Bab 1: He’s like Mr. Grey ?

1430 Words
*** Uang adalah segalanya. Seseorang bisa melakukan apa pun karena uang. Seseorang bisa terjebak di jalan salah karena uang. Semua orang punya masalah dengan uang, kecuali orang kaya. Karena uang, di sinilah Ayana Rosselyn. Berdiri di depan rumah mewah di Fifth Avenue. Ayana merasa gugup. Ini pertama kalinya ia menjadi agen bersih-bersih. Ada banyak hal yang membuat dia cemas. Dia takut kalau-kalau tuan rumah tidak menyukainya lalu memecatnya dengan tidak terhormat. Ayana masih berdiri di depan pagar saat seseorang mendekatinya. Wanita yang kira-kira berusia 40 tahunan, memakai baju longgar, sedikit gemuk, dan memiliki rambut gimbal. Kulitnya hitam membuat dia terlihat seperti penyanyi rap di mata Ayana.  "Agen bersih-bersih?" Wanita itu langsung bertanya sambil membuka pagar rumah. "Benar. Apa kau istri Mr. Sean?" Pertanyaan Ayana sontak membuat wanita itu tertawa kecil. "Ya Tuhan, ucapanmu membuatku geli. Mr. Sean adalah atasanku. Kenalkan namaku Naomi, aku adalah penjaga rumah tuan Seavey Sean. Maksudku aku datang hanya mengecek rumah ini setiap pagi." Ayana belum pernah melihat sosok Seavey Sean. Dia pikir pria kaya itu mungkin sudah tua? Ayana masih mengamati Naomi yang melanjutkan kalimatnya, "Oh ya, Tadi tuan berpesan padaku kalau hati ini akan ada agen bersih-bersih yang akan datang. Jadi aku disuruh membimbing apa yang harus kaulakukan di sini." Ayana mengangguk-angguk sembari mengikuti langkah wanita itu. Naomi cukup ramah. Ayana merasa nyaman berbicara dengan wanita itu. "Namaku Ayana. Aku adalah salah mahasiswi fakultas bisnis di Universitas Long Island Brooklyn," jelas Ayana. Mereka berbicara tanpa memperkenalkan diri. Jadi Ayana berinisiatif memulai memperkenalkan dirinya. Naomi tersenyum kecut saat Ayana mengenalkan dirinya dengan polos. Wanita itu tampak meragukan Ayana. Bisakah gadis itu bertahan di rumah Seavey? Faktanya, banyak gadis kapok menjadi agen bersih-bersih di rumah itu. "Kuharap kau tetap menjadi mahasiswa setelah bekerja di sini." Naomi menatap serius ke arah Ayana. Kalimat itu agak menakutkan seakan Seavey Sean adalah pembunuh berantai? Atau mungkin pecandu narkoba? Ayana merinding membayangkan spekulasi yang menggantung di dalam otaknya. "Apa maksudmu bicara begitu? Apakah Mr Sean seorang psikopat atau semacamnya?" Ayana merasa sesuatu membuat paru-parunya terguncang. Membuat merasa ngeri untuk sekadar memikirkan bagaimana karakter seorang Mr. Sean. "Apa kau terbiasa dengan seks?" Ayana punya pacar. Dia tidak akan membicarakan privasi-nya, namun jika dia hendak melakukan itu dia tentu melakukannya hanya karena orang sekelilingnya seperti itu. Hanya perihal budaya saja. "Apa itu pertanyaan?" Ayana masih cukup waras untuk tidak terjebak dengan pertanyaan itu. Ada banyak pertanyaan suci di dunia ini. Mengapa Naomi menanyakan hal kotor semacam itu. Lagipula Ayana belum mau mengenal dunia semacam itu. Ada baiknya untuk tidak membicarakan hal pribadi kepada orang asing Naomi menyeringai. "Tentu saja itu pertanyaan. Kau mungkin merasa terhina dengan hal itu. Ketahuilah bahwa pertanyaan itu sangat penting bagi agen bersih-bersih di rumah tuan Seavey." Naomi menghela napas, dia mengalihkan perhatian ke arah rumah bertingkat milik Seavey. Tidak banyak orang yang bisa mendapatkan rumah mewah di pusat kota New York. Dan Seavey berhasil mewujudkan itu. "Tuan Seavey dan keluarganya memiliki hubungan yang buruk. Selain itu, dia punya kehidupan seksual yang buruk. Dia membawa wanita berbeda setiap malamnya di rumah. Dia pemain perempuan. Setidaknya rumor itulah yang kutahu. Kau hanya perlu diam di kamarmu. Jangan bertemu tuan kalau kau tidak mau berurusan dengan dia. Cukup bersihkan rumahnya lalu bersembunyilah." Ayana merasa sulit menelan air liurnya. Kenyataannya adalah Ayana sudah berurusan dengan Seavey si pemain perempuan itu. "Aku akan mengingat saranmu. Namun kurasa pria seperti Mr. Sean tak akan tertarik dengan gadis bau cucian kotor sepertiku," balas Ayana sambil sumringah. "Biasanya nafsu tak memandang hal semacam itu," celoteh Naomi. Ayana tak membalas sehingga Naomi tidak lagi membicarakan Seavey. Naomi mengalihkan pembahasan dengan menjelaskan rumah tuan Seavey. Apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Naomi juga memberitahu tentang ruang khusus tuan Seavey di lantai dua. Naomi menegaskan agar Ayana tidak memasuki ruangan itu. "Ruang rahasia? Astaga, Mr Sean terdengar seperti Mr Grey. Memangnya di dalam sana ada cambuk?" "Mengetahui isi ruangan sama artinya menyerahkan nyawamu. Lebih baik kau tak usah banyak mencari tahu. Tujuanmu di sini hanya untuk bekerja," tegas Naomi. Ayana memutar bola matanya. "Baiklah, aku akan segera membersihkan rumah ini. Jadi, tinggalkan aku sendiri biar aku tenang." Naomi mengerutkan alis sekilas. Sekali lagi, Naomi mengingatkan agar Ayana tak berurusan dengan Seavey. Dan Ayana merasa bagaikan dicekoki rasa takut oleh wanita itu. "Kau sudah mengatakannya lebih dari sekali. Ketahuilah, aku bisa menjaga diri." Setelah mengatakan ini, Naomi akhirnya menyerah dan segera pamit pergi setelah mengambil nomor telepon Ayana. Tindakan Naomi membuat Ayana merasa diperlakukan seperti anak kecil. Ayana sendirian. Dia melangkah ke gudang dan mengambil peralatan bersih-bersih. Ayana cukup ahli dalam membereskan rumah. Tetapi tetap saja, dia menyelesaikan pekerjaan itu sampai malam hari karena rumah Seavey sangatlah besar. Beruntung hari ini tak ada jadwal kuliah jadi Ayana tidak terlalu repot untuk bolak-balik kampus. Malamnya ketika Ayana berbaring di ranjang kamar yang disediakan untuknya, Ayana mendengar suara obrolan di luar kamar. Ayana melepas earphone yang terpasang di telinganya. Mematikan lagu despacito yang ia putar lalu mengintip ke arah luar kamar. Dari jauh ia bisa melihat lelaki berjas hitam dan satu gadis pirang yang tengah berdebat dengan pria itu. "Aku mau kita berpacaran lagi, Sea. Aku mencintaimu." "Benarkah? Sungguh, aku terpukau mendengarnya, Summer." Ayana mengamati dari pintu kamarnya. Tadi dia sempat menonton televisi. Dia suka serial drama. Menyaksikan Seavey dan gadis itu bertengkar membuat Ayana merasa seperti menonton serial romantis. Ayana menghayati pertengkaran dua orang itu. Sampai tidak sadar dia malah membuka pintu kamarnya lebar. Uhh, gadis bodoh. "Siapa kau?" Terlambat sudah. Ayana dipergoki ketika dia berbalik untuk menutup pintu kamarnya. Suara berat itu bertanya dengan sangat tajam. Ayana mendongak sampai menyaksikan sorot mata biru lelaki itu sedikit melemah. Berubah menjadi tatapan datar. "Maaf aku mengganggu ketenangan kalian. Namaku Ayana, agen pembersih rumah yang baru." Seavey hanya menganggukkan kepala. Tidak peduli Summer tengah jengkel padanya. "Oh, agen pembersih. Tepat sekali kalau begitu. Hei, kau agen pembersih. Suruh dia pergi dari rumahku. Aku mau ke atas." Seavey memerintah lalu mengambil langkah cepat menaiki tangga. Ayana mendekati gadis pirang yang tadi mengobrol dengan Seavey. "Apa aku harus mengantarmu keluar? Aku tidak bermaksud mengusirmu atau berlaku tak sopan. Di sini aku hanya bawahan. Aku tidak berkuasa. Dia memintaku mengeluarkan kau dari rumah ini." Ayana berusaha membuat Summer mengerti. Di sisi lain, Summer menampakkan mimik masam. "Aku tahu. Biasanya yang jadi agen pembersih hanyalah gadis miskin. Takdirmu memang hanya untuk jadi pesuruh." Summer sinis. Dia melangkah mendekati Ayana dengan langkah elegan. "Maaf! Kau bilang apa? Kau menghakimi takdirku? Siapa namamu? Beraninya kau--," Ayana ingin sekali merobek mulut wanita itu. Dia memang gadis miskin tetapi dia tidak senang disebut pesuruh. "Summer Rae. Panggil saja Summer. Siapa namamu? Bagaimana pun aku pasti membutuhkanmu suatu hari," ujar Summer. Ayana tidak menjawab. Dia malah melipat tangan di depan d**a. Sialnya adalah berkas biodata Ayana ada di meja yang tak jauh dari Summer. Dokumen itulah yang menjelaskan nama dan asalnya dari Singapura. "Aku sudah menebak kau adalah gadis Asia. Tadinya kupikir orang Filipina. Ternyata Singapura." Summer mengernyit. "Bukan hanya Singapura. Aku kecil di Indonesia. Tepatnya di Bali," sela Ayana. Entahlah, ada kebanggaan saat menyebut provinsi Bali. Summer mengibas rambutnya. Ayana bisa menangkap sesuatu pada Summer. Dia melihat kalau wanita itu adalah perempuan gila harta atau begitulah wanita itu terlihat. Donatella Versace yang ia kenakan, tas Louis Vuitton, dan sepatu hak tinggi Stuart Weitzman itu menjelaskan kehidupan materialis wanita itu. Summer dan Ayana saling melempar senyum. Senyum sinis pastinya. "Kau harus keluar dari sini. Mr Sean tak mau kau di sini!" Dengan keberanian yang luar biasa Ayana mencengkram tangan Summer. "Lepaskan tangan kotormu, agen pembersih! Kau melecehkan tubuhku!" Ayana tidak peduli wanita itu berontak. Dia tetap berusaha untuk membawa Summer keluar rumah. Namun, Seavey mendadak muncul. "Sekarang kau masuk kamarmu saja, Agen pembersih! Biarkan dia ke sini." Seavey berujar dari lantai atas. Ayana mengangguk. Lagi-lagi matanya menyaksikan tubuh Seavey yang kini bertelanjang d**a. Dia punya postur tubuh yang menarik. Otot dadanya besar dan Ayana menduga pria itu jago olahraga. Ayana tidak menapik kalau Seavey memang tampan. Siapa pun tak akan menolaknya. Hanya saja, lelaki itu terkesan playboy dari luar. Membuat Ayana mengingatkan dirinya untuk jauh dari pria itu. Dia harus memasang alarm agar tak mendekatinya. "Dasar agen pembersih murahan Lihat sendiri 'kan, aku dan Seavey memang saling mencintai," ketus Summer sambil berjalan naik tangga. Ayana mencomel. "Kenapa menyuruhku mengusirnya kalau memang mau bersenang-senang? Dasar pria kaya berengsek!" Ayana terlalu kesal. Dia melangkah kasar masuk ke kamarnya. Menyalakan lagu despacito kembali sambil mengirim pesan untuk kekasihnya Justin. Kenyataan lainnya adalah dia sudah punya pacar jadi dia tak akan jatuh cinta pada Seavey. Benar, bukan? Seavey hanyalah bos kaya yang b******n. Dan Ayana tidak menyukai pria semacam itu. Tidak akan ada yang berubah. Oh, setidaknya itulah pikiran Ayana sekarang. See u next time Instagram @sastrabisu dan @erwingg__
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD