Prolog

802 Words
"Arrrgh!" Teriakan itu menggema didalam hutan. Pria berseragam loreng itu mencari sumber suara dan seketika membekap mulut wanita itu, merengkuhnya ke dalam dekapan pria berbaju loreng itu dan bersembunyi dibali semak-semak hutan yang lebat. "Diam jika masih ingin hidup!" Ucapnya tegas. Wanita itu membulatkan manik matanya dengan sempurna. Berusaha melirih orang yang berada dibelakangnya yang masih membekap mulutnya erat. "Lepas!" ucap wanita itu seraya meronta meminta untuk dilepaskan dari dekapan pria berbaju loreng itu. "Kalau kamu ingin mati, matilah sendiri jangan membuat satu tim saya mati sia sia!" Laki-laki gagah berseragam loreng itu berkata dengan intonasi yang tegas dan penuh penekanan. Wanita itu menoleh. Dan tatapan menghujam tepat di manik mata pria dengan wajah terkamuflase itu. Tangan pria itu masih setia mencengkram lengan wanita itu. "Tim lo nggak ikhlas nolong gue?! Lepas, b******k!" Wanita itu mengumpat. Alis mata laki laki itu bertaut. "Apapun kami lakukan untuk negara! Jangan pernah berkata bahwa kami tidak ikhlas! Kamu adalah bagian dari negara dan negara adalah tempat saya mengabdi. Pikir sendiri apakah kami ikhlas atau tidak dalam tugas ini!" Lelaki itu berjalan meninggalkan wanita dengan rambut sebahu dan Penampilan acak acakan. Wajah penuh lumpur dan ada sedikit luka lebam disana. Jika diperhatikan dengan seksama, ujung bibirnya terdapat noda darah yang mengering. Belum lagi jalannya yang tertatih dan sesekali meringis menahan sakit. Entah apa perlawanan atau siksaan yang dia dapatkan. Tapi wanita ini cukup tangguh untuk merasa dirinya baik-baik saja. Wanita itu pun juga masih memiliki cukup tenaga untuk meronta dan sedikit memberikan perlawanan pada pria berbaju loreng itu. "Apa kamera kamu penting?"  Pria berseragam itu bertanya dengan menatap wanita di belakangnya itu sepintas. Wanita itu mengangguk seraya berjalan mengekor di belakabg pria berbaju loreng itu.  "Sama halnya prajurit. Kalau Lo perang, yang jadi alatnya adalah senjata. Sedangkan gue yang jadi alat perangnya adalah kamera," ucap wanita itu. "Akh..sshhh.." wanita itu seketika berhenti dan membungkukkan tubuhnya. Ia menatap kearah kakinya yang bergetar dan terasa sakit luar biasa. Wanita itu memilih berhenti sejenak dan menyandarkan punggungnya pada pohon besar yang berdiri gagah tepat dibelakangnya. "Apa yang sakit?" "Nggak apa apa.. istirahat bentar juga enakan kok," ucap Wanita itu.  Matanya terpejam seolah menahan rasa sakit yang luar biasa. Tentara itu meletakkan sejenak belatinya dan berjongkok dihadapan wanita tadi. Menatap dengan seksama, menyelidiki tubuh wanita itu dari ujung rambut hingga ujung kaki, dan pandangannya terkunci pada kaki wanita itu yang nampak sedikit bengkak. "Kaki kamu bengkak," ucap prajurit itu. Wanita tadi mengangguk kecil seolah mengiyakan. "Ayo jalan lagi," Ajaknya. Prajurit itu menggeleng. Dia lalu memutar tubuhnya dan menunjukkan punggung nya. "Naik!" Prajurit tadi berucap sembari menoleh kebelakang. "Naik? Lo mau gendong gue?" Wanita itu terkekeh ditempatnya. "Kita ini dihutan dan lagi perang tu sama orang orang b******k yang bawa kamera gue.. Lo masih mau modus?" kesalnya. Prajurit tadi menghela nafasnya sedikit jengah dan kemudian berdiri. Tanpa berkata sepatah katapun ia berjalan kembali meninggalkan wanita tadi. "Eh.. tunggu!" Wanita tadi sedikit berteriak dan dengan langkah tertatih mengejar laki-laki tanpa ekspresi didepannya. Sreg! Lengan laki-laki itu terulur untuk merengkuh wanita tadi dan membekap mulutnya. Telunjuknya segera ia tempelkan ke bibirnya agar wanita cerewet itu mengerti bahwa dia tidak boleh berbicara dan bergerak sedikitpun. Wanita itu mengangguk paham. Lalu perlahan lelaki itu melepaskan bekapan dari mulut wanita tadi. Dia kembali mengintai dari balik pepohonan di hutan itu dan mengambil senjatanya. Wanita tadi menoleh dan membekap mulutnya sendiri karena melihat ada kurang lebih lima belas orang yang melintas dihadapannya dengan masing masing membawa senjata. "Mereka banyak. Lo cuma sendiri. Kalau mau mati tolong pikirin masa depan gue ya.. gue belum nikah!" Wanita itu berbisik sangat pelan tepat di telinga laki-laki berbaju loreng itu. Pria yang ada disampingnya hanya melirikkan manik matanya tanpa mengurangi fokusnya pada target dihadapannya. "Gue bisa nembak juga kok.. kalau mau gue bantuin.. gue biasa main paintball sama temen temen gue.. mungkin bisa bantu Lo," lanjutnya dengan sedikit menggigit bibir bawahnya. Lelaki itu hanya diam dan mulai membidikkan senjatanya. "Kamu mau bantu saya?" Akhirnya lelaki itu bertanya tanpa menoleh dan masih berfokus pada bidikan senjatanya. "Mau. Apa?" Wanita itu kembali bertanya dengan senyuman tipis di wajahnya. "Diam!" Dor! Tembakan pertamanya langsung mengenai dua orang sekaligus. One shoot two kill!. Netra prajurit itu menajam menatap setiap pergerakan dari musuh-musuh diihadapannya. Ia llau kembali menyiapkan amunisinya untuk kembali memberikan serangan balasan. Wanita tadi membekap mulutnya sendiri dan memejamkan kedua matanya. Melihat manusia manusia laknat itu terjatuh dengan luka di kepala. Dor! Dor! Kali ini pria itu mengeluarkan dua tembakan sekaligus. Dengan kemampuan yang ia miliki ia bisa menghabisi dua belas orang sekaligus hanya seorang diri. Sisanya keberuntungan. Wanita tadi melirikkan manik matanya pada musuh dihadapannya. Seketika ia menatap tajam pada lelaki di sampingnya. Prajurit gagah itu masih memfokuskan tatapannya pada musuh dihadapannya, mengundang decak kagum wanita disampingnya hingga tanpa sadar wanita itu mengulas senyum tipis. "Nama Lo siapa?" Dor! Dor! "Tiger!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD