Tawaran Mencukur Bibir

1340 Words
Harmoni tak sengaja melihat ke arah jam tangannya, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore dan dirinya sudah berjam-jam lamanya berada di planet itu. Gadis itu akhirnya berdiri lebih dulu. "Aku harus segera kembali," tutur Harmoni pada pria tersebut. "Kenapa buru-buru? apa kau tak ingin lebih lama berada di sini?" tanya Dewa pada gadis itu dengan posisi wajah menengadah menatap ke arah Harmoni karena posisi pria itu saat ini masih duduk di hamparan salju abadi tersebut. "Mona pasti mencariku," jelas Harmoni singkat tanpa ingin berbelit-belit. "Siapa dia?" tanya Dewa masih ingin tahu lebih jauh lagi. "Dia asisten pribadiku dan stop bertanya lebih jauh lagi, time is money dan gara-gara kau, pekerjaanku semakin menumpuk," kicau Harmoni yang langsung teringat dengan tumpukan berkas di meja kerjanya. Dewa akhirnya berdiri sembari hendak meraih telapak tangan gadis itu namun, si empunya tangan nampak menolak. "Mau apa kau?" tanya Harmoni siap siaga. "Kau ingin pulang atau tidak?" tanya Dewa pada gadis itu. Harmoni hanya menganggukkan kepalanya mengiyakan ucapan Dewa. "Berikan tanganmu dan kita akan segera sampai di kantormu," jelas Dewa pada Harmoni. "Tapi ...." Belum juga CEO cantik tersebut menyelesaikan ucapannya, Dewa sudah menggenggam tangan Harmoni erat sembari memejamkan matanya dan secepat kilat, keduanya sudah berada di dalam kantor CEO HCK Corp. Kedua bola mata Harmoni tak henti-hentinya melihat ke arah sekeliling ruangannya karena ia masih belum yakin, jika dirinya sudah berada di kantornya saat ini. Gadis itu menggosok kedua matanya dan berkali-kali mengerjapkan kedua kelopak matanya mencari dan memastikan kebenaran yang ada tepat di depan matanya. "Ini di kantor, 'kan?" tanya Harmoni pada Dewa yang masih berada tepat di sampingnya. Posisi gadis itu saat ini tepat berada di balik pintu masuk ruangannya. "Ini di kantormu," celetuk Dewa membuat gadis itu teringat akan sopirnya. "Kenapa kau langsung membawaku kemari?" tanya Harmoni berkacak pinggang. "Kau sendiri yang ingin kembali ke kantor jadi, aku langsung membawamu kemari," jelas Dewa membuat gadis itu akhirnya tepok jidat. "Aku datang ke cafemu itu bersama dengan sopirku dan lagi, aku belum bayar, nanti aku di sangka gadis tidak benar dan langsung masuk daftar pencarian orang," tutur Harmoni masih memijat pelipisnya yang sedikit berdenyut nyeri. "Salah sendiri tidak bilang," celetuk Dewa membuat gadis itu menoleh ke arahnya dengan tatapan tajam. "Apa kau bilang? aku tak bilang? bukankah aku tadi ingin memberitahumu, tapi kau sendiri yang menyela pembicaraanku, 'kan?" serang balik Harmoni pada pria itu. Dewa hanya mendengarkan semua ocehan Harmoni dan pria itu mengangkat kedua tangannya untuk menutupi kedua telinganya, agar ocehan Harmoni yang bagai petasan tersebut dapat sedikit terhalangi. "Kenapa kau menutup telingamu? jangan pura-pura tak mendengar, di sini kau yang salah," tuduh Harmoni lagi, memojokkan Dewa. Pria itu akhirnya mengeluarkan benda pipih dalam saku celananya dan menekan tombol panggil pada manager cafe yang tadi ia tempati untuk makan siang. Dewa menunjukkan pada Harmoni siapa yang ia hubungi saat ini. "Meja nomor tiga tidak usah bayar untuk pesanan tadi karena dia adalah rekan kerjaku," tutur Dewa yang langsung memutus panggilannya lebih dulu. "Puas?" tanya Dewa pada Harmoni. "Belum puas! bagaimana dengan nasib sopirku," cicit Harmoni membuat kesabaran pria itu benar-benar akan runtuh. "Kau bisa hubungi asistenmu, 'kan? untuk apa kau membayar seorang asisten, jika dia tak bisa mengatasi semuanya," omel Dewa membuat gadis itu menjulurkan lidahnya ke arah Dewa. "Dasar pria pemarah!" Harmoni langsung menuju ke arah meja kerjanya untuk menghubungi Mona, sang asisten pribadi. Gadis itu meraih telepon kantor dan menekan tombol pada telepon kantor tersebut. "Apa ini, Anda?" tanya Mona dari seberang telepon kantor tersebut karena menurut sepengetahuannya, Harmoni masih belum tiba di kantor. "Ya, ini aku! tolong kau hubungi sopirku, agar segera pulang karena aku sudah berada di ruanganku," jelas Harmoni. "Anda pulang dengan siapa?" "Aku ...." Arah tatapan Harmoni tertuju pada Dewa dan pria itu juga menatap ke arah Harmoni sembari berjalan ke arah gadis itu karena kedua manik mata Dewa nampak tertarik dengan tumpukan berkas yang menjulang tinggi di meja Harmoni. "Aku pulang dengan tukang kebun cafe itu," tutur Harmoni pada Mona dan seketika ucapan Harmoni berhasil memancing tatapan tajam mata Dewa. Bukannya takut, gadis itu malah menatap Dewa sengit. "Baiklah, akan saya urus semuanya," paham Mona menutup panggilan lebih dulu. Setelah Harmoni selesai dengan urusannya, Dewa menyandarkan bokongnya pada bagian meja kerja Harmoni dengan posisi kedua tangan ia masukkan ke dalam saku celananya. "Tukang kebun? siapa yang kau maksud tukang kebun?" tanya Dewa masih penuh dengan nada kesabaran yang sangat tinggi. "Siapa lagi, jika bukan kau," sahut Harmoni tanpa berbelit-belit. Dewa tersenyum sumbang sembari berkata, "Mau aku cukur bibir manismu sampai rontok?" Sontak gadis itu merasa sangat kaget kala Dewa berkata demikian. "Jangan terlalu banyak bergurau, lebih baik kau segera pergi dari sini karena aku akan mengerjakan tugasku yang sudah menggunung," usir Harmoni pada Dewa. Pria itu melirik ke arah tumpukan berkas yang memang terlihat menjulang tinggi. "Mau aku bantu?" tanya Dewa pada Harmoni. "Tidak perlu dan terima kasih banyak," tolak Harmoni mentah-mentah. Dewa hanya menaikkan kedua bahunya acuh namun, pria itu tak ada niatan untuk keluar dai ruangan Harmoni karena dirinya memang sudah tak ada pekerjaan lagi setelah makan siang tadi. Dewa sempat berpikir, daripada harus pulang ke rumahnya berkutat dengan laptopnya, lebih baik, ia menunggu Harmoni menyelesaikan tugasnya karena pria itu bisa memprediksi, jika Harmoni pasti tak bisa menyelesaikan semua tumpukan berkas yang saat ini berada di atas mejanya. Dewa berjalan ke arah sofa tamu dan pria itu duduk di sana dengan kedua tangan dan kaki ia lipat sembari menyandarkan bahunya di sandaran sofa tersebut. "Kenapa kau masih di sini? sana pulang!" lagi-lagi Harmoni mengusir pria tampan bermata safir tersebut. "Aku hanya ingin tidur, aku sangat mengantuk sekali," bohong Dewa yang tak ingin Harmoni terus-menerus mengusirnya. Gadis itu tanpa mau berdebat panjang lebar, akhirnya ia membiarkan Dewa tidur di sana. Harmoni meregangkan kedua tangannya, kemudian ia mengambil alat tulisnya dan mulai melakukan tugasnya mencorat-coret berkas yang menurutnya layak bekerjasama dengan perusahannya. Setelah berkutat dengan alat tulis dan berkas-berkas yang menumpuk itu, akhirnya rasa lelah sudah melilit bagian tangannya yang begitu pegal. Padahal sudah dua jam gadis itu bergelut dengan berkas-berkas tersebut namun, masih tinggal seperempat tumpuk lagi yang belum tersentuh jemari lentiknya. Harmoni masih mencoba melanjutkan pekerjaannya namun, nampaknya keletihan sudah tak dapat ia hindari lagi. Gadis itu membuka tiap lembar berkas tersebut dengan mata yang tiba-tiba terpejam dan kedua sikunya juga perlahan terjatuh dari mejanya. Karena merasa sudah tak fokus, akhirnya Harmoni memutuskan untuk sejenak saja tidur di meja kerjanya. Sekali meletakkan kepalanya pada kedua tangannya yang menjadi alas baginya, membuat kesadaran gadis itu sudah melayang entah kemana. Harmoni akhirnya tidur dengan sangat pulas dan saat yang bersamaan, Dewa membuka kelopak matanya sembari melirik ke arah meja Harmoni dan gadis itu sudah tertidur karena kelelahan. "Dasar gadis ceroboh! sudah tahu pekerjaan itu tak mungkin selesai hari ini, tapi masih saja mencoba lembur," gumam Dewa yang langsung berdiri menegakkan posisinya. Pria itu berjalan ke arah meja kerja Harmoni untuk melihat tumpukan berkas yang masih belum selesai. Ternyata berkas-berkas itu masih cukup banyak yang belum Harmoni selesaikan dan Dewa menggunakan kekuatannya untuk membantu Harmoni menyelesaikan semuanya. Tak butuh waktu lama, dengan kekuatan ajaib pria itu, 30 menit sudah cukup membuat semua berkas di tanda tangani dan beberapa berkas lainnya di tolak karena Dewa melakukan seleksi pada berkas Harmoni bukan menyeleksi satu persatu berkas tersebut, melainkan sekali cek langsung lima berkas sekaligus jadi, cukup menghemat waktu. Setelah semua berkas tertata rapi pada tempatnya, pria itu melirik ke arah Harmoni yang masih dalam posisi tidur duduk, berbantalkan kedua tangannya. Dewa mengaktifkan mode sensor pada matanya dan saat pria itu mencari arah sekeliling ruangan tersebut, ia menemukan ruangan pribadi Harmoni. Tanpa pikir panjang, akhirnya Dewa mendekati gadis itu dan perlahan mulai mengangkat tubuh Harmoni. Membawanya ke kamar CEO cantik tersebut. Sekejap saja, Harmoni dan Dewa sudah berada di kamar gadis tersebut dan pelan tapi pasti, Dewa meletakkan tubuh Harmoni pada ranjang empuk berukuran king size milik gadis tersebut. Sebelum pergi dari tempat itu, Dewa masih melihat ke arah Harmoni dan bergumam, "Sudah tahu batas dirinya bekerja sampai mana, tapi masih memaksakan diri." Seketika pria itu selesai berucap, akhirnya bayangan Dewa benar-benar menghilang dari kamar CEO cantik tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD