PROLOG I

548 Words
Hujan deras mengguyur kota, menyamarkan jejak darah dan mesiu yang baru saja mewarnai jatuhnya kekuasaan Cassano. Di halaman belakang mansion megah milik Don Reyner, sebuah mobil van hitam berhenti. Pintu belakang terbuka kasar. Ashvin Cassano diseret keluar. Pewaris tunggal Don Cassano itu tidak terlihat seperti orang yang memohon ampun. Meski kedua tangannya terikat kuat ke belakang dan sudut bibirnya robek mengeluarkan darah, dagunya tetap terangkat. Rambut hitamnya yang bergaya messy curtain basah kuyup, menempel di dahi, membuat tatapan mata abunya terlihat semakin tajam, seperti badai yang tenang namun mematikan. "Jalan!" bentak salah satu anak buah Reyner, mendorong punggung Ashvin dengan laras panjang. Ashvin tidak merespons. Dia melangkah dengan dingin, seolah dia adalah tamu kehormatan, bukan tawanan perang yang baru saja kehilangan segalanya. Tato ular kobra di leher kirinya berkilat terkena cahaya lampu sorot taman, satu-satunya tanda identitas yang tersisa dari kebanggaannya. Mereka membawanya turun. Melewati lorong-lorong mewah, menembus pintu baja tebal, menuju area bawah tanah yang dingin dan lembap. Basement mansion Reyner bukan sekadar gudang; ini adalah penjara pribadi. Bruk! Ashvin didorong hingga berlutut di lantai beton yang dingin. Di depannya, duduk di sebuah kursi kulit tua, adalah pria yang telah menghancurkan hidupnya malam ini: Don Reyner. "Ashvin Nathair," suara Don Reyner bergema, berat dan penuh kemenangan. "Ayahmu berjuang sampai akhir. Kematian yang bodoh, tapi terhormat." Rahang Ashvin mengeras. Urat-urat di lehernya menegang di sekitar tato kobranya. "Bunuh aku sekarang, Reyner. Sebelum aku merobek lehermu dengan gigiku sendiri." Don Reyner tertawa kecil, dengan suara yang kering. Dia berdiri, berjalan mendekati Ashvin, lalu menunduk untuk menatap mata pemuda itu. Dia melihat api kebencian yang murni di sana. Bukan ketakutan, melainkan dendam. Dan itulah yang dia butuhkan. "Membunuhmu?" Reyner menggeleng pelan. "Itu terlalu mudah. Dan sia-sia. Aku melihat caramu bertarung tadi. Kau membantai sepuluh orangku sendirian sebelum kehabisan peluru. Ketangkasan seperti itu... sayang jika dibuang ke liang kubur." Ashvin meludah ke samping, tepat di dekat sepatu mahal Reyner. Sifatnya yang kejam dan tidak patuh sudah mendarah daging. "Kau punya pilihan, Nak," lanjut Reyner, mengabaikan penghinaan itu. "Mati menyusul ayahmu malam ini, atau hidup sebagai anjing penjagaku." "Aku lebih baik mati," desis Ashvin. "Bahkan jika tugasmu adalah menjaga satu-satunya hartaku yang paling berharga?" sela Reyner cepat. Matanya menyipit licik. "Putriku. Siena." Nama itu asing di telinga Ashvin, tapi dia tahu reputasinya. Anak emas Reyner. Titik lemah sang Don. "Ancaman terhadapku makin banyak sejak aku mengambil alih wilayah ayahmu," Reyner kembali duduk, menyalakan cerutu. "Tiga pengawal saja tidak cukup. Aku butuh monster untuk menjaga putriku dari monster lain. Dan siapa yang lebih baik menjadi monster itu daripada pewaris Cassano yang terkenal dingin?" Hening sejenak. Hanya suara tetesan air yang terdengar. "Aku akan memberimu kalung rantai, Ashvin," ucap Reyner final. "Kau akan menjadi bayangannya. Jika sehelai rambut Siena jatuh, kau akan disiksa. Jika dia terluka, kau mati. Tapi selama dia hidup, kau tetap bernapas untuk merencanakan balas dendammu yang menyedihkan itu." Ashvin menatap lurus ke arah musuhnya. Dalam kepalanya, dia sudah membayangkan seribu cara untuk membunuh Reyner. Tapi untuk melakukan itu, dia harus hidup. Dia harus masuk ke dalam jantung keluarga ini. "Dan jika aku membunuh putrimu?" tanya Ashvin, suaranya rendah dan berbahaya. Reyner tersenyum tipis, senyum yang mengerikan. "Kau tidak akan melakukannya. Karena begitu kau melihatnya, kau akan sadar... dia adalah satu-satunya hal di rumah ini yang tidak berlumuran darah dan dosa."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD