Bagian 17

1066 Words
Saat ini Akhtar dan Afifa sudah berada di mobil yang di bawa oleh Akhtar tadi. Akhtar dan Afifa sama-sama duduk di belakang, tapi mereka seperti orang asing karena mereka sama-sama diam tak berucap. Hening. Akhtar memilih untuk menatap jendela yang ada disampingnya. Menikmati keindahan kota Malang yang selalu dipenuhi oleh beberapa kendaraan. Sedangkan Afifa, ia malah memainkan ponselnya. Merasa dari tadi Afifa hanya memainkan ponselnya, akhirnya Akhtar menoleh ke arah Afifa. "Kamu lagi ngapain dek? " tanya Akhtar. "Ini saya lagi chat sama David, PACAR SAYA" jawab Afifa dengan menekan kata-kata Pacar Saya. Akhtar hanya bisa mengangguk dan mengelus d**a sabar. Ia harus kuat menghadapi Afifa. Ia tahu ini hanya masalah waktu saja. Ia yakin suatu saat nanti Afifa akan membalas cintanya. Tiba-tiba rasa sakit dipinggang Akhtar mulai menyerang kembali. Ia memegangi pinggangnya yang terasa sakit. Ia mencoba untuk menahannya agar Afifa tidak mengetahui tentang penyakitnya. Akhtar beristighfar didalam hati. Mencoba untuk tenang. Perlahan-lahan sakitnya itu menghilang. Beberapa menit kemudian, akhirnya mereka berdua sampai di kediaman Akhtar. Mereka langsung memasuki rumah yang dominan dengan warna putih dan abu-abu dengan mengucapkan salam. "Assalamu'alaikum" ucap Akhtar. "Wa'alaikumussalam" jawab Bi Inem. "Selamat ya Den, Non. Saya seneng lihat kalian sudah menikah" "Makasih Bi" jawab Akhtar. "Oh ya Bi. Mama sama papa kemana? Kok di rumah ini kayak sepi gitu? " tanya Akhtar saat rumahnya terasa sepi sekali. "Tadi nyonya sama tuan katanya mau pergi ke laur negeri" "Lho kenapa? " "Katanya mereka mau pindah rumah supaya rumah ini ditempati sama den Akhtar dan non Afifa. Jadi selama mereka belum dapat rumah baru, mereka tinggal di luar negeri" jelas Bi Inem. Dalam hati Akhtar, ia sedikit merasa sedih karena orang tuanya tidak ada di rumah. Di satu sisi, ia juga merasa bahagia karena orang tuanya tidak akan tahu kedok sebenarnya tentang Afifa. "Makasih ya Bi. Kalau gitu kita mau istirahat dulu di kamar" setelah mengatakan itu, Akhtar menggandeng tangan Afifa untuk di bawa ke kamarnya yang ada di lantai dua. Setelah mereka sampai di depan pintu, Akhtar langsung membuka kenop pintu dan langsung membawa Afifa masuk ke kamarnya. "Mulai sekarang ini menjadi kamar kamu" ucap Akhtar sambil berjalan menuju ke meja yang di atasnya terdapat televisi untuk meletakkan jam yang ia pakai. "Terus saya tidur dimana? " tanya Afifa dengan nada sinis. "Saya nggak mau ya... Kalau saya harus satu ranjang sama bapak" Mendengar kata itu, hatinya sangat sakit sekali. Kata-kata yang diucapkan istrinya ini sangat menusuk hatinya. Tapi Akhtar harus sabar. Akhtar membalikkan badannya dan menghampiri Afifa. "Mas akan tidur di sofa itu. Kamu bisa tidur di ranjang Mas" ucap Akhtar dengan nada lembut. "Sekarang kamu ganti baju terus kita salat sunah. Mas akan keluar sebentar untuk mengambil baju kamu yang ada di bawah" "Yaudah sana pergi!! " usir Afifa dengan kasar saat Akhtar tidak beranjak pergi dari kamar. Akhirnya Afifa memilih pergi ke kamar mandi daripada harus berurusan dengan Akhtar. Akhtar hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Afifa yang masih anak-anak. Lalu ia turun ke bawah untuk mengambil koper Afifa. Akhtar membawa koper Afifa yang berisi baju ke dalam kamarnya. Lalu ia berniat merapikannnya di lemari bewarna putih yang sudah ada di kamarnya. Saat ia membuka koper Afifa, ia terkejut dengan pakaian Afifa yang menurutnya agak kurang layak. Pakaian itu berupa beberapa baju yang kelihatannya sangat ketat ketika di pakai dan ada juga celana jeans fi sana. Dalam hatinya ia bertanya, "Kemana baju yang biasa di pakai Afifa berkuliah? " Lalu ia teringat jika Afifa setiap hari saat keluar bersama David selalu memakai pakaian ini. Akhtar hanya bisa menghela nafas panjang. Kemudian merapikan pakaian Afifa ke dalam lemari. Setelah semua tertata rapi, Akhtar menyiapkan peralatan sholat ia dengan Afifa. Lalu Akhtar keluar dari kamar untuk menuju ke kamar mandi dapur untuk mandi. Pukul 19.30 WIB Malam hari di Jalan Raya Poros Akordion. Akhtar telah selesai melakukan shalat Isya' di Masjid dekat rumahnya. Ia pulang dengan berjalan kaki. Dari jarak kejauhan, Akhtar melihat Afifa yang keluar dari rumah menghampiri seorang pria yang sedang duduk di motornya. Ia adalah seorang tukang ojol yang memakai jaket bewarna hijau yang terdapat tulisan Grab disana. Akhtar melihat Afifa yang maniki ojol tersebut. "Mau kemana Afifa? " gumamnya sendiri. Kemudian ojol yang di tumpangi Afifa pun menghilang dari padangan Akhtar. Ingin rasanya Akhtar mengikuti Afifa. Namun, penyakitnya kambuh kembali. Ia memilih masuk rumah dan duduk di sofa ruang tamu untuk menunggu Afifa pulang. Ingin rasanya ia menanyakan kepada Bi Inem, kemena Afifa pergi. Namun ia urungkan saat Bi Inem sedang beristirahat di rumahnya. Sampai pukul dua belas malam Akhtar menunggu, namun Afifa tidak juga memunculkan batang hidungnya. Sampai ia tertidur di sofa. Hal itu membuat Akhtar mondar-mandir khawatir dengan keadaan istrinya di luar sana. Pakaian yang tadi ia gunakan belum juga terganti. "Ya Allah... Kemana kamu dek? Mas khawatir sama kamu" ucap Akhtar di tengah-tengah rasa khawatirnya. Lalu tiba-tiba terdengar suara motor yang memasuki halaman rumahnya. Sudah bisa dipastikan jika itu adalah Afifa istrinya. Dengan cepat Akhtar membuka pintu rumah dan melihat Afifa yang berjalan sempoyongan menghampirinya. Akhtar terkejut saat tubuh Afifa hampir saja jatuh jika ia tidak menangkap tubuh Afifa. Ia mencium aroma alkohol yang sangat menyengat di mulut Afifa. "Astaghfirullah dek... Sadar dek... " ucap Akhtar sambil menepuk-nepuk pipi Afifa agar Afifa sadar tapi Afifa tetap tidak sadarkan diri. Sepertinya Afifa sedang mabuk berat. Lalu Akhtar menggendong tubuh Afifa untuk di bawa ke kamarnya. Sesampainya di kamar, Akhtar meletakkan tubuh Afifa di ranjangnya. Ia menatap khawatir dengan Afifa. Ia duduk disamping Afifa yang sudah tertidur pulas. Akhtar terus menatap wajah Afifa yang sangat cantik saat tidur. Bulu matanya yang sangat lentik. Hidungnya yang mancung. Alis yang sangat tebal sangat cocok dengan wajah Afifa. Sungguh nikmat tuhan yang patut ia syukuri. Setelah itu ia mencium kening Afifa dengan lembut cukup lama. Kemudian ia melepaskan ciuman itu. Tangannya terulur untuk memegang dahi Afifa lalu mengelusnya dengan lembut. "Selamat tidur sayang. Mimpi yang indah. Mas sayang kamu, walau kamu belum membalasnya" setelah mengatakan itu Akhtar mengambil bantal yang tidak digunakan oleh Afifa lalu berjalan menuju sofa yang ada di sebelah tempat tidur. Kemudian ia membaringkan tubuhnya menghadap ke arah Afifa yang tengah tertidur. Tak lama kemudian Akhtar menyusul Afifa ke dalam mimpi. Tanpa diduga, Afifa yang setengah sadar mendengar ucapan Akhtar. Alhamdulillah part ini selesai juga. Maaf kalau jelek karena ini bikinnya waktu masih ngantuk Sabar ya Akhtar... Nanti aku bikin Afifa sangat menyesal sama kamu. Akan ku bikin Afifa kapok sekapok kapoknya. See U
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD