Setelah semua pemanasan dilakukan oleh Dewa dan Harmoni, akhirnya mereka berdua menuju ke tahap latihan yang sesungguhnya.
"Pasang kuda-kuda yang benar?" pinta Dewa pada gadis dengan rambut yang dikuncir kuda tersebut.
Harmoni melakukan apa yang diperintah oleh Dewa dengan gerakan yang benar karena gadis itu sebelumnya sudah berlatih pada pelatih yang cukup profesional di bidangnya dan hal tersebut tak membutuhkan Harmoni kaku saat ini kala Dewa meminta dirinya untuk melakukan gerakan kuda-kuda yang tepat.
"Cukup!" teriak Dewa membuat Harmoni kebingungan.
"Cukup? apa kau yakin? bukankah masih banyak tahap lainnya yang harus aku lakukan, agar semua gerakan yang aku lancarkan pada musuhku bisa mengenai sasaran dengan benar dan langsung terasa pada setiap pukulannya," oceh Harmoni pada Dewa.
"Kau sudah memiliki semuanya, aku hanya ingin melihat, apakah saat kau berlatih benar-benar memahami tiap gerakan yang diajarkan oleh pelatihmu atau tidak," jabar Dewa pada gadisnya.
Senyum kecil mencuat pada bibir gadis itu. Dengan gerakan bagai petarung profesional, Harmoni mengulurkan tangannya sembari menggerakkan semua jarinya agar Dewa maju dan melawannya.
"Apa kau yakin, Sayang?" tanya Dewa yang masih belum bisa melawan Harmoni.
"Lakukan! bukankah kau yang memiliki ide seperti ini?" tanya Harmoni pada Dewa yang pada dasarnya, memang pria itu yang mengajak Harmoni untuk melakukan latihan bela diri bersamanya beberapa hari ke depan ini sampai saat acara seminar di salah satu kampus milik Dewa terlaksana.
"Baiklah! aku akan melakukannya dengan senang hati," pasrah Dewa langsung menyerang Harmoni.
Pria itu mengarahkan tangannya pada bagian lengan gadis itu namun, Harmoni tipe orang yang cepat membaca pergerakan lawan, akhirnya apa yang diincar oleh Dewa tak dapat terpenuhi.
"Masih kurang cepat, Pacar!" ledek Harmoni mengerlingkan sebelah matanya pada Dewa sebelum gadis itu berhasil memukul bagian perut Dewa yang begitu keras bagi Harmoni.
"Wow! setidaknya aku sudah memang darimu karena aku sudah memukul bagian perutmu yang begitu keras seperti beton," racau Harmoni dengan tangan dan kaki sudah bersiap melakukan p*********n namun, Harmoni masih melihat situasi sekitar, takutnya pria bermata biru itu tiba-tiba menyerang dirinya.
"Kau cukup gesit ternyata," puji Dewa langsung dengan gerakan cepat menahan kedua tangan Harmoni tepat di belakang tubuh gadis itu.
"Kau curang!" kesal Harmoni yang tak bisa melihat pergerakan Dewa dengan jelas karena pria yang bukan berasal dari bumi tersebut menggunakan kekuatannya untuk bergerak secepat kilat.
"Hanya ada kita berdua dan hal itu wajar-wajar saja," tutur Dewa yang menghalalkan caranya.
Harmoni yang tak mau kalah saing, gadis itu sengaja menempel tubuhnya pada tubuh Dewa.
"Jika seperti itu, semua cara yang aku lakukan juga tak apa, bukan?" tanya Harmoni langsung membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Dewa karena fokus pria itu tengah dikacaukan oleh ucapan Harmoni.
Harmoni masih belum lepas dari jeratan Dewa hanya berubah posisi saja, kini tangan Harmoni masih tetap berada di belakang tubuhnya namun, jaraknya dan Dewa lagi-lagi terkikis habis.
"Konsentrasi dan serang," bisik Harmoni tepat di depan wajah Dewa dan hidung keduanya hampir menyatu namun, kaki Harmoni lebih dulu menyatukan tubuhnya dengan betis Dewa.
Sekali tendang, Dewa meringis kesakitan karena Harmoni sepertinya cukup kuat saat melancarkan aksinya itu.
Harmoni segera melarikan diri dengan berada di jarak yang cukup aman dari jangkauan Dewa dan gadis itu tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang terbuka lebar untuknya, agar ia bisa terlepas dari jeratan Dewa.
"Bagaimana? masih mau melanjutkannya lagi?" tawar Harmoni pada kekasih sandiwaranya itu.
Dewa menatap ke arah Harmoni dengan tatapan tajam dan serius.
"Kali ini aku tak akan sungkan padamu, Sayang!"
Secepat kilat, Dewa langsung mengangkat tubuh Harmoni melayang di udara.
Awalnya gadis itu terkejut dengan pergerakan Dewa namun, saat sudah berada di atas, bukannya rasa sakit yang ia rasakan, melainkan rasa kagum yang mulai merasuki diri gadis tersebut terhadap Dewa.
Di bawah tempat ia latihan bela diri, ternyata saat ini sudah berganti dengan padang rumput yang sangat indah dengan berbagai jenis bunga dan beberapa hewan kecil lainnya seperti kepik emas dan kepik merah yang begitu lucu.
"Apa ini ulahmu?" tanya Harmoni masih mengalungkan kedua tangannya pada punggung Dewa.
"Siapa lagi yang bisa melakukan hal ini?" tanya balik Dewa pada Harmoni.
Tatapan mata Harmoni tertuju pada Dewa dan pria itu juga membalas tatapan mata gadis yang saat ini berada di hadapannya.
"Terima kasih!"
Kening Dewa mengkerut sempurna kala ia mendengar kata terima kasih dari Harmoni.
"Untuk apa? aku tak pernah merasa membantu siapapun?" elak Dewa yang memang tak melakukannya sesuatu hal yang masuk dalam kategori membantu seseorang yang membutuhkan.
"Karena sudah membuat hariku lebih indah selama dua hari ini," ujar Harmoni pada Dewa.
Dewa tersenyum manis pada Harmoni. "Apa kau suka?" tanya Dewa.
"Sangat suka karena alam bebas memang bagian terindah dari bumi," cicit Harmoni memeluk tubuh Dewa dan tubuh keduanya masih melayang di udara, jika ada orang lain di ruangan itu, sudah dapat dipastikan, orang tersebut akan pingsan karena melihat dua sosok muda-mudi yang melayang seperti di ikat oleh benang dan hal tersebut hanya ada dalam sebuah film.
Dewa membalas pelukan Harmoni dengan tubuh keduanya yang perlahan mulai turun, menapaki lantai yang berada di ruangan itu.
Sementara Harmoni masih menjamin matanya, menikmati setiap momen bersama dengan Dewa.
"Beruntung sekali kelak perempuan yang akan menjadi istrinya," gumam Harmoni dalam hati.
Saat hatinya berbicara seperti itu, ada bagian dari perasaannya yang tercubit, meskipun tak begitu parah rasa sakitnya.
Di istana Amoora, Darren dan Dorotta mulai sibuk mempersiapkan kartu undangan untuk para gadis yang akan ikut dalam pemilihan calon permaisuri kerajaan Amoora generasi selanjutnya.
"Apa semua persiapan sudah beres?" tanya Dorotta pada sang suami yang duduk tepat di sampingnya, sementara para pelayan lain mulai membungkus undangan tersebut dengan rapi.
"Sudah, hanya tinggal Dewa saja belum kita hubungi," jelas Darren pada sang istri.
"Kita harus segera memberitahu anak itu, agar tak terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan karena ini bukan hanya sekedar acara biasa saja, ini acara sakral yang akan dikenang oleh para tamu yang datang, khususnya para orangtua calon mempelai wanita," celoteh Dorotta.
"Kau tenang saja! Dewa itu anak yang penurut dan aku tahu, Dewa akan melakukan semuanya dengan baik, bahkan sangat baik," yakin Darren pada putranya semata wayangnya.
"Jangan mengentengkan sesuatu, kau harus segera memberitahu Dewa, jika acaranya akan berlangsung 5 hari dari sekarang," jelas Dorotta kembali mengingatkan sang suami.
"Iya, Ratu Dorotta yang cantik, baik, dan manis seperti gula," goda Darren pada sang istri.
"Jangan selalu membual, kau sudah tua, jangan sampai Dewa tahu, jika kau pria tua yang suka membual di hadapan istrinya," ledek Dorotta pada sang suami.
"Jangan seperti itu, bukankah perkataanmu begitu frontal pada suamimu yang masih terlihat tampan ini?" goda Darren pada Dorotta.
Dorotta hanya bisa menutup mulutnya sendiri karena sikap suaminya yang terlewat percaya diri.
Ratu dari kerajaan Amoora tersebut saat ini tengah dalam proses menahan tawanya.
"Jangan mengada-ada, Raja Darren! ingat! semuanya sudah termakan usia, termasuk dirimu," sindir Dorotta langsung beranjak dari tempat itu menuju ruangannya.