Jam menunjukkan pukul sebelas siang dan saat ini sudah masuk jam makan siang bagi para panitia penyelenggara seminar di universitas milik Dewa.
Harmoni, Jason, Dewa, dan para asistennya duduk membentuk lingkaran karena ruangan yang disediakan memang memiliki meja berbentuk melingkar dengan posisi Dewa dan Harmoni yang berada dalam satu garis lurus.
Jason dan Lani berada tepat di sebelah kanan Dewa dan di sebelah kiri Harmoni.
Satu persatu hidangan mulai dikeluarkan oleh seorang juru masak handal dari mulai menu appatizer, main course, dan dessert.
"Silahkan nikmati semua makanan yang sudah kami hidangkan, semoga berkenan di lidah Anda semua," tutur Dewa mempersilahkan semua tamu undangannya, agar mencicipi menu masakan yang dibuat oleh juru masak handal tersebut.
Harmoni dan yang lain langsung mengambil makanan yang sekiranya cocok di lidah masing-masing.
"Saya masih penasaran dengan gadis yang Anda maksud, Tuan Jason?" tanya Dewa yang ingin tahu langsung dari mulut Jason, siapa gerangan gadis yang bisa membuat Jason segigih itu membangun perusahaannya dalam kurun waktu yang cukup singkat.
Gerakan tangan Jason yang awalnya ingin mengambil lauk tumis cumi sambal goreng, akhirnya terhenti dengan sorot mata yang menatap ke arah Dewa.
"Apa Anda sebegitu ingin tahunya mengenai gadis yang saya incar?" tanya balik Jason pada Dewa, membuat pria itu sejenak diam, tak lama kemudian, senyum Dewa terukir indah.
"Saya memang ingin tahu karena pengaruh gadis itu cukup besar pada karir Anda, apa saya kenal dengan gadis itu?" tanya Dewa ingin terus memancing kejujuran Jason.
Jason menatap lekat ke arah Dewa, sementara yang lain menatap ke arah Jason karena rasa penasaran yang menyelimuti masing-masing pikiran mereka yang hadir di acara makan siang tersebut, kecuali Hicob, dia pasti sudah sangat tahu, siapa kiranya gadis yang sangat di kagumi oleh Jason.
"Anda mengenalnya," jujur Jason pada Dewa yang kemudian pria itu kembali melanjutkan mengambil menu makanan yang ia suka.
"Wah, siapa dia?" tanya Dewa kembali dan Hicob hanya tergelak mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Dewa.
"Dia sangat cantik, baik, dan juga seorang gadis yang sangat mandiri dan aku yakin, pasti pria yang mendapatkannya sangat beruntung sekali," jelas Jason menatap ke arah Harmoni yang saat ini tengah menyantap makanannya.
Harmoni memang tak terlalu menyibukkan diri untuk mengikuti topik pembahasan kedua pria yang kini berdebat hal yang tak penting.
Lebih baik makan sampai kenyang, daripada mengurus urusan orang lain yang menurutnya tak ada sangkut paut dengan dirinya.
Lani yang paham akan arah tatapan mata Hicob hanya bisa menundukkan kepalanya sembari terus mencoba mencengkeram erat celana kain yang ia gunakan saat ini.
"Tahan, Lani! ini memang resiko yang harus kau jalani, jika kau tetap melabuhkan hatimu pada pria yang tak pernah mencintaimu," rapal Lani dalam diamnya karena ia tak ingin semua orang tahu, jika dirinya menaruh perasaan pada sang atasan yang tak lain adalah Jason.
Dewa terus menatap ke arah Jason karena pria itu ingin tahu, seberapa besar rasa cinta seorang Jason pada Harmoni dan menurut kesimpulan yang Dewa ambil, Jason sangat mencintai Harmoni namun, tatapan mata Lani asisten Dewa tak luput dari perhatian pria bermata safir tersebut.
"Ini yang di sebut dengan rantai percintaan, Jason sepertinya tak sadar, jika gadis yang berada di sampingnya tengah menahan rasa sakit karena pria yang dicintainya menatap penuh puja terhadap gadis lain, sementara dirinya masih berada begitu dekat dengan Jason.
Harmoni yang merasa sudah cukup cepat menyantap makan siangnya, akhirnya gadis itu melihat ke arah sekelilingnya, terutama pada Jason dan Dewa.
"Kenapa kalian tak makan?" tahta Harmoni pada kedua karena gadis itu melihat piring mereka berdua masih penuh dengan lauk dan nasi dengan porsi kecil.
"Ini sambil makan," sahut Dewa tersenyum pada Harmoni sembari memasukkan sesendok nasi ke dalam mulutnya.
Jason juga melakukan hal yang sama yang dilakukan oleh Dewa karena ia tak ingin calon gadisnya ini curiga, jika yang menjadi topik perbincangan hangat antara dirinya dan Dewa adalah Harmoni.
CEO cantik tersebut hanya bisa tersenyum sembari melanjutkan acara makan-makannya.
Berbeda dengan Lani yang masih memainkan garpu pada piring dengan isi masi yang cukup sedikit, lauknya pun juga sedikit.
"Kenapa tak dimakan? apa kau tak enak badan?" tanya Jason pada asistennya.
"Ah, tidak, Tuan! saya hanya sedikit tak nafsu makan saja, perut saya terasa tak enak karena tadi pagi sepertinya salah makan makanan," jelas Lani pada Jason sembari tersenyum kikuk pada atasannya itu.
Jason yang sangat tahu seperti apa kebiasaan seorang Lani, hanya bisa geleng-geleng kepala karena gadis yang menjabat sebagai asisten pribadinya ini memang sangat suka pedas dan rasa pedas yang disukai oleh Lani cukup diluar nalar manusia normal lainnya.
Jason sangat cepat tanggap, ia melihat semua menu makanan yang ada di meja makan.
Satu persatu diperhatikan oleh Jason, hingga ia melihat ada cumi tumis sambal goreng dan juga bebek bakar rica-rica.
Jason mengambil kedua bumbu makanan tadi dalam porsi kecil karena ia juga tak terlalu menyukai pedas.
Saat bumbu itu satu persatu masuk ke dalam mulut Jason.
Ia tahu tahu makanan mana yang sekiranya membangkitkan selera makan Lani.
Jason langsung mengambilkan bebek bakar rica-rica dan meletakkannya pada piring Lani tanpa persetujuan dari pemilik piringnya.
"Makan itu, agar kau tak sakit dan bisa bekerja kembali, aku tak ingin karyawanku lemas tak bertenaga karena sebentar lagi, kita akan memulai rapat setelah pulang dari sini, bukan?" tanya Jason mencoba menghibur Lani.
"Iya, Tuan!"
Jason tersenyum tampan pada Lani dan senyuman yang Jason umbar itu bukan senyuman biasa, melainkan isyarat akan sebuah hadiah karena Lani sudah mau menuruti perintahnya.
"Makan yang banyak!" pinta Jason yang langsung melanjutkan makan siangnya.
Dewa dan Hicob hanya bisa saling bertukar tatapan, sementara Harmoni dan Dewa juga melakukan hal yang sama.
Keempat muda-mudi itu tahu, jika perhatian yang diberikan oleh Jason pada Lani bukan perhatian pada seorang asisten biasa, tapi perhatikan akan seorang yang lebih dari hanya sekedar asisten.
Dewa menatap ke arah Harmoni, sementara gadis itu tak sadar, jika saat ini dirinya tengah di tatapan oleh Dewa karena Harmoni sepertinya tengah kelaparan.
Dewa hanya tersenyum kecil sembari bergumam dalam hatinya, "Awas saja kau nanti ya? hukuman kecil akan menantimu karena kau sudah berani mengabaikan aku."
Setelah acara makan siang selesai, Dewa dan yang lain keluar dari ruangan tempat mereka makan.
"Terima kasih untuk jamuan makan siang ini, kami pamit lebih dulu karena sebentar lagi, kami masih ada acara rapat," pamit Jason pada Dewa dan Harmoni yang berada di depan pintu masuk ruangan tadi.
"Kenapa terburu-buru? kita masih mengobrol meskipun sebentar," cegah Harmoni yang tak habis pikir dengan cara kerja Jason, sungguh pria work holic.
Karena sudah tak berada di lingkungan pekerjaan, Jason langsung mengusap lembut puncak kepala Harmoni tepat di hadapan Dewa.
"Jangan sedih, lain waktu, kita pergi bersama, hanya kau dan aku, kita berdua saja," goda Jason pada Harmoni membuat gadis itu memundurkan sedikit tubuhnya, mencoba menghindar dari jangkauan tangan Jason yang masih bertengger di puncak kepalanya.
"Lain kali saja, jika aku tak sibuk," tutur Harmoni menurunkan telapak tangan Jason, agar hal tersebut tak menjadi masalah antara dirinya dan Dewa.
"Baiklah, aku pergi dulu ya, Momo!" pamit Jason pada Harmoni sembari memberikan senyuman terlumernya.
Dewa hanya bisa tersenyum sumbang dengan tangan yang sudah mengepal sempurna namun, pria itu tak memperlihatkannya pada Harmoni.
Lani hanya bisa pasrah dengan keadaan yang mengharuskan dirinya sekait hati berkali-kali karena ia tak mau jujur pada Jason.
Hicob dan Mona saling tatap satu sama lain karena mereka berdua menangkap sinyal peperangan yang akan terjadi z setelah Jason benar-benar enyah dari tempat itu.
"Saya pamit ke depan lebih dulu, Tuan! saya lupa, jika ada urusan yang harus diselesaikan bersama dengan Mona," bual Hicob pada bosnya.
Mona yang merasa tak tahu menahu dengan hal itu melongo menatap ke arah Hicob.
"Urusan ap ...."
"Ayo kita berangkat!" ajak Hicob pada Mona dengan tangan gadis berambut pendek tersebut yang sudah masuk ke dalam genggamannya.
Harmoni dan Dewa hanya bisa menatap kepergian keduanya dengan rasa tak percaya.
"Apa mereka begitu dekat?" tanya Harmoni pada Dewa namun, pria itu sepertinya enggan untuk menjawab pertanyaan Harmoni karena yang ada dalam otaknya saat ini, ia ingin menghukum gadisnya.
"Aku tak tahu dengan hal itu, tapi yang aku tahu ...."
Dewa sengaja menjeda perkataannya dengan langkah kaki yang mulai mengikis jarak antara dirinya dan Harmoni.
"Apa?" tahta Harmoni yang sudah merasakan sinyal tak enak keluar dari dalam diri Dewa.
"Kau harus mendapatkan hukuman karena pria lain sudah menyentuh bagian tubuhmu, meskipun hanya sehelai rambut saja karena aku tak suka, semua hal yang sudah menjadi milikku, diusik oleh orang lain, apalagi itu Jason!"
Dewa menghentikan langkahnya tepat di hadapan Harmoni dan gadis itu nampak tak fokus dengan Dewa, ia lebih fokus celingak-celinguk memperhatikan, jika ada orang lain di sekitar sana, bisa semakin runyam urusannya.
"Jangan terlalu dekat, bagaimana, jika ada ...."
Harmoni langsung terdiam kala tempat yang ia telisik tadi adalah bagian universitas yang ia datangi untuk acara seminar, kini berubah menjadi tempat di sebuah pohon besar di kelilingi oleh ilalang yang berayun terkena terpaan angin.
"Kita berteleportasi?" tanya Harmoni pada Dewa dan pria itu langsung menarik Harmoni ke dalam pelukannya.
"Ya! kita berteleportasi, agar kau tak mengingat pria itu lagi," jelas Dewa membuat senyum pada bibir gadis terukir begitu indah.
Harmoni sedikit menengadahkan wajahnya ke arah wajah Dewa.
"Apa kau mulai cemburu?" tanya Harmoni ingin menggoda Dewa.
Pria bermata biru itu membalas tatapan mata Harmoni sembari lebih mendekatkan wajahnya pada wajah gadis bermarga Sudarmanto tersebut.
"Kalau iya, kenapa?" tanya Dewa langsung mengecup kening Harmoni lembut.
Gadis itu kembali tersenyum dengan kedua kelopak mata yang juga ikut tertutup menikmati kasih sayang yang dilimpahkan padanya oleh Dewa.
"Tak apa! aku suka," jelas Harmoni membalas pelukan Dewa dengan kedua tangan yang melingkar di pinggang pria bermata safir tersebut.