Keesokan paginya, Harmoni sudah berdandan dengan sangat rapi.
Blouse berwarna kuning dengan rok span semata kaki berwarna mustard dan sedikit belahan pada bagian betisnya, semakin menambah kesan seksi pada gadis itu.
Tak lupa dengan heels berwarna senada dengan blouse yang ia pakai, serta tas jinjing yang bergelantung di tangannya dengan warna sama seperti rok spannya.
Tampil sempurna di hadapan para rekannya adalah hal utama karena semua di lihat dari tampilan luarnya lebih dulu untuk menambah poin penting dirinya di hadapan rekannya.
Harmoni pagi ini akan mengadakan pertemuan dengan pemilik perusahaan yang sebenarnya baru dia dengar di dunia bisnisnya.
Harmoni sebenarnya sedikit curiga dengan pertemuan pagi ini namun, gadis itu membuang jauh-jauh pemikiran buruknya karena ia berpikir, mungkin memang orang ini benar-benar ingin bekerja sama dengannya.
Seperti biasa, Harmoni melangkahkan kakinya ke arah ruang meja makan, di mana meja tersebut sudah tersedia roti isi dan jus alpukat.
"Apa Anda sudah akan berangkat?" tanya Mona yang memang asisten pribadi Harmoni itu juga ikut tinggal di rumah besar milik Harmoni.
"Aku ingin sarapan lebih dulu," sahut Harmoni sembari duduk di kursi.
Harmoni masih menatap ke arah Mona karena asistennya itu masih tetap dalam keadaan posisi berdiri, tanpa duduk di kursi meja makan.
"Kenapa kau masih berdiri? cepat duduk! kita sarapan bersama," pinta Harmoni melihat ke arah meja makan yang ternyata hanya ada hidangan untuk satu orang saja.
"Kau tidak ingin sarapan?" tanya Harmoni pada Mona.
"Saya ingin sarapan, Nona! tapi di dapur saja," jelas Mona pada bosnya.
Harmoni kali ini menatap ke arah Mona cukup tajam karena gadis itu nampaknya sudah cukup muak karena hampir tiap hari ia harus mengingatkan Mona, jika Mona harus ikut sarapan di meja makan bersamanya, bukan sarapan di tempat yang berbeda.
"Ini terakhir kali aku mengingatkanmu setelah ini, jika kau tidak menuruti apa yang aku katakan, sebaiknya kau tidak usah mempersiapkan semua kebutuhanku setelah ini," ujar Harmoni dengan nada yang cukup datar namun, mengisyaratkan akan sebuah ancaman pada asisten pribadinya.
"Mulai detik ini, hari ini, kau harus menemaniku sarapan setiap paginya, jika kau melanggar, kau tahu sendiri konsekuensi apa yang akan kau terima dan ini bukan hanya sekedar ancaman biasa karena aku sudah menganggapmu seperti adikku sendiri jadi, jangan sampai aku kecewa hanya karena sebuah penolakan menemaniku untuk sarapan setiap paginya, apa kau paham? apa yang aku maksud?" jelas Harmoni panjang kali lebar seperti rumus persegi panjang.
Mona yang merasa tak enak hati pada Harmoni, langsung mengangguk penuh ketegasan karena bagaimanapun, gadis yang berada dihadapannya saat ini sangat berjasa bagi dirinya dan keluarganya.
"Saya paham, Nona!"
Harmoni membalas anggukan kepala Mona dan secepat kilat, asisten pribadi Harmoni itu segera menuju arah dapur, di mana sarapannya sudah tersaji.
Sembari menunggu Mona kembali ke meja makan, suara dering telepon Harmoni mulai terdengar dan gadis itu segera merogoh benda pipih tersebut yang berada di dalam tas jinjing berwarna mustard miliknya.
Kedua alis Harmoni hampir saja menyatu kala ia membaca siapa pemilik nomor tersebut.
"Papa!" gumam Harmoni segera menggulir tombol berwarna hijau di layar ponselnya ke atas.
"Ya, Pa!"
"Apa kau di rumah sekarang?"
"Iya, Pa! ada apa memangnya?" tanya Harmoni yang sudah merasa curiga dengan panggilan dari sang ayah.
"Tidak apa-apa! papa hanya ingin mengingatkan padamu, jangan gampang menerima sebuah kerjasama dengan seseorang, jika kau tidak tahu secara mendetail seluk beluk orang tersebut."
Harmoni semakin merasa aneh dengan perkataan yang diucapkan oleh ayahnya karena ucapan tersebut sama halnya dengan sebuah peringatan dari sang ayah kepada putrinya dan baru pertama kali ini sang ayah seperti memberikan sebuah petunjuk padanya.
"Apa Papa tahu sesuatu tentang klienku yang akan bertemu hari ini?" tanya Harmoni pada sang ayah karena IQ gadis itu sangat tanggap sekali dan seketika otak Harmoni langsung tertuju pada calon kliennya yang akan bertemu dengannya pagi ini.
"Sudah papa katakan padamu, sekali kau tetap bersikeras mendirikan perusahaan sendiri, maka saat itu juga perlindungan dari keluarga Sudarmanto sudah tidak kau dapatkan lagi dan ini bukan sebuah peringatan untukmu, papa hanya ingin menurunkan satu ilmu padamu, agar kau tidak sembarangan menerima kerjasama dengan seorang klien yang tidak kau ketahui latar belakang orang tersebut dan hanya itu saja yang ingin papa katakan padamu, selebihnya kau sudah lebih tahu apa yang harus kau lakukan dan papa harap, sore ini kau bisa berkunjung ke rumah karena ibumu sepertinya sangat merindukanmu."
Suara tersebut menandakan, jika Jordan yang tak lain ayah dari Harmoni mengakhiri sambungan telepon lebih dulu dan gadis itu masih menatap penuh curiga ke arah layar ponselnya.
"Papa pasti tahu sesuatu tentang klien kali ini," gumam Harmoni.
Tepat setelah itu, akhirnya Mona datang menghampiri Harmoni dan duduk tepat bersebelahan dengan bosnya.
"Mari kita makan," ujar Harmoni langsung melahap roti isinya.
Mona juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Harmoni yaitu ,memakan sarapannya pagi ini.
Di tengah-tengah keheningan pagi, Harmoni membuka suaranya lebih dulu, "Apa kau sudah mencari tahu latar belakang klien kita pagi ini?"
"Sudah, Nona! Semua data pria itu ada di laptop saya," sahut Mona kepada bosnya.
"Apa aku boleh melihat rincian data pria itu?" tanya Harmoni dan seketika Mona mengangguk segera berdiri dan berjalan ke arah kamarnya, di mana laptop tersebut masih berada di meja kerjanya tepat di kamar Mona.
Beberapa detik kemudian, akhirnya Mona kembali ke ruangan meja makan dan meletakkan laptop miliknya tepat di hadapan Harmoni.
CEO cantik tersebut segera menepikan sarapan paginya, agar ia bisa meletakkan laptop milik Mona tepat di hadapannya dan gadis itu terlihat sangat ingin tahu rincian data dari kliennya pagi ini.
Setelah posisi laptop itu sudah sangat tepat berada di hadapan Harmoni, akhirnya gadis cantik dengan rambut yang ia kepang satu, segera melancarkan aksinya.
Harmoni langsung mencari file dengan rincian data pria itu dan seketika file itu langsung ia temukan, kemudian Harmoni segera membuka file tersebut dan mulai membaca setiap kata yang sudah tercatat di laptop milik asisten pribadinya.
Harmoni terus membaca mulai dari asal-usul perusahaan tersebut berdiri sampai pada biodata pemilik perusahaan itu dan lagi-lagi kecurigaan dalam otaknya semakin mengental.
"Apa kau yakin, jika ini hasilnya?" tanya Harmoni pada Mona.
"Saya yakin, Nona! karena memang rincian data dari klien itu cukup sulit saya dapatkan, setelah saya berusaha menerobos penguncian data perusahaan tersebut, akhirnya saya bisa mendapatkan rincian perusahaan itu dan hanya itu yang bisa saya berikan pada Anda," jelas Mona pada bosnya.
"Tapi kenapa rasanya ada yang cukup janggal, ya?" tanya Harmoni pada Mona saat CEO cantik tersebut melihat sendiri rincian data dari perusahaan yang ingin mengajukan kerjasama dengannya pagi ini.
"Saya awalnya juga merasa seperti itu, tapi memang hanya itu data yang saya dapatkan saat membuka kunci dari penguncian data perusahaannya," jelas Mona kembali.
Mona dan Harmoni saling beradu pandang, tatapan mereka mengisyaratkan akan pemikiran yang sama.
"Sebaiknya, Nona harus melakukan persiapan untuk berjaga-jaga," pinta Mona pada Harmoni dan bosnya itu mengerti akan maksud dari ucapan asisten pribadinya.
"Siapkan semua hal yang aku butuhkan dan letakkan semua barang-barang itu di bagasi mobil, jangan lupa! kau harus memberi tahu sopirku mengenai hal ini," tutur Harmoni kembali melahap roti isinya dan Mona juga melahap sarapannya dengan gerakan cukup cepat karena ia harus mempersiapkan semua hal yang dibutuhkan oleh bosnya untuk berjaga-jaga.
Setelah selesai dengan sarapan paginya, Harmoni segera berjalan menuju ke arah mobil pribadinya, di mana mobil itu sudah terparkir di depan halaman rumah tersebut.
Sopir pribadi Harmoni itu membukakan pintu untuk bosnya dan gadis tersebut langsung masuk ke dalam mobilnya.
Saat Harmoni sudah duduk di kursi penumpang, ia diam-diam memastikan, jika apa yang sudah ia perintahkan pada Mona dilaksanakan dengan baik dan benar saja, saat ia bersandar di kursi mobil itu, Harmoni sedikit meraba bagian kursi tersebut dan ternyata ada sebuah alat pelacak yang berada di kursi mobilnya dan Harmoni segera memasukkan alat pelacak tersebut ke dalam saku blousenya.
Sopir Harmoni juga ikut masuk ke dalam mobil tersebut.
"Apa Anda sudah siap, Nona?" tanya sopir itu.
"Aku sudah sangat siap, dan kau juga harus lebih siap dariku," ujar Harmoni memberikan kode pada sopirnya.
"Semua sudah saya siapkan dan Anda hanya perlu menjaga benda itu, agar posisi Anda tetap aman," ingat sopirnya pada Harmoni.
"Itu sudah pasti," sahut Harmoni tegas sembari menganggukan kepalanya.
Setelah percakapan keduanya usai, akhirnya mobil beroda empat tersebut mulai menggulirkan rodanya di sepanjang jalan menuju ke arah restoran yang lagi-lagi membuat Harmoni sedikit curiga karena restoran itu saat ia mencoba mencari tahu, restoran tersebut ternyata cukup sepi.
Tak ada percakapan apapun di dalam mobil itu karena Harmoni saat ini tengah fokus memperhatikan setiap jalan yang ia lewati.
Harmoni ingin memastikan, jika apa yang ia pikirkan itu salah dan beruntungnya sepanjang perjalanan menuju ke arah restoran tersebut, ternyata masih ada tempat yang cukup ramai dan itu membuat perasaannya sedikit lega.
Setelah cukup lama keempat roda mobil pribadi milik Harmoni berputar di aspal, akhirnya mobil itu berhenti tepat di sebuah restoran yang memang tak memiliki cukup banyak pengunjung yang datang.
Bahkan kendaraan di tempat parkirnya saja dapat dihitung dengan jari dan tempat itu memang terlihat cukup sepi tak seperti restoran pada umumnya di kota-kota besar.
Harmoni turun dari mobilnya sembari menjinjing tas berwarna mustard miliknya dan tak lupa, ia juga memastikan, jika alat pelacak yang berada di dalam saku blousenya masih bertengger di dalam sana.
Harmoni terus melanjutkan langkahnya dengan tangan yang sedikit ia angkat ke atas untuk melihat jam pada pergelangan tangannya dan saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 07.20 menit.
Saat Harmoni sudah berada tepat di depan pintu restoran tersebut, gadis itu mendorong pintunya dan mencari meja nomor 20 dan ternyata meja itu berada tepat di pojok kanan restoran tersebut dan tempat itu memang sedikit remang-remang, sangat jauh berbeda dari tempat lainnya yang sangat cukup akan pencahayaan.
Harmoni terus melangkahkan kakinya menuju ke arah meja dengan nomor 20 tersebut dan dari kejauhan, gadis itu masih belum bisa melihat keberadaan seseorang di sana karena tempat itu memang cukup gelap.
Saat jarak meja dan langkah Harmoni semakin dekat, akhirnya kedua lensa mata CEO cantik tersebut tersorot bayangan seorang pria bertubuh tinggi tengah tersenyum ke arahnya dan tatapan pria itu sepertinya mengarah pada setiap bagian lekukan tubuhnya.
"Pria yang patut di waspadai," gumam Harmoni dalam hati.
Saat sudah berada cukup dekat dengan meja itu, akhirnya Harmoni mengumbar senyum palsunya pada pria tersebut.
"Apa Anda menunggu cukup lama?" tanya Harmoni pada kliennya.
"Tidak, Nona! saya baru satu setengah jam di sini," sahut pria itu yang terkesan seperti menyindir Harmoni.
Gadis itu hanya tersenyum sumbang menatap ke arah pria tersebut dan Harmoni bisa melihat dengan sangat jelas, jika wajah pria itu tak cukup buruk tapi lebih menonjolkan sisi kesangarannya.
"Setengah jam dia bilang baru? apa dia pria berhati batu atau tak ada hati sama sekali?" tanya Harmoni dalam diamnya.
"Maaf karena saya datang sangat terlambat karena saya diwajibkan sarapan terlebih dulu," jelas Harmoni pada pria itu.
"Tak apa, Nona! saya orangnya sangat sabar menunggu, apalagi perempuan cantik seperti Anda," puji pria itu yang terdengar seperti sebuah ancaman bagi Harmoni.
Gadis itu segera menyalakan lampu Kuningnya dan ia harus benar-benar waspada kali ini.
Pria itu segera mengulurkan tangannya pada Harmoni. "Perkenalkan, nama saya Joni Dirgantara dan saya pemilik perusahaan Dirga Group," tutur pria itu tersenyum manis pada Harmoni.
Harmoni balik tersenyum manis pada pria itu sembari menerima jabatan tangan pria tersebut.
"Saya rasa, saya tak perlu memperkenalkan diri saya karena saya yakin, Tuan Joni sudah sangat tahu, siapa nama saya," tutur Harmoni pada pria itu.
Senyum simpul seketika terbit dari bibir Joni dan gadis itu bisa sangat mengamati senyum tersebut bukan senyuman pria biasanya.
"Sepertinya aku harus benar-benar waspada terhadap pria ini," gumam Harmoni dalam hati.
"Tanpa Anda memperkenalkan diri lebih dulu pada saya, saya sudah sangat tahu nama Anda itu siapa dan memang benar, seperti apa yang dikatakan oleh orang-orang, jika Harmoni Kirana Sudarmanto benar-benar perempuan yang sangat cantik, bahkan lebih cantik dari dugaan saya," tutur Joni.
"Ucapan Anda begitu sangat berlebihan dan itu membuat saya ingin terbang," ujar Harmoni yang masih ingin memancing pria itu.
Joni menggeser buku daftar menu restoran tersebut dan Harmoni menerimanya dengan senang hati.
"Silahkan pilih pesanan Anda, Nona! menu di restoran ini cukup enak bagi saya," jelas Joni pada Harmoni.
Gadis itu membuka tiap lembar menu restoran tersebut namun, nampaknya perut Harmoni masih sedikit terasa kenyang karena ia baru saja selesai sarapan pagi dan gadis itu memutuskan untuk memesan minuman saja.
"Saya pesan kopi latte," tutur Harmoni.
"Anda tidak pesan makan?" tanya Joni.
"Saya sudah selesai sarapan dan masih kenyang," tolak Harmoni halus.
Joni hanya tersenyum simpul sembari berkata, "Perempuan bertubuh bagus, pasti memiliki cara mengatur makanan mereka."
Ucapan Joni tadi membuat Harmoni tersenyum kecil dan gadis itu semakin merasa waspada.
"Semua perempuan itu pada dasarnya bisa mengatur makanan mereka, mungkin hanya caranya saja yang kurang tepat," ujar Harmoni merendah.
Joni hanya tersenyum sembari memanggil pelayan restoran tersebut untuk memesan minuman dan pria itu nampaknya juga hanya memesan minuman saja, tanpa ingin memesan menu yang lainnya.