Bagian 11

1173 Words
Flashback 3 tahun yang lalu. Saat ini Akhtar merasa bimbang. Ia harus memilih diantara dua pilihan. Papanya menyuruhnya berkuliah di Kairo. Namun, ia tidak sanggup untuk meninggalkan kekasihnya, Afifa. Afifa adalah kekasih Akhtar yang sangat mencintainya dengan sangat tulus. Walaupun Afifa masih duduk di bangku SMA, namun rasa cintanya tidak pernah berkurang. Ia kenal dengan Afifa lewat medsos dan pernah bertemu di suatu tempat. Jujur, Akhtar ingin sekali menikahi Afifa secepatnya. Namun, papanya malah menyuruhnya pergi ke Kairo. "Jadi gimana, kamu mau nggak kuliah di Kairo? Papa sangat berharap kamu mau. Karena ini sudah menjadi impian papa dan mama kamu untuk kamu kuliah di Kairo" ucap Papa Akhtar. Memang Akhtar saat ini sedang berkuliah di salah satu Universitas di Malang. Tapi, apa boleh buat jika papanya ingin sekali ia berkuliah di Kairo. Ini semua adalah permintaan orang tuanya. Jadi ia akan menurutinya. Dengan keadaan lemah, Akhtar mengangguk dan menyetujuinya. "Iya pa. Akhtar mau kuliah di Kairo" Papa dan mama tersenyum bahagia. Namun tidak dengan Akhtar. Saat ini di dalam pikirannya adalah Afifa. Bagaimana jika Afifa tidak bahagia dengan keputusannya? Bagaimana jika Afifa sakit hati, karena ia sudah berjanji akan menikahi Afifa dalam waktu dekat ini? Akhtar frustasi. Ia tidak tahu harus bagaimana. "Apakah keputusan ku ini salah?" "Alhamdulillah, akhirnya kamu mau juga kuliah di Kairo. Yaudah kalau gitu besok kamu harus berangkat ke Kairo!" Akhtar terkejut. "Apa pa? Besok?" Papa Akhtar mengangguk. "Iya besok. Jadi hari ini, hari terakhir kamu masuk kuliah. Kamu cepat urus surat keluar kamu dari kampus. Ini papa udah bikinin kamu suratnya" Papa Akhtar menyerahkan surat itu di atas meja ruang tamu. Ia menatap surat itu dengan mata yang berkaca-kaca. "Apa harus secepat ini aku harus pergi dari sini?" Akhtar berangkat menuju kampus. Ia terpaksa menuruti kemauan kedua orang tuanya. Karena prinsipnya adalah membahagiakan orang tuanya. Taksi yang membawa Akhtar telah sampai di halaman kampus. Akhtar memberikan selembar uang seratus ribu kepada sopir. Sopir itu menerimanya. Lalu, Akhtar turun dari taksi dan memasuki area kampus. Selama berjalan di koridor kampus, Akhtar mencoba menelfon Afifa. Namun ponsel Afifa tidak aktif. Akhtar terus mencoba menelfon Afifa. Tetapi hasilnya nihil. Padahal ia ingin mengajak Afifa bertemu. Saat Akhtar menyusuri lorong kampus, tiba-tiba ponselnya berdering. Lalu Akhtar mengangkatnya. "Assalamualaikum Akhtar?" "Waalaikumsalam pah? Ada apa?" "Kamu cepet pulang ke rumah. Soalnya kamu bakalan berangkat ke Kairo hari ini!" Akhtar terkejut. Bukankah keberangkatannya ke Kairo besok? Batinnya. "Lho pa, kok hari ini? Bukannya besok ya pa Akhtar berangkat?" "Iya. Seharusnya itu besok. Tapi, pesawat pribadi papa besok di pakai. Jadi tetpaksa hari ini kamu berangkat. Kalau pakai pesawat ekonomi, bisanya lusa" jelas papa Akhtar di seberang sana. "Ta-ta-tapi pa-" belum sempat Akhtar menyelesaikan kalimatnya, papanya sudah memotong duluan. "Udah... Nggak usah banyak alasan. Sekarang kamu pulang!!" Dengan terpaksa, Akhtar mengiyakan perintah papanya. "Yaudah pa. Akhtar kasih surat resign dulu" "Yaudah, papa tunggu kamu di rumah. Assalamualaikum" "Waalaikumsalam" Akhtar memasukkan kembali ponselnya ke dalam sakunya celan jeansnya. Akhtar harus segera memberikan surat resign nya dari kampus. Lalu ia akan bertemu dengan sahabatnya. Setelah urusannya selesai, Akhtar segera berlari mencari sahabatnya. Di pertengahan lorong, orang yang ia cari sedang berbicara dengan temannya. Kemudian, Akhtar memanggilnya. "David!!" Merasa namanya di panggil, David menoleh ke arah Akhtar. Ia melihat Akhtar berlari menghampirinya. "Eh!! Akhtar, ada apa?" tanya David. "Gw mau bicara sama lo" David melihat ke beberapa temannya. Lalu kembali menatap Akhtar. "Yaudah. Kita bicaranya di kantin kampus!" ☕☕☕ "Jadi lo mau ngomong apa?" tanya David saat mereka sudah duduk di kursi kantin. Akhtar menghela nafas panjang. Lalu memberikan sebuah gantungan kunci yang terdapat nama Afifa. David melihat gantungan kunci itu. Disana ada nama seorang perempuan yang sangat ia cintai. Ya, ia mencintai pacar sahabtnya sendiri. Namun, ia memilih untuk mencintainya dalam diam demi sahabatnya. "Aku keluar dari kampus" ucap Akhtar. David terkejut. "Maksutnya?" "Papa gw nyuruh gw kuliah di Kairo. Dan gw terpaksa menurutinya" David menghela nafas panjang. Ia tidak menyangka jika sahabatnya akan pergi kw Kairo. "Trus Afifa udah tau belum kalau lo ma ke Kairo?" tanya David. Akhtar menggelengkan kepalanya. "Gw minta tolong sama lo. Gw nitip gantungan kunci ini buat Afifa dan bilang sama dia kalau gw pergi ke Kairo untuk kuliah disana. Ini juga demi dia karena dia pernah bilang kalau dia pengen punya suami yang pernah kuliah di Kairo. Dan bilang ke dia, kalau gantungan kunci ini hilang dan dia mencarinya, berarti dia sudah siap aku lamar" ujar Akhtar dengan nada memelas. Melihat sahabatnya yang sangat membutuhkan bantuanya, akhirnya David mau membantu Akhtar. Akhtar tersenyum bahagia. Ia berharap semoga Afifa memahaminya. David sedang berada di sebuah taman tempat ia akan bertemu dengan Afifa. Ia harus menepati janjinya kepada sahabatnya. David duduk di sebuah kursi dekat dengan danau. Ia menunggu Afifa dengan membuka ponselnya. Namun, tiba-tiba hati David di goyahkan oleh suatu hal. Ia berpikir, sudah lama ia mencintai Afifa dan selama itulah ia mengalah demi sahabatnya. David segera menggelengkan kepalanya. Bergarap semua pikiran negatifnya hilang begitu saja. Namun pikirannya kembali berbelok ke kiri. Ia berpikir, jika Akhtar berkuliah di Kairo, kemungkinan Akhtar tidak akan kembali ke Indonesia. Jika ia kembali ke Indonesia, mungkin ia akan lupa dengan Afifa. Secara otomatis Afifa akan menjomblo. Berarti ini adalah kesempatan untuknya memiliki Afifa sepenuhnya tanpa harus mengalah. Tetapi, Afifa sangat mencintai Akhtar. Bahkan ketika ia melihat Afifa bersama dengan Akhtar, mereka terlihat sangat bahagia. Bukan namanya David jika di pikirannya muncul rencana licik untuk mengambil hati Afifa. "Assalamualaikum Vid!" tiba-tiba Afifa datang dengan pakaian abu-abu putih. Sepertinya Afifa baru saja pulang dari sekolah. "Waalaikumsalam Afifa. Silahkan duduk!!" ujar David. Tanpa menunggu lama Afifa duduk berhadapan dengan David. "Jadi apa yang mau kamu omongin?" tanya Afifa memulai pembicaraan. David memulai rencana liciknya disini. Ia akan memutar balikkan fakta alasan Akhtar per ke Kairo. "Jadi, aku mau kasih tau sesuatu tentang Akhtar" ucap David pelan namun dalam hatinya tertawa jahat. "Mas Akhtar? Emangnya kenapa Mas Akhtar?" tanya Afifa. "Tadi aku ngelihat Akhtar pergi ke Mall bareng perempuan. Mereka bergandeng tangan dan saling pelukan. Nggak cuman itu aja. Mereka bahkan saling suap-suapan di Mall. Akhtar tadi juga bilang, kalau dia bakalan pergi ke luar negri buat nikah sama perwmouan tadi" bohong David. Afifa yang mendengar itu merasa hatinya hancur berkeping-keping. Tak terasa air matanya mulai turun. David yang melihat itu langsung memeluknya dan mencoba menenangkan Afifa yang menangis.  Sebenarnya ia tidak tega melakukan itu, namun karena obsesinya untuk memiliki Afifa lebih besar daripada rasa simpatinya. "Udah jangan nangis lagi. Nanti wajah cantik kamu ilang lho. Daripada kamu nangis, aku punya sesuatu buat kamu" Afifa melepas pelukan David dan bertanya "Apa?" Lalu David mengeluarkan gantungan kunci dari Akhtar. "Ini gantungan kunci buat kamu. Maukah kamu jadi pacar ku?" Afifa nampak berpikir sejenak. Saat ia di peluk David, ia merasa nyaman. Apakah ini adalah pengganti yang di kirimkan untuknya? Dan akhirnya Afifa mengiyakan permintaan David. Semenjak itulah mereka berpacaran tanpa di ketahui oleh orang lain. Dan semenjak itulah David adalah pria yang baik menjadi pria yang jahat dan licik. Maaf jelek.  Maaf juga kalau lama up.  Aku nggak janji up cepet tapi aku usahakan.  Tandai typo. See U ❤
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD