersebut karena ia tahu, Dewa pasti sudah mendarat di tempat lain saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD