1. Air dan Reta

830 Words
    Lantunan lagu "Money" milik Pink Floyd bergema di kamar kost mungil siang itu. Matahari sudah di atas kepala dan Air masih saja belum bangun dari tidur panjangnya. Setelah semalam dia meminum beberapa botol Vodka sendirian, kepalanya masih terasa pening dan badannya berat untuk membuka pintu kamar kostnya. "Air, bangun... Udah siang nih. Kamu pasti belum makan. Ayo kita cari makan." Seorang perempuan yang dianggap kakak oleh Air sejak hari pertama tiba di kamar kost mungil itu mengetuk pintu kamarnya dengan sekuat tenaga. Dia tau bahwa Air adalah perempuan yang sulit sekali untuk dibangunkan, terlebih jika volume suara musik dari kamarnya sudah sekencang itu. Air sengaja mengatur volume suara musik sekencang itu agar dia tak mendengar suara lain yang bisa mengganggu tidur panjangnya.      Reta mengetuk pintu kamar Air dengan sekuat tenaga, hingga Air benar-benar terganggu dan tak bisa melanjutkan tidurnya lalu bangun untuk membuka pintu kamar kost mungilnya itu. "Ini udah jam berapa, kebiasaan deh, udah jam segini belum bangun juga. Badanmu itu kurus gitu. Ayo makan dulu. Abis makan, kamu lanjutin lagi deh tidurnya." Reta berbicara dengan nada lembut dan penuh perhatian sambil menarik tangan Air. "Kepalaku masih pusing banget teh. Teteh makan duluan aja deh." Jawab Air dengan mata terpejam, matahari terik membuat kepalanya semakin pening dan matanya perih.      Usia Air dan Reta memang terpaut cukup jauh, 10 tahun, Air memanggilnya "teteh" untuk menghormati rentang usia mereka, juga karena sosoknya yang begitu dewasa dan keibuan. Di hari pertama Air menyewa kamar kost mungil itu, Reta adalah satu-satunya orang yang menyapa dan mengajaknya bicara. Air memang bukan orang yang mudah bersosialisasi. Mustahil baginya untuk memulai pembicaraan dengan orang baru, kecuali jika orang tersebut yang menyapanya terlebih dulu.      Reta menempati sebuah kamar kost tepat di bawah kamar Air sejak 7 tahun lalu karena penyakit lupus yang dideritanya. Pengobatan pertama yang dilakukannya di sebuah rumah sakit besar di Kota Bandung mengharuskan Reta untuk melanjutkan pengobatannya di rumah sakit yang sama dan menetap di Kota Bandung. Saat itu, kakak laki-laki Reta yang juga pemilik dari kost-kostan tempatnya tinggal sekarang, menyuruh Reta untuk tinggal di kost-kostan nya agar lebih mudah dipantau, mengingat penyakitnya sering kambuh dan membuat hampir sekujur tubuhnya bengkak hingga Reta kesulitan untuk berjalan.      Bagi Air, Reta adalah sosok perempuan tangguh yang dia kenal. Kisah hidup Reta cukup tragis untuk diceritakan. Ketika pernikahannya memasuki usia ke 5, mantan suaminya berselingkuh dan mulai suka melakukan kekerasan, baik secara fisik maupun verbal. Reta mencoba bertahan, hingga pada tahun kedua setelah perubahan mantan suaminya, dia tak sanggup lagi dan melarikan diri. Dia pergi ke sebuah kantor polisi yang jaraknya cukup jauh dari rumah mantan suaminya dengan berjalan kaki, karena mantan suaminya bukan saja melakukan kekerasan, tapi juga tak pernah mengijinkan Reta untuk menyimpan uang. Di kantor polisi dia melaporkan semua kelakuan mantan suaminya sambil menangis. Ketika itu, Reta bertemu dengan Dion, laki-laki yang sekarang menjadi suaminya, seorang pengacara yang saat itu sedang mengurusi masalah klien nya. Dion yang tak sengaja mendengar laporan Reta, merasa iba dan akhinya memberanikan diri untuk bertanya, ketika Reta telah selesai membuat laporan dan duduk sambil terus menangis sendirian di sebuah kursi ruang tunggu kantor polisi. Sejak saat itulah, Dion jatuh hati pada Reta dan berjanji pada dirinya untuk menjaga dan melindungi wanita berhati lembut itu. Dion juga membantu Reta mengurus perceraian dan kasus kekerasan serta hak asuh anak perempuan satu-satunya yang kini sudah berusia 11 tahun. Namun, karena mantan suaminya memiliki cukup banyak uang juga relasi, Reta tak pernah menang dalam kasus kekerasan dan belum mendapat hak asuh anaknya sampai sekarang. Tapi kehidupannya jauh lebih baik dengan kehadiran Dion. Terkadang cinta memang se ajaib itu!      Karena urusan pekerjaan, Dion menetap di Pekanbaru dan hanya bisa mengunjungi Reta sebulan sekali. Dion sudah beberapa kali meminta Reta untuk pindah ke apartemen dan menyewa jasa seorang perawat wanita untuk menjaganya di apartemen itu selama pengobatan. Menurut Dion, kamar kost tempat tinggal Reta terlalu kecil, tapi Reta enggan menuruti suaminya. Bagi Reta, tempat tinggal yang kecil bukanlah sebuah masalah, terlebih ada kakak laki-laki, yang juga merupakan keluarga Reta satu-satunya, siaga menjaga Reta selama 24 jam di kost-kostan mungil itu.     Ini tahun terakhir pengobatan penyakit lupusnya, dan tahun depan Reta sudah bisa kembali menetap di Pekanbaru bersama suaminya tersayang. Ada perasaan khawatir di hati Air jika mengingat sebentar lagi, tak akan ada sosok sahabat yang setiap siang menggedor pintu kamar dan mengganggu tidur panjangnya untuk sekedar mengajak makan. Tak akan ada lagi sosok kakak yang hampir setiap hari mengingatkan dan kadang menceramahi Air untuk tidak menghabiskan masa mudanya dengan terlalu banyak bersenang-senang. "Air, Air, teteh perhatiin kamu makin kecanduan alkohol deh. Udah 3 hari ini kamu minum Vodka tiap malam. Ga sayang badan?" Reta bertanya dengan nada sedikit kesal. "Aku lagi butuh imajinasi ekstra teh. Ga akan dapet imajinasinya kalo sadar." Air menjawab sambil sedikit tertawa. "Ya udah terserah kamu aja. Nanti juga cape sendiri. Tapi pokonya sekarang kamu temenin aku makan. Aku tadi masak ayam penyet banyak banget. Ayo turun." Reta mengajak Air dengan sedikit memaksa. Karena tidak enak menolak ajakan sahabatnya, Air mengangguk, "Ayo deh."

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD