“Wing Glory”

1879 Words
Langit di utara kerajaan Mirror Heart diselimuti kegelapan yang pekat, seolah-olah malam telah menelan sisa-sisa harapan. Lautan yang bergelora mengguncang keranjang kecil yang mengapung di permukaannya, membawa seorang pangeran cilik yang tak berdaya. Bayi itu, anak dari Raja Vince Glory dan mendiang Ratu Elissa, terombang-ambing di tengah arus ganas, takdirnya bergantung pada kehendak laut dan langit. Keranjang itu dulu dijaga oleh Scout, ksatria muda yang telah mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan sang raja. Namun, dengan lenyapnya Scout, Phoenix yang dipanggilnya pun ikut memudar, meninggalkan keranjang bayi itu sendirian di tengah lautan yang tak kenal ampun. Tiba-tiba, di tengah kegelapan malam, seberkas cahaya kehijauan melesat dari langit, bagaikan bintang yang jatuh dengan penuh maksud. Cahaya itu menari-nari di udara, memancarkan aura misterius yang hangat, lalu dengan lembut meresap ke dalam tubuh sang pangeran cilik. CRIIIINNNGGGGG...! Tubuh bayi itu bersinar terang, memancarkan kilau hijau zamrud yang menerangi laut di sekitarnya. Cahaya itu seolah menantang kegelapan, menciptakan lingkaran sinar yang memukau di tengah ombak yang bergolak. Di dalam keranjang, pangeran kecil tetap tenang, seakan cahaya itu adalah pelindungnya, menyelimutinya dalam kehangatan yang tak bisa dijelaskan. Kemanakah takdir akan membawa anak ini? Dan mengapa Scout, dengan segala pengabdiannya, memilih untuk tidak menyerahkan pangeran kepada warga yang telah dievakuasi lebih dulu? Apa yang ada di benaknya saat ia memutuskan untuk membiarkan laut menentukan nasib sang pangeran? Hanya takdir yang tahu jawabannya, dan takdir pula yang kini menuntun keranjang kecil itu menuju tujuan yang tak terduga. ——— Jauh di pesisir pantai Desa Pasundan, sebuah desa kecil yang tersembunyi di antara bukit-bukit hijau dan hamparan pasir putih, dua sosok berdiri di bawah langit malam yang kelam. Angin laut bertiup kencang, membawa aroma garam dan misteri. Dharma Perkasa, kepala desa Pasundan, dan istrinya, Angela Manik, sedang berbincang di tepi pantai, seolah menunggu sesuatu—orang atau keajaiban—yang telah lama mereka nantikan. Angela, yang terlahir buta, memiliki penglihatan batin yang luar biasa, mampu melihat hal-hal yang tak terjangkau oleh mata manusia biasa. Matanya yang terpejam seolah menembus kegelapan, mencari sesuatu di kejauhan. “Sekarang sudah tiba saat di mana orang yang akan membawa perubahan kepada dunia dititipkan kepada kita,” kata Angela, suaranya lembut namun penuh keyakinan. Angin menerpa wajahnya, membuat rambutnya berkibar, namun ia tetap berdiri tegak, seolah terhubung dengan kekuatan yang lebih besar. Dharma, yang berdiri di sampingnya, memegang tangan istrinya erat-erat. “Ya, dunia yang semakin kacau ini memang membutuhkan seseorang yang membawa perubahan,” jawabnya, matanya memandang laut yang gelap. “Tapi, apakah kita benar-benar siap untuk tanggung jawab ini?” Angela tersenyum tipis, lalu menunjuk ke arah laut. “Lihatlah cahaya kehijauan yang terpancar di laut lepas!” serunya, meskipun matanya tetap terpejam. Dharma mengerutkan kening, berusaha mencari sinar yang dimaksud istrinya, namun kegelapan malam terlalu pekat. “Aku sama sekali tak melihat apapun,” katanya, suaranya penuh keheranan. Angela menarik tangan suaminya, mendesaknya untuk fokus. “Coba lagi, sayang. Gunakan hatimu, bukan matamu.” Dharma menutup matanya sejenak, mencoba menyelaraskan dirinya dengan insting istrinya. Tiba-tiba, ia tersentak. “Oh yeah! Aku bisa melihatnya!” serunya, jantungnya berdegup kencang. Di kejauhan, sebuah titik cahaya hijau zamrud bersinar lembut, mendekat bersama arus laut. Mereka berdua berdiri di tepi air, menanti dengan napas tertahan, seolah waktu telah berhenti untuk menyaksikan momen ini. Keranjang kecil itu akhirnya tersapu ombak ke pesisir pantai, tepat di depan Dharma dan Angela. Apakah ini kebetulan, atau memang takdir yang telah mengatur pertemuan ini dengan sempurna? Dharma berlutut, dengan hati-hati mengambil keranjang itu dari air. Di dalamnya, bayi kecil itu terbaring, tubuhnya memancarkan cahaya hijau yang perlahan meredup. “Anak ini memancarkan cahaya kehijauan di dalam tubuhnya! Apakah ini tidak apa-apa, sayang?” tanya Dharma, cemas. Ia segera melepas jaketnya dan membungkus bayi itu untuk melindunginya dari angin laut yang dingin. Angela mendekat, tangannya dengan lembut menyentuh wajah bayi itu. “Tenanglah, dia akan baik-baik saja,” katanya menenangkan. “Sepertinya ada Rune Power yang masuk ke dalam tubuh anak ini.” Meskipun ia bisa merasakan kehadiran rune itu, ia belum bisa memastikan jenis kekuatan apa yang kini bersemayam di dalam diri sang pangeran. Dharma mengerutkan kening, penasaran. “Tapi Rune Power apa, sayang?” Angela menggeleng pelan. “Yang terpenting saat ini adalah membawa dia ke dalam rumah. Kasihan, dia terombang-ambing di lautan, pasti dia kedinginan!” tegasnya. Dharma mengangguk, setuju. “Kau benar, sayang.” Mereka berdua segera bergegas kembali ke rumah sederhana mereka di Desa Pasundan, membawa keranjang bayi itu dengan penuh hati-hati. Malam itu, tak ada seorang pun di pesisir pantai selain mereka, seolah alam sendiri telah memastikan momen ini tetap rahasia. Di dalam rumah, Angela meminta suaminya mengambil selimut. “Tolong bawakan selimut, sayang! Dia kedinginan,” pintanya. Dharma tersenyum, berlari mengambil selimut sambil berkata, “Selimut datang, sayang! Hihi!” Ia menyerahkan selimut itu kepada Angela, yang dengan lembut mengganti jaket Dharma dengan selimut hangat untuk membungkus bayi itu. Namun, tiba-tiba Angela menyadari tingkah suaminya yang sedikit aneh. “Kenapa kau tadi tersenyum?” tanyanya, alisnya terangkat. Dharma duduk di samping istrinya, merangkulnya erat. “Coba kau bayangkan! Kita bertahun-tahun menikah, tapi kita belum mempunyai keturunan. Nah, apakah kau tidak merasa senang dianugerahi anak ini? Meski bukan anak kandung, bagaimana kalau kita angkat dia jadi anak kita… hihi,” jelasnya, wajahnya berseri-seri. Angela tersenyum, menyandarkan kepalanya di bahu suaminya. “Tentu saja, dia sudah dititipkan kepada kita, maka sudah kewajiban kita merawat dan menjaganya!” katanya, suaranya penuh kehangatan. Namun, tiba-tiba ia teringat sesuatu. Cahaya kehijauan yang memasuki tubuh bayi itu masih mengusik pikirannya. Ia melepaskan rangkulan suaminya dan dengan hati-hati meletakkan tangan kanannya di atas d**a sang bayi. “Sayang, diam lah sebentar! Aku ingin berkomunikasi dengan Rune yang ada di dalam tubuhnya,” pintanya, suaranya serius. Ruangan kecil itu menjadi sunyi senyap. Dharma menahan napas, menyaksikan istrinya yang kini memejamkan mata lebih dalam, seolah menyelami dunia lain. Angela, dengan kemampuan spiritualnya yang luar biasa, mulai memanggil roh yang menjaga rune itu. “Wahai Rune Guardian, jawablah jika kau mendengar ku…” bisiknya dalam hati. Dharma, tak ingin ketinggalan, dengan hati-hati menempelkan telunjuknya ke kening istrinya, menyalurkan energinya untuk terhubung dengan percakapan itu. Ia memejamkan mata, dan seketika, ia merasakan kehadiran yang kuat namun lembut. “Wahai Rune Guardian! Jika kau mendengar ku, hadirlah, hadirlah, hadirlah!” seru Angela dalam batinnya, suaranya penuh harap. Tiba-tiba, sebuah suara lembut namun berwibawa terdengar, disertai dengan kilauan cahaya kehijauan yang hanya bisa dilihat oleh mata batin mereka. “Ada perlu apa kau memanggilku?” tanya sosok itu, yang ternyata adalah seorang dewi, penjaga rune yang kini bersemayam di tubuh sang pangeran. “Wahai Rune Guardian, adakah alasan khusus kenapa anda merasuki raga anak ini?” tanya Angela dengan sopan, menjaga nada hormat dalam suaranya. Sang dewi menjawab dengan tenang, “Rune Guardian tidak berhak mengatakan alasan apapun kepada seorang manusia. Kami hanya mencari seseorang yang patut dan layak untuk menggunakan kekuatan kami.” Angela tak menyerah. “Apakah tidak ada cara untuk mempercepat penyatuan? Mengingat dia hanyalah seorang bayi,” pintanya, memohon pengertian. “Biarkan kami menyatu secara alami tanpa ada dorongan maupun paksaan. Kami berjodoh, maka dari itu tidak ada yang memisahkan kami kecuali maut!” jawab sang dewi, suaranya tegas namun penuh kebijaksanaan. Saat cahaya kehijauan itu mulai memudar, Angela buru-buru bertanya, “Rune jenis apa yang anda miliki, Dewi?” “Biarlah waktu yang menjawabnya,” jawab sang dewi samar, sebelum kehadirannya lenyap sepenuhnya. Dharma membuka mata, menghela napas. “Memang benar yang dia katakan, sayang. Lebih baik kita tahu sendiri. Toh, seiring waktu kita akan mengetahuinya juga,” katanya, mencoba menenangkan suasana. Angela mengangguk pelan. “Kau benar, sayang…” Namun, sebelum ia selesai berbicara, Dharma memotongnya dengan nada terkejut. “Lihat, sayang! Cahayanya mulai meredup!” serunya. Ia menunjuk ke arah bayi itu, di mana simbol aneh berbentuk huruf “W” berwarna hijau muncul di keningnya. “Simbol Rune mulai muncul di kening bayi itu! Simbol apa itu?” Angela memfokuskan penglihatan batinnya, dan tiba-tiba ia tersentak. “Tunggu… aku melihat sayap yang menutupi tubuhnya! Sayap itu seakan memeluk tubuhnya. Rune apa ini sebenarnya?” serunya. Dalam visinya, ia melihat enam sayap hijau zamrud yang melingkupi tubuh sang pangeran, melindunginya seperti pelukan seorang ibu. Namun, hanya Angela yang bisa melihat keajaiban itu. Dharma mengerutkan kening. “Sayap? Apa ada Rune yang seperti itu? Lagi pula, hanya kau yang memiliki sixth sense yang bisa melihatnya.” Ia berpikir sejenak, lalu wajahnya berseri. “Hey! Bagaimana kalau kita beri nama anak kita ‘Wing’, karena dia mempunyai sayap?” Angela tersenyum, setuju. “Sepertinya itu nama yang cocok untuk dia.” Tiba-tiba, Dharma teringat sesuatu. “Sayang, bukankah tadi dia memakai kalung?” tanyanya, mengeluarkan sebuah kalung dari saku celananya dan menyerahkannya kepada Angela. Angela memegang kalung itu, dan seketika ia merasakan getaran energi yang kuat. “Aku merasakan Rune Power tersimpan di dalam kalung ini,” katanya, suaranya penuh kewaspadaan. Ia memeriksa kalung itu lebih dekat, dan tiba-tiba ia tersentak. “Lihatlah lambang kalung ini! Apa mengingatkanmu akan sesuatu?” tanyanya, memperlihatkan kalung itu kepada suaminya. Dharma menatap kalung itu, dan wajahnya memucat. Lambang itu—sebuah mahkota dengan dua sayap terbuka di sisinya—adalah simbol keluarga kerajaan Glory. “Kalung ini… milik keluarga Glory. Mungkinkah dia anak dari keluarga itu? Dan Rune Power ada di dalam kalung itu! Apa yang terjadi sebenarnya?” gumamnya, pikirannya dipenuhi kenangan masa lalu ketika ia pernah bertugas sebagai prajurit di kerajaan Mirror Heart sebelum memilih hidup sederhana di Pasundan. Angela meletakkan tangan di pundak suaminya. “Sudahlah. Masa lalu mu bersama keluarga Glory tak perlu diungkit lagi, kan?” katanya lembut, mencoba menenangkan. “Yang terpenting sekarang adalah anak ini. Dia dititipkan kepada kita, dan kita akan merawatnya seperti anak kita sendiri.” Dharma mengangguk, meskipun matanya masih dipenuhi kebingungan. “Nama anak ini adalah Wing Glory,” tegas Angela, dan Dharma hanya mengangguk setuju, wajahnya penuh tekad untuk melindungi anak itu. ——— Malam itu, di rumah kecil mereka, Angela dan Dharma duduk di samping keranjang Wing, menjaga anak itu yang kini tertidur lelap. Cahaya hijau di tubuhnya telah meredup, namun simbol “W” di keningnya tetap terlihat samar, seolah menjadi tanda bahwa takdir besar menantinya. Angela merenung, memikirkan apa yang ada di benak pemilik Rune Phoenix saat ia memutuskan untuk membiarkan pangeran ini mengapung sendirian di laut. Mungkinkah dia tahu atau insting saja bahwa laut akan membawa anak ini ke tangan yang tepat? Mungkinkah ia sengaja menyerahkan nasib pangeran kepada kehendak alam, percaya bahwa takdir akan melindunginya? Di kejauhan, di kerajaan Mirror Heart yang kini dikuasai Sir Alex Mercury, suasana penuh kegelapan. Bendera kerajaan telah dibakar, dan tawa pengkhianat menggema di aula istana. Namun, di tengah kemenangan mereka, ada bisikan tak terucapkan—sebuah kekuatan baru telah lahir, tersembunyi di pesisir Desa Pasundan, menanti waktu untuk bangkit. — Epilog — Jauh di laut, kapal yang membawa Raja Vince Glory dan sisa-sisa pasukannya terus berlayar, mencari tempat untuk memulai kembali. Di hatinya, Raja Vince masih meratapi kehilangan Scout dan kerajaannya, namun ia tak tahu bahwa di pesisir Desa Pasundan, putranya, Wing Glory, telah menemukan tempat yang aman. Di bawah bimbingan Angela dan Dharma, pangeran cilik itu akan tumbuh, membawa harapan baru bagi Mirror Heart dan dunia yang telah jatuh ke dalam kegelapan. Takdir telah menetapkan jalannya, dan waktu akan mengungkap rahasia rune yang kini bersemayam di dalam dirinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD