Kejahilan Dewa

1801 Words
Jam menunjukkan tepat pukul 1 siang, sementara dua makhluk beda jenis itu, masih setia berbaring di atas ranjang dengan suhu dingin milik Dewa. Perlahan kelopak mata Dewa terbuka sedikit demi sedikit dan pria itu menatap langit-langit kamarnya. Lengannya terasa aneh, seperti ada sesuatu yang melilit bagian lengan tersebut. Pria itu perlahan mengarahkan kedua lensa mata berwarna safirnya ke arah lengannya tersebut dan ternyata lengan itu di lilit oleh kedua tangan Harmoni yang masih senantiasa berada di sana. Dewa mengalihkan pandangannya ke arah wajah Harmoni, dimana wajah gadis itu masih terlihat sangat pulas tertidur dan napas Harmoni juga terdengar masih sangat teratur menandakan, jika gadis tersebut masih sangat terlelap dalam tidurnya. "Apa kau tak lelah tidur dalam posisi seperti ini, tanpa berganti posisi sama sekali?" tanya Dewa pada gadis tersebut dan pastinya Harmoni tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Dewa karena gadis itu saat ini masih berada di dalam alam mimpinya. Dewa masih membiarkan lengannya dililit oleh kedua tangan Harmoni namun, karena sudah merasa pegal, akhirnya pria itu secara perlahan menarik lengannya, agar ia bisa terbebas dari jeratan gadis tersebut. Saat kurang sedikit tangan itu akan terbebas dari lilitan tangan Harmoni, gadis itu tiba-tiba membuka matanya menatap ke arah Dewa dengan tatapan yang tak dapat dijabarkan lagi. "Mau kemana?" tanya Harmoni pada Dewa dengan nada manja khas orang baru bangun tidur. Dewa tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Harmoni, pria itu masih tertegun dengan gaya bicara gadis itu yang tidak seperti biasanya. Harmoni masih menantikan jawaban dari mulut Dewa namun, gadis itu tak kunjung mendapatkan apa yang ia inginkan. Harmoni sedikit memajukan bibirnya sembari menatap ke arah bahu Dewa. "Aku hanya bertanya padamu? kenapa kau tak mau menjawabnya?" tanya Harmoni dengan jari telunjuknya yang bermain tepat di atas rongga jantung Dewa. Dewa masih diam tidak memberikan respon apapun karena pria itu saat ini dalam keadaan mode loading. Hal yang berada di dalam benak Dewa saat ini adalah, kenapa gadis yang berada dihadapannya ini bisa bersikap manja seperti sekarang, padahal Harmoni yang ia kenal tidak semanja ini. "Apa mungkin dia masih di bawah pengaruh ramuan itu?" tanya Dewa dalam diamnya. Jari telunjuk Harmoni masih senantiasa bermain di daerah bahu Dewa. Gadis itu mengukir bahu tersebut dengan bentuk abstrak yang membuat si pemilik tubuh merasa sedikit geli. "Apa yang kau lakukan?" tanya Dewa pada Harmoni. "Aku sedang menggambar," sahut gadis itu masih tetap melakukan kegiatannya. "Apa dia pikir tubuhku ini kanvas untuk melukis? aneh-aneh saja gadis satu ini," pikir Dewa dalam diamnya. "Tapi tubuhku ini, bukan media untuk menggambar," jelas Dewa pada Harmoni. Gadis itu menatap ke arah Dewa dengan tatapan yang mengisyaratkan akan sebuah kekesalan. "Aku hanya iseng saja, jangan marah begitu," sergah Harmoni langsung berbalik badan memunggungi Dewa. Raut wajah Dewa kali ini benar-benar terkejut melihat tingkah Harmoni yang begitu manja padanya. Dewa akhirnya menghela napas dan ia sudah bisa dapat memastikan, jika gadis tersebut masih dalam pengaruh ramuan yang dibuat oleh Joni. Dewa perlahan menyentuh lengan Harmoni. Pria itu berusaha untuk membuat gadis tersebut berbalik menghadap ke arahnya. "Berbaliklah!" pinta Dewa dengan suara lembutnya. "Tidak mau!" "Aku mohon," pinta Dewa lagi. "Tidak mau!" Dewa memejamkan matanya, kesabarannya seperti sudah mulai meluap. Ada sebuah lintasan dalam benaknya dan pemikiran tersebut seperti sedang membujuk seorang kekasih yang tengah merajuk padanya dan entah mengapa, tiba-tiba hal tersebut melintas dalam otaknya. "Kenapa aku merasa seperti pria yang penuh akan kesalahan," pikir Dewa dalam diamnya. Akhirnya Dewa kembali mencoba membujuk Harmoni, agar gadis itu mau menghadap ke arahnya. "Berbaliklah! aku mohon," bujuk Dewa pada Harmoni. "Tidak mau!" "Please!" "Sekali tidak, tetap tidak!" Nampaknya kali ini tingkat kesabaran Dewa sudah mencapai batasnya. Pria bermata safir tersebut akhirnya bangun dan langsung menarik lengan Harmoni secara paksa dan dengan gerakan sigap, Dewa menahan kedua tangan Harmoni tepat di atas kepala gadis itu dengan posisi Dewa tepat berada di atas Harmoni. "Masih tidak mau menurut?" tanya Dewa pada Harmoni. "Mau apa kau? sana pergi!" usir Harmoni pada Dewa. "Kau masih dalam pengaruh ramuan itu jadi, kau harus dinormalkan kembali," tutur Dewa pada Harmoni. Pria itu perlahan mendekatkan keningnya pada kening Harmoni namun, gadis itu terus berontak. Harmoni tak ingin berdekatan dengan Dewa karena ia sudah terlanjur kesal pada pria tersebut. "Apa yang ingin kau lakukan!" teriak Harmoni pada Dewa. Tak ada respon dari pria tersebut, Dewa masih fokus untuk menyatukan kening mereka. Saat kedua kening mereka sudah menyatu, akhirnya Harmoni bisa lebih tenang karena Dewa sedikit menyalurkan kekuatannya pada gadis tersebut, agar pikiran Harmoni menjadi lebih rileks lagi. "Lupakan semua hal buruk yang kau alami, baik dulu, ataupun kemarin," sugesti Dewa pada Harmoni yang nampak semakin tenang. Karena Harmoni sudah lebih rileks, akhirnya Dewa mengerahkan kekuatannya untuk membersihkan sisa ramuan dalam tubuh gadis itu. Sebenarnya, Dewa bukan tak mampu melakukan hal tersebut tadi malam namun, jika menurut Dewa masih ada cara manual bisa dilakukan, ia akan melakukan dengan cara orang-orang di bumi. Karena Harmoni saat ini tak kunjung pulih 100 persen, masih tersisa sedikit ramuan cinta itu dalam tubuhnya, akhirnya Dewa harus turun tangan sendiri, agar gadis itu cepat kembali seperti sediakala. Beberapa menit dalam posisi tumpang tindih, akhirnya Dewa sedikit menjauhkan keningnya dari kening Harmoni. "Bagaimana? sudah sadar?" tanya Dewa memastikan pada gadis itu. Kedua mata Harmoni menatap tajam ke arah Dewa. "Kenapa kau berada di atasku? jangan bilang kau ingin ...." Dewa segera membungkam mulut Harmoni menggunakan telapak tangannya. "Kau seharusnya berterimakasih padaku, kau sudah dalam keadaan sadar sepenuhnya, tapi sepertinya aku salah sudah membantumu kembali pulih," omel Dewa masih dengan posisi yang sama. Kedua mata mereka saling beradu satu sama lain. "Jika saja aku tak datang, sudah pasti kau akan habis oleh pria bernama Joni itu," tegas Dewa langsung menegakkan posisinya duduk tepat di samping Harmoni yang masih dalam keadaan berbaring. Harmoni segera menyusul Dewa dan gadis itu saat ini sudah dalam posisi duduk. "Jadi kau yang menolongku?" tanya Harmoni sembari merapikan rambutnya yang terasa cukup acak-acakan. "Tentu saja aku, siapa lagi," ketus Dewa membelakangi Harmoni. Gadis itu kemudian teringat, jika ia saat ini tidak berada di rumahnya, melainkan berada di dalam kamar Dewa. Secepat kilat Harmoni, akhirnya meraba setiap inci bagian tubuhnya yang terbalut oleh blouse dan rok span panjang. Gadis itu menghela napas lega karena pakaian yang melekat pada tubuhnya masih utuh, tidak ada bekas robekan atau lecet sedikitpun. Dewa yang mendengarkan helaan napas Harmoni akhirnya pria itu spontan berbalik menatap ke arah gadis tersebut dan saat mata Dewa melihat pemandangan itu, raut wajah Harmoni saat ini masih dalam keadaan bernapas lega. "Kenapa raut wajahmu seperti itu?" tutur Dewa mengagetkan Harmoni. "Tidak apa-apa," sahut Harmoni ketus karena ia begitu terkejut dengan sapaan Dewa padanya. Dewa tersenyum simpul pada Harmoni karena ia sudah dapat menafsirkan, apa yang saat ini bergelut dalam pikiran gadis tersebut. "Kau jangan terlalu besar kepala, aku tak mungkin melakukan hal-hal yang tidak benar padamu, apalagi kau bukan tipeku. Gadis cerewet yang suka mengomel dan selalu saja marah-marah tak jelas," cicit Dewa membuat gadis itu sedikit naik darah. "Apa kau bilang? aku ini gadis yang cerewet, suka marah-marah dan aku juga bukan tipemu? hah, apa kau yakin dengan apa yang kau katakan?" tanya Harmoni seakan menyindir Dewa. "Yakinlah! 100 persen malah," sahut pria itu menjawab pertanyaan Harmoni. CEO cantik tersebut dibuat semakin naik darah oleh perkataan Dewa. "Jika kau memang tak tertarik sedikitpun padaku, aku jadi curiga, jika kau sedikit berbelok," sindir Harmoni sengaja membuat pria itu kesal. Dan benar saja, ucapan gadis tersebut membuat Dewa seketika menoleh ke arah Harmoni dengan tatapan sangat tajam. "Apa kau meragukan kejantananku?" tanya Dewa pada gadis itu dan Harmoni hanya mengangkat kedua bahunya acuh. Dewa kali ini tak bisa tinggal diam, ia harus membuktikan pada gadis yang berada dihadapannya saat ini, jika dirinya benar-benar tulen seorang pria jantan, bukan pria yang berbelok. "Aku akan membuktikannya padamu, Nona!" tutur Dewa pada Harmoni dan gadis itu menatap ke arah pria tersebut dengan tatapan penuh rasa kebingungan. Tiba-tiba tubuh Dewa sudah mendekat ke arah Harmoni dengan gerakan sangat cepat dan gadis itu tak bisa melihat dengan mata biasa. "Apa yang ingin ...." Belum juga Harmoni menyelesaikan kalimatnya, gadis itu sudah dibawa oleh Dewa melayang di atas udara. Karena merasa terkejut, spontan kedua tangan Harmoni melingkar di leher Dewa dan kedua tangan Dewa memeluk erat pinggang gadis tersebut tanpa rasa sungkan sedikitpun karena ia ingin menunjukkan, jika dirinya benar-benar pria sejati. "Apa yang ...." "Aku akan membuktikan padamu, jika aku benar-benar 100 persen pria sejati, bukan abal-abal," sambung Dewa langsung mendaratkan bibirnya pada bibir Harmoni. Gadis itu sangat tertegun dengan apa yang dilakukan oleh Dewa saat ini. Rasa dingin seketika menempel pada bibirnya dan gadis itu seperti patung yang tak bisa bergerak karena rasa syok yang menderanya. Dewa memejamkan matanya, sementara kedua bola mata Harmoni masih senantiasa terbuka sangat lebar karena perasaan gadis itu saat ini bercampur aduk. Sekitar beberapa detik kedua bibir itu menempel, akhirnya Dewa perlahan melepaskan bibirnya tersebut dan menatap kedua manik mata Harmoni secara intens. "Apa masih ingin yang lebih dari ini?" tanya Dewa pada Harmoni dengan jarak wajah mereka begitu dekat, sampai deru napas masing-masing terasa satu sama lain. "Apa yang kau ...." Harmoni tak sanggup melanjutkan ucapannya karena lagi-lagi bayangan Dewa mengecup singkat bibirnya terlintas begitu saja dalam benaknya, membuat kedua pipi gadis itu sedikit memerah. Tanpa aba-aba, Harmoni memukul bahu kekar Dewa yang seenaknya menciumnya tanpa permisi terlebih dulu. "Kau telah mengambil ciuman pertamaku, Tuan Menyebalkan!" kesal Harmoni pada pria itu. "Semua itu karena ulahmu! kau yang tak percaya, jika aku ini benar-benar pria jantan," serang balik Dewa yang tak terima, jika dirinya disalahkan oleh Harmoni. "Tapi itu ciuman pertamaku dan kau sudah mengambilnya dengan cara paksa! dasar pria menyebalkan," umpat Harmoni masih terus menatap ke arah Dewa dengan tatapan teramat sangat kesal. Bukannya marah, Dewa malah semakin menggoda gadis itu dengan mendaratkan kecupan pada kening Harmoni dan seketika kedua mata Harmoni membola bukan main. "Bonus untukmu, Nona!" goda Dewa tersenyum nakal pada gadis tersebut. Secara perlahan, Dewa menurunkan Harmoni tepat di atas sofa yang berukuran cukup panjang. Setelah Dewa memastikan, jika Harmoni mendarat dengan aman, akhirnya pria itu melambaikan tangannya sembari berkata, "Selamat menikmati harimu, Nona!" Pria itu langsung berbalik namun, sebelum Dewa benar-benar pergi dari tempat tersebut, ia kembali menatap ke arah Harmoni sembari mengedipkan sebelah matanya menggoda Harmoni kembali. "Pria jantan turun ke bawah dulu," pamit Dewa pada Harmoni dan gadis itu tak bisa berkata-kata lagi. Harmoni kali ini benar-benar syok dengan apa yang dilakukan oleh Dewa. "Ini mimpi, 'kan?" tanya Harmoni memastikan pada dirinya sendiri. Harmoni akhirnya mencubit lengannya sendiri untuk memastikan, jika itu bukan mimpi dan rasa sakit seketika mendera bagian kulit yang ia cubit. "Awwww! sakit sekali," serunya sembari mengusap lembut tangan yang sudah ia cubit. Perlahan tapi pasti, akhirnya Harmoni sedikit demi sedikit meluruhkan tubuhnya dan pada akhirnya tubuh itu berbaring di sofa milik Dewa. Mata gadis itu terpejam dengan raut wajah penuh rasa ketidak percayaan dengan apa yang sudah terjadi antara dirinya dan Dewa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD