1. Della

1792 Words
Bel pertanda istirahat di SMA Bulan Bintang berbunyi nyaring dan disambut antusias seluruh siswa yang segera berhamburan keluar kelas setelah guru pembimbing keluar terlebih dahulu. Suasana kelas seketika menjadi sunyi karena telah ditinggalkan oleh penghuninya entah itu ke kantin, perpustakaan maupun gudang belakang sekolah yang sering digunakan para siswa pembuat onar berkumpul. Tapi tidak untuk kelas XII IPA-2 yang ternyata masih dihuni seorang siswi berambut hitam lurus sebahu tepatnya di kursi paling belakang barisan pertama dekat jendela. Dialah Adara Fredella Hadiwinata, salah seorang siswi di sekolah ini yang tergolong sebagai siswa nerd yang tidak suka membuat masalah apalagi sampai masuk ke ruangan keramat bertuliskan Ruang BK di depan pintunya. Tapi meski begitu, Della bukanlah termasuk siswa lemah yang sering dibully dan dijauhi teman. Dia tidak pernah sekalipun diganggu oleh siswa lain karena ayahnya merupakan salah satu donatur di sekolah ini. Sayangnya itu dulu, sebelum empat bulan lalu perusahaan ayahnya bangkrut dan keluarga kecilnya jatuh miskin. Semua aset berharga milik ayahnya termasuk rumah, mobil dan beberapa villa disita bank karena mereka tidak mampu membayar hutang perusahaan yang sangat besar. Akhirnya mereka harus tinggal di sebuah rumah kecil yang terletak di kompleks perumahan sederhana. Rumah itu adalah satu-satunya peninggalan dari orang tua ayahnya. Bagai pepatah 'sudah jatuh tertimpa tangga juga' Della dan keluarganya harus kembali menerima kenyataan pahit yang beribu-ribu kali lebih menyakitkan saat ayahnya mengembuskan napas untuk terakhir kalinya setelah mengalami serangan jantung karena tidak kuat memikirkan keadaan perusahaan yang dibangunnya dari nol telah hancur tak tersisa. Sejak itu semuanya berubah. Della tak lagi berangkat sekolah diantar ayahnya sampai depan sekolah dengan usapan lembut di puncak kepalanya dari tangan lembut ayahnya sebelum masuk gerbang sekolah. Della tak lagi bisa ikut beberapa bimbingan belajar yang selama ini selalu diikutinya bersama sahabat-sahabatnya. Della harus memikirkan tujuh kali dulu sebelum menggunakan uangnya yang kini sepeserpun terasa sangat berharga. Dan untuk mendapatkan uang itu bundanya harus berjualan gado-gado di depan rumah mereka dan Della sendiri bekerja paruh waktu di sebuah cafe dekat sekolahnya. Ya, semua tak lagi sama seperti empat bulan lalu. Bahkan sekarang teman-teman sekolahnya kini telah menjauh dan memandang dirinya dengan tatapan meremehkan saat berpapasan dengannya. Bahkan tidak sedikit yang dengan terang-terangan merendahkan dirinya di depannya langsung. Tapi ia merasa beruntung karena masih bisa bersekolah di sini meski melalui jalur beasiswa prestasi yang diikutinya tiga bulan lalu. Dan keberuntungannya yang lain adalah karena ia masih memiliki sahabat yang dengan tulus menemaninya dalam keadaan seperti ini meski ia juga kecewa kedua sahabatnya yang lain berbalik memusuhinya. Della masih termenung memikirkan semua kejadian yang telah dialaminya belakangan ini sambil menatap keluar jendela yang langsung tertuju pada lapangan basket di bawah sana. Drrrt... Benda pipih berbentuk segi empat diatas meja Della bergetar singkat menandakan ada pesan masuk. Della segera mengusap layar ponsel itu. Sebuah pesan WA masuk. Itu adalah pesan grup yang dibuat khusus sahabat-sahabatnya yang beranggotakan lima orang karena dua orang lainnya telah keluar. Rere: Yang udah di kantin ping dong... Gery: Ping Alan: Ping Amel: Re, lo kemana? Amel: Kok ninggalin gue gitu aja sih padahal gue masih di toilet :'( @Rere Zen: Gue masih di lobi nih Maklum resiko orang ganteng ;) Rere: Gue bakal pastiin pulang sekolah nanti kegantengan lo sama kayak panci di dapur gue yang udah penyok kalo lo gak segera ninggalin fans gila lo itu! @Zen Zen: Iya, sayang Jangan marah dong kan bercanda... @Rere Rere: sejak kapan gue sayang-nya lo? Gue masih setia sama kak Nathan, tau??!!! @Zen Zen: punya pacar Om Om aja bangga Rere: ZEN!!! Awas lo!!! Zen: ih atuut Zen: tapi boong wkwk Gery: nyonya macan ngamuk! Rere: Della belum disitu? Alan: belum, nih... Apa gue jemput di kelasnya aja, ya? Della: gak usah, Lan Aku gak ke kantin dulu ya lagi mau di kelas aja Alan: kenapa sih, Del? Lagi ada masalah? Rere: Kenapa sih? Gak seru kali gak ada lo ;( Gery: iya gak seru kali gak ada Della Abang Gery jemput deh... Amel: Della,lo marah karena gue gak balik ke kelas dari tadi? Ya udah gue balik ke kelas deh sekarang "Della!" Suara berbarengan dari dua gadis yang sangat Della kenal itu menghentikan jemari Della yang baru mau membalas pesan grup. Della mendongak dan benar saja kedua sahabatnya itu telah berdiri di samping mejanya. Gadis berambut ekor kuda tengah menatapnya sambil menyilangkan tangan di depan d**a sementara gadis berambut ikal tergerai berdiri dengan tatapan lembut. Della membalas tatapan mereka dengan tersenyum kecil. "Kenapa lo nggak mau ikut ke kantin?" tanya gadis ekor kuda bernama Rere. "Aku–" "Lo marah karena gue tinggal?" potong gadis satunya lagi yang langsung duduk di kursi sebelah Della. "Bukan gitu, Amel. Sejak kapan aku marah cuma karena itu?" ucap Della sambil tersenyum. "Makanya itu sejak kapan lo marah karena masalah nggak penting?" sahut Rere. "Aku cuma mau makan di kelas aja lagian aku bawa bekal kok," elak Della sambil mengalihkan pandangannya dari mereka berdua. Wajahnya berubah murung. "Lo bohong, Del!" "Nggak, Re. Ngapain aku bohong?" sanggah Della. "Kalo lo nggak bohong, nggak mungkin menghindari tatapan kita," sahut Amel. Sebenarnya Della memang berbohong tapi tak sepenuhnya bohong karena ia memang membawa bekal dari rumah. Tapi bukan itu alasannya ia tak ingin bergabung dengan sahabat-sahabatnya di kantin. Tatapan mencemooh itulah yang membuat dia tidak ingin keluar dari kelas apalagi sahabat-sahabatnya tidak ada yang sekelas dengannya hanya Amel yang kelasnya bersebelahan dengannya. "Udah ah yuk kita ke kantin, Del. Yang lain udah pada nungguin," ajak Rere sambil menarik tangan Della. "Tapi aku–" "Nggak ada tapi tapian Della. Amel ambil bekal Della cepetan," ujar Rere sambil terus menarik tangan Della. Mau tak mau Della menurut juga karena dia tahu tidak ada gunanya menolak ajakan Rere mengingat sifat Rere yang tidak suka dibantah. Amel pun segera mengambil bekal Della dan menyusul mereka yang sudah mencapai pintu. Della hanya bisa menunduk saat mereka berjalan menuju kantin pasalnya banyak pasang mata yang menatapnya seolah dirinya adalah virus yang harus dihindari. Bahkan tak sedikit yang berbisik-bisik. Della segera duduk di samping Rere begitu sampai di kantin. Di meja itu sudah duduk Alan, Zen, dan Gery yang sedang ngobrol. Alan yang mengetahui Della sudah di depannya hanya menatap Della lembut. Sementara Amel segera menarik Gery untuk memesan makanan setelah meletakkan kotak bekal Della. "Lo kenapa sih, Del? Akhir-akhir ini suka banget menyendiri di kelas. Ada masalah?" tanya Alan sambil menyentuh lengan Della pelan. "Aku nggak apa-apa, Lan," jawab Della sambil tersenyum. "Della, kita sahabat lo kan?" tanya Rere. Della mengernyit menatap Rere lalu mengangguk pelan. "Ya udah lo cerita ke kita kali ada masalah." Della menatap Rere lama. Lalu ia juga menatap Alan dan Zen yang masih menunggu jawabannya. Sebenarnya Della juga bingung harus mengatakan apa karena ia sendiri juga bingung kenapa belakangan ini merasa perlu menghindari kelima sahabatnya itu. Della hanya merasa ia tak seberharga dulu saat semuanya belum berubah. Della hanya merasa tidak pantas berteman dengan mereka dengan keadaannya yang sekarang. "Del." Alan mengusap lengan Della pelan. Della mendongak lalu menoleh ke sekeliling kantin yang dipenuhi para siswa yang menatapnya tajam dan merendahkan. Della hanya bisa menunduk lagi. Alan yang dari tadi mengikuti arah pandang Della segera mengetahui apa yang dipikirkan Della. "Karena mereka?" tanya Alan. Della mengernyit belum paham maksud pertanyaan Alan. "Lo menghindari kita karena teman-teman sekolah kita?" Della tertegun. Sejak dulu memang hanya Alan yang selalu tahu apa yang ada di pikirannya. Ia hanya menatap bola mata Alan lama. Dan Alan sendiri langsung tahu tanpa ia menjawabnya. "Beneran karena mereka, Del?" tanya Rere. Della menggigit bibir bawahnya. "Aku hanya ngerasa nggak pantas aja sama kalian," ucap Della pelan. Ketiga sahabatnya hanya saling menatap. Mereka sangat tahu keadaan Della saat ini jadi mereka juga memahami apa yang dirasakan sahabat mereka yang paling pendiam itu. "Sejak kapan lo mikirin tentang pantas dan enggaknya dalam berteman, Del?" Kali ini yang bicara Amel. Della bahkan tidak menyadari kedatangan Amel yang sudah meletakkan pesanan mereka di atas meja. "Tapi dulu dan sekarang keadaannya beda," ucap Della. "Apanya yang beda, Del? Kita masih sama kayak dulu nggak ada yang berubah," sahut Rere. "Tapi statusku–" "Ayolah Della. Lo tau kita nggak pernah beda-bedain status. Lo sendiri yang ngajak gue berteman sama lo waktu MOS dulu meskipun lo tau gue cuma anak seorang tukang bakso yang mangkal di pinggir jalan. Tapi lo tetep mau temenan sama gue walaupun lo saat itu masih kaya. Lo yang ngajarin itu, Del. Kalo lo nggak ngajarin itu mana mungkin gue sahabatan sama kalian kalian," ucap Amel panjang lebar. Della menatap Amel yang kini sudah merangkul pundaknya. Matanya mulai berkaca-kaca. "Dan kalo masalah teman-teman yang udah mulai berani nge-bully lo, serahin aja sama gue dan Zen, mereka bakal dapet pelajaran setimpal!" sahut Gery bersemangat. "Dan Alan bakal jadi bodyguard lo kemana pun lo pergi secara kan Alan cinta mati sama lo," sambung Zen yang langsung dibalas pelototan Alan dan cekikikan Amel, Rere, dan Gery. "Dan lo nggak usah mikirin si kembar Ana Ani yang berbalik musuhin lo. Bukan lo yang nggak pantas jadi sahabat mereka tapi mereka yang nggak pantas dapet sebutan sahabat dari kita," sahut Rere sambil menatap tajam kearah Ana Ani yang duduk di pojok kantin bersama geng Aurel yang memang sudah memusuhi Della sejak masuk ke sekolah ini. Setitik air jatuh dari pelupuk mata Della. Dia benar-benar merasa terharu dengan sikap kelima sahabatnya yang mau tulus menerimanya apa adanya. "Makasih kalian emang sahabat baik," ucap Della menahan tangis. Amel dan Rere memeluk Della. "Udah ah nggak usah melow melow gini gue nggak suka mending kita makan aja yuk keburu bel lagi,"ucap Rere dibalas anggukan yang lain. Akhirnya mereka menikmati makan siang mereka bersama bahkan mereka tak segan-segan mengambil Bento yang dibawa Della dari rumah. Memang sejak dulu bahkan saat masih berkecukupan Della sering membawa bekal dari rumahnya dan sengaja meletakkan kotak bekalnya di tengah meja agar semua sahabatnya bisa ikut memakan bekalnya. Riana, bunda Della memang sering membuatkan bekal untuk Della karena makanan yang dibuat sendiri lebih sehat. Sifat Della yang lembut, jujur dan selalu membagi apapun yang dimilikinya dengan sahabat-sahabatnya membuat mereka merasa beruntung memiliki sahabat seperti Della. Apalagi Della memang tergolong murid berprestasi yang sering mengharumkan nama sekolah lewat berbagai olimpiade yang diikutinya. Karena itu Della sangat berharga bagi mereka terutama bagi Alan yang memang sejak setahun lalu perasaan yang dimilikinya pada Della berubah berwarna merah muda. Dan Alan selalu menunjukkan secara terang-terangan perasaannya itu melalui sikap perhatiannya pada Della meski Della tampak tak menanggapi. Dan Della sendiri bukannya tak tahu perasaan Alan padanya hanya saja yang ia rasakan pada Alan sama dengan yang dirasakan pada sahabat lainnya sehingga dia tak tahu harus bagaimana menanggapi sikap Alan tanpa harus menyakiti hatinya. Dan akhirnya Della memutuskan untuk membiarkan semuanya berjalan apa adanya saja dan mungkin itu yang terbaik baginya maupun Alan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD