The Hot Couple

2116 Words
Pagi menyapa di sebuah unit apartemen menengah di kawasan Cempaka Putih. Ada dua insan yang masih tidur sambil berpelukan di salah satu kamar unit tersebut. Awan masih gelap, Subuh baru saja lewat. Tetapi sepasang kekasih itu masih betah memejamkan mata mereka. Lima belas menit kemudian satu orang di sana sudah membuka matanya. Senyum cantik si perempuan terbit begitu memandang wajah tampan lelaki yang begitu posesif memeluknya. “Pagi, Sayang,” sapaan manis Resty seraya mengelus pipi laki-laki itu, sebagai sebagai usaha membangunkan Dewa, nama kekasihnya, yang masih terlelap. Laki-laki kesayangannya itu masih memejamkan mata, meski kedua pipinya sudah dikecup secara bertubi-tubi olehnya. Dewa hanya mengernyitkan matanya yang belum juga terbuka. Begitu kekasihnya melepaskan kecupannya, dirinya masih melanjutkan tidurnya. Resty tersenyum jahil melihat kekasihnya itu masih setia dengan tidur damainya. Dia harus bisa membangunkan laki-laki itu untuk segera bersiap ke kantor. Dikecupnya lembut bibir seksi kekasihnya itu. Dewa masih betah memejamkan matanya. Kemudian dilumatnya bibir seksi si pria. Tindakannya mendapat balasan, tetapi mata itu tetap erat. Resty melepas lumatannya. Kini tangannya mengelus dadanya si pemilik cintanya itu. “Hei Sayang, ada meeting penting loh jam sepuluh,” Resty gigih membangunkan Dewa. Laki-laki itu tetap memejamkan mata. Mungkin masih kelelahan dengan kegiatan panas mereka semalam. Resty pun mengeluarkan jurus andalannya supaya kekasihnya itu mau bangun. Dipegangnya kejantanan kekasihnya itu, kemudian dielusnya pelan, bibirnya pun mengecupi dadanya. Tetapi Dewa bergeming. Dia malah melebarkan kedua kakinya, memberi akses Resty untuk bertindak lebih jauh. Perempuan cantik itu jadi terkikik melihat aksi kekasihnya. Dia pun meremas kuat adik kecil laki-laki itu. Dewa pun membuka matanya, tersenyum kepada kekasih hatinya itu. “Morning, Love. Aku suka caramu membangunkanku,” suaranya serak khas orang bangun tidur. Tetapi pandangannya berkabut penuh hasrat yang menggila kepada Resty. Perempuan itu tersenyum manis, kemudian melepaskan tangannya dari kejantanan Dewa, setelah merasa bisa membangunkan kekasihnya itu. Dia beranjak ingin ke kamar mandi. Tetapi tangan kekar milik pria tampan itu menahannya. Resty pun terbanting ke kasur empuk itu. Usahanya untuk beranjak gagal, karena kini kekasihnya mengukungnya. “Mau kemana hm?” suara Dewa dipenuhi oleh gairah. Resty tertawa mendengarnya. Dia tahu lelakinya sedang kepanasan. Dilumatnya bibir Dewa pelan, kemudian dilepaskannya. “Ada meeting jam sepuluh, Love,” kata Resty mengingatkan. “Ini jam berapa?” tanyanya sambil mengusap punggung telanjang kekasihnya dengan lembut. Tubuh Resty menggelinjang. Dewa menyentuh titik-titik sensitif milik kekasihnya, sehingga dengan mudah perempuan itu diliputi gairah. Pagi ini si cantik itu membangunkan jiwa kelakiannya yang harus dituntaskan. Jelas tidak mungkin diabaikannya begitu saja. “Jam lima De, kita bisa terlambat,” Resty mendesah. “Satu ronde saja, Cintaku. Kamu sudah membangunkan adik kecilku ini,” bisik Dewa sambil menciumi leher kekasihnya penuh damba Resty tidak mampu menjawab, karena Dewa sudah melumpuhkannya dengan segala kecupan di daerah sensitifnya. Laki-laki itu sudah tidak bisa dibantah lagi. Dia hanya pasrah ketika kekasihnya itu mengarahkan bibirnya di kedua bukit kembarnya yang indah. “Dewa," bisik Resty dengan segala hasratnya, ketika laki-laki itu mengungkungnya, melumat bibirnya seraya tetap meremas kedua aset indahnya. Jari jemarinya meremas rambut kekasihnya pelan. Perempuan itu juga sudah diliputi gairah. Pagi ini seperti biasa, dia adalah sarapan wajib bagi Dewa. Satu jam kemudian, mereka sudah duduk di pantri apartemen. Resty sibuk melayani kekasihnya, membuatkan roti lapis telur kesukaan laki-laki berwajah oriental itu. Dewa sendiri sibuk dengan telepon seluler miliknya, memeriksa email dari setiap unit yang dipimpinnya. Mereka sarapan dengan tenang. Dewa sibuk dengan gawainya, Resty pun berkutat membereskan bekas sarapan. Setengah jam kemudian, mobil yang mereka tumpangi membelah jalanan kota yang mulai dipenuhi dengan kendaraan. Arah mereka adalah gedung kantor PT Mega Star yang berada di kawasan Sudirman. Tepat jam delapan mobil Dewa sudah terparkir manis di basemen Gedung PT Mega Star, kantor tempat keduanya bekerja. Tetapi mereka belum turun dari mobil, karena Dewa masih belum puas dengan sarapannya tadi. Dia masih mencumbu kekasihnya di dalam mobil. Resty pun memaksa lelakinya itu untuk berhenti. “Nanti lagi, Love. Aku harus menyiapkan ruang rapat,” bisik Resty sambil mengusap d**a kekasihnya lembut. Kali ini laki-laki itu menurut, melepaskan cumbuannya. Dia pun membantu wanitanya untuk merapikan kekacauan yang diciptakannya sendiri. “Aku ingin memakanmu setelah rapat, di sana,” bisik Dewa. “Di ruang rapat? Kita akan melakukannya di sana?” tanya Resty memastikan. Dewa menganggukkan kepalanya dengan semangat. Fantasinya sudah berkeliaran kemana-mana. Adrenalin Resty berpacu. “Kalau ketahuan gimana?” tanyanya, sorot matanya ragu-ragu tetapi juga penasaran. Dewa mengendikkan bahunya, seperti tidak peduli. Resty tertawa melihatnya. Dielusnya rahang sang kekasih. “Seperti yang kamu minta, Kekasihku sayang,' jawab Resty menggoda. Keduanya tertawa. Kemudian keluar dari mobil dan bergandengan tangan menuju lift. Sampai di dalam lift, sudah penuh dengan karyawan lainnya. Dewa pun memeluk Resty, untuk melindungi kekasihnya dari desakan karyawan lain. Tindakannya itu bikin hati karyawan perempuan yang satu lift dengan mereka meleleh. “Hais, Pak Dewa bikin baper aja nih!” seru Liana, staff senior Dewa di divisi Desain. Dewa dan Resty hanya tertawa menanggapinya. Mereka sudah terbiasa digoda oleh karyawan PT Mega Star. Seluruh kantor tahu dengan jelas hubungan keduanya. Mereka berdua dijuluki Hot Couple, mengingat keduanya akan selalu bersikap mesra dimana pun dan kapan pun. Serasa dunia milik berdua, yang lain ngontrak permanen. Tidak ada rasa risih, meski sudah berkali-kali disindir dan ditegur oleh rekan kerja maupun atasan. Tetapi kinerja mereka yang luar biasa, membuat posisi kerja keduanya masih aman. “Cari pacar, Li! Biar nggak baper!” seru Alex, karyawan dari lain divisi, menggoda Liana yang juga ikut tertawa. “Kamu aja deh Lex, yang jadi pacarku,” goda Liana kepada Alex. Setengah bercanda setengah usaha. Wajah laki-laki blasteran Arab itu jelas tidak mengecewakan. Diam-diam dia pun berharap pada salah satu leader marketing itu. “Waduh, jangan saya, Li. Nggak bisa romantis macam Pak Dewa,” kelit Alex sambil melemparkan tawa renyah. Seluruh lift tertawa heboh. “Belajar sama Pak Dewa, Lex!” seru salah seorang dari mereka. Alex hanya tertawa menanggapinya. Dia menatap pasangan Dewa dan Resty dengan penuh minat. Rata-rata karyawan PT Mega Star mengagumi kemesraan keduanya, terlepas meski kadang risi dengan sikap mereka yang tidak tahu tempat. Alex pun cukup jengah dengan aksi pasangan itu. “Kapan nih kita dapat undangan akad, Pak Dewa?"Alex bertanya kepada Dewa, untuk mengalihkan topik yang hampir memojokkan dirinya. Keduanya sesaat terdiam, tetapi Dewa cepat menjawab, “secepatnya, doain ya.” “Pasti didoain yang terbaik untuk kalian,” sahut Liana cepat. Orang-orang di sekitar mereka tersenyum mengamini ucapan Liana, menyemangati keduanya. Pintu lift terbuka di lantai dimana divisi desain berada. Dewa, Resty dan yang berkantor di lantai itu pun keluar. Kali ini mereka terburu-buru berjalan ke ruangan masing-masing untuk segera bekerja. “Aku tunggu di ruangan ya, Sayang,” kata Dewa seraya meninggalkan Resty di mejanya, kemudian bergegas menuju ruangannya. Resty menghela nafas, kemudian menatap sendu punggung sang kekasih yang semakin menjauh, mendekati ruangannya. Lima belas menit kemudian, Resty menyusul Dewa keruangannya sambil mendekap organizer. Setiap pagi dia akan membacakan jadwal kekasih yang juga atasannya itu. “Setelah meeting jam sepuluh, nanti ada jadwal kunjungan ke pabrik bersama Pak Arya,” beritahu Resty. “Kamu ikut?” tanya Dewa, matanya menatap intens ke arah kekasihnya sekaligus sekretarisnya itu. “Tidak. Aku masih harus merapikan laporan progress bulan ini,” jawab Resty. Ini menjelang akhir bulan, biasanya dia sibuk dengan agenda merapikan laporan anak desain. Wajah perempuan itu sendu, Dewa tahu kegalauan kekasihnya. “Sini, Sayang,” panggilnya sambil menepuk kedua pahanya. Meminta kekasihnya duduk di pangkuannya. Resty menurutinya. “Ada apa?” sebuah pertanyaan yang tidak perlu jawabannya. Dia tahu kegundahan kekasihnya. Resty menghela napasnya, menyandarkan kepalanya ke d**a kekasihnya dan memeluk dengan sikap posesif. Jemari tegas Dewa mengusap pucuk kepalanya lembut. “Mamamu masih belum menerimaku?” Dewa tersenyum miris mendengar pertanyaan kekasihnya. Pertanyaan yang bahkan Dewa tidak bisa menjawabnya sampai saat ini. Restu mamanya Dewa, itu yang mengganjal hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius. Padahal ayah Resty berkali-kali menanyakan rencana pernikahan putri tunggalnya itu. Entah mengapa mamanya enggan menuruti permintaannya untuk segera melamar Resty kepada orang tua perempuan itu. Ibu kandungnya itu memang tidak terang-terangan melarang hubungan keduanya, tetapi tidak juga mengiyakan permintaan anak tunggalnya itu. Meski Fira, nama sang mama, tidak melarang keduanya tinggal bersama di apartemen milik Dewa, tetapi dia enggan untuk datang menengok. Padahal sebelum laki-laki itu bersama Resty, Fira rajin mendatangi putranya itu. Setiap ditanya, apa alasan Fira tidak segera melamarkan Resty untuknya, mamanya itu hanya menjawab, “belum waktunya." Entah waktu apa yang ditunggu perempuan paruh baya itu. Dewa menghela napas, mengelus kepala Resty lagi untuk menenangkan kekasihnya itu. “Sabar ya, kita terus berusaha meyakinkan Mama,” bujuknya kepada Resty. “Sampai kapan?” sebenarnya Resty lelah bertanya tanpa tahu kapan mendapatkan jawaban yang menggembirakan hatinya. Berkali-kali dia berusaha mendekati Fira. Tetapi perempuan paruh baya itu menjaga jarak dengan halus. Dia tidak pernah menolak kehadiran Resty jika Dewa membawanya mengunjungi rumah sang ibu. Tetapi tidak berusaha dekat dengan kekasih anaknya itu. Setiap Fira sibuk di dapur, dia tidak keberatan Resty datang membantunya. Tetapi ibu dari kekasihnya itu tidak mau memulai pembicaraan terlebih dahulu. Apapun yang dilakukan Resty untuk sebuah restu dari Fira, seperti menghantam tembok tebal. Gagal dan tidak jelas kapan berhasil. Sampai sekarang pun Resty tidak tahu pasti apa alasan Fira menolaknya. Padahal dia sudah sangat berhati-hati bersikap terhadap mamanya sang kekasih. “Kita menikah saja tanpa Mama,” Dewa berkata, ada ragu di dalam nada suaranya. Sebuah usulan yang berkali-kali diucapkan olehnya. Tetapi tidak pernah bisa terwujud. Resty menggeleng. “Kamu tahu papaku nggak pernah setuju dengan usul itu,”ungkapnya. Dewa menghela napas, mengetatkan pelukannya. Sebuah pembicaraan yang sia-sia dirasakan oleh keduanya. Baru dua minggu yang lalu Dewa menghadap Farid, ayah dari kekasihnya, mengutarakan keinginannya untuk menikahi Resty. Tetapi seperti usahanya yang sudah-sudah, lagi-lagi mentok menghantam tembok. Farid pun tidak begitu saja menerima usulnya. Flashback On Malam itu akhir minggu. Dewa mengantar Resty untuk pulang ke rumahnya di bilangan Jakarta Barat. Farid kangen anak gadisnya dan memintanya menginap. “Om, saya ingin bicara,” kata Dewa setelah mereka duduk berhadapan di ruang tamu. “Bicaralah,” sahut Farid tenang. Dia sudah memperkirakan apa yang akan dibicarakan kekasih anaknya itu “Saya ingin menikahi Resty. Saya ingin meminta restu dari Om Farid selaku walinya,” ucap Dewa lugas. Farid menganggukkan kepalanya, dia paham dengan ucapan anak muda yang duduk di hadapannya. Sejak keduanya berpacaran, Dewa sudah beberapa kali melamar putrinya di hadapannya. “Bagaimana dengan Bu Fira?” tanyanya. Dia sudah bertemu mamanya Dewa sekali. Saat itu sedang ada Family Gathering yang diadakan PT Mega Star. Sikap Fira baik kepadanya dan Resty. Tetapi perempuan paruh baya itu canggung terhadap keduanya, seperti menjaga jarak terhadap mereka. Bahkan tampak enggan ketika keempatnya harus dalam satu kelompok kegiatan. “Bu Fira bersedia melamarkan Resty untukmu secara resmi?” tanya Farid sekali lagi. Dewa diam, Farid tahu bahwa restu itu belum datang kepada putrinya. “Saya nggak mau Resty menjadi penghalang bagi hubunganmu dengan mamamu, Dewa,” tegas Farid. “Saya masih berusaha membujuk Mama, Om,” sergah Dewa, frustasi rasanya menghadapi keadaan yang tak kunjung membaik. “Lalu bikin Bu Fira mau melamar Resty, baru restu saya datang,” jawab Farid tegas. Dan langkah mereka menuju pernikahan kembali terbentur. Ketidakjelasan masih menghantui hubungan mereka. Flashback Off Lagi-lagi Dewa mengeratkan pelukan mereka. Menyalurkan rasa yang menenangkan di hati kekasihnya. “Cium aku sini,” bisik Dewa, mencari bibir tipis Resty di wajah yang sedang menunduk sedih itu. Perempuan berkulit putih itu menyambut bibir kekasihnya, kemudian saling melumat untuk menenangkan keduanya. Hati mereka resah, kadang ciuman bisa menjadi mood booster terbaik untuk keduanya. Suara decapan bibir yang beradu memenuhi ruangan. Ciuman yang tadinya hanya untuk saling menenangkan, jadi begitu dalam dan menuntut. Tangan Dewa sudah bergerilya kemana-mana. Menyentuh titik-titik sensitif perempuan itu Resty berusaha mengembalikan kewarasan mereka di sela-sela nafas yang terus memburu. Ditekannya d**a Dewa agak kencang, tetapi desahannya semakin kuat. Di satu sisi dia ingin mengakhirinya, tetapi di sisi lain dirinya terbuai. “Dewa,” panggilnya lirih, tangannya terus menekan tubuh kekasihnya. Dewa tak menjawab, dia sibuk mengeksplore seluruh bagian tubuh kekasihnya. “Ki...ta...ada... meeting,” ingatnya. Keadaan mereka sudah berantakan saat ini. Atasan kerja mereka sudah separuh terbuka. Bahkan rok kerja Resty sudah terangkat sampai ke pinggang dan resletingnya sudah turun. Sedikit lagi, mereka hampir menyelesaikan kegiatan gila itu mencapai puncak. Resty sudah duduk menghadap Dewa. d**a mereka sudah saling melekat, kaki perempuan itu bahkan sudah melilit pinggang kekasihnya dengan sempurna. Dewa tinggal menuntaskan semuanya, maka mereka akan terbang bersama ke nirwana. Pintu diketuk, tetapi mereka abaikan. Suara ketukan itu masih mereka acuhkan, sebentar lagi keduanya akan sampai ke batasnya. Lagi-lagi suara pintu diketuk. Tetapi ketukan itu tidak juga berhenti mengganggu mereka. Seketika Resty langsung tidak merasa b*******h, nafsunya jatuh sampai ke dasar. Dilepaskannya tautan mereka. Menjauhkan dirinya sebisa mungkin dari Dewa. Dewa berdesis kesal, tak terima.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD