“Lepaskan aku, Sarah,” ujar Kaizan melepaskan pelukan Sarah dari dirinya yang sudah tidak suka disentuh Sarah.
“Aku kangen sama kamu.”
“Kangen? Sudahlah. Jangan drama.” Kaizan hendak melangkahkan kakinya meninggalkan Sarah, namun Sarah mencegahnya dengan memeluk punggungnya.
Sementara itu Yasmin melihat kemesraan itu di depannya dan kesal tanpa alasan.
“Lepaskan aku. Ada apa denganmu?” Kaizan terus berusaha melepaskan pelukan Sarah, namun tetap saja Sarah begitu erat memeluknya.
“Sayang, bisa nggak kita cabut gugatan cerai?” tanya Sarah dengan suara serak.
Kaizan akhirnya diam, ia tidak berusaha lagi melepaskan pelukan Sarah dari dirinya. Kaizan hanya heran mengapa Sarah mengatakan hal itu, padahal yang lebih semangat bercerai adalah Sarah sendiri.
“Sarah, ada apa?” tanya Kaizan.
“Aku nggak apa-apa, Kai, tiba-tiba saja aku kepikiran kamu.”
“Aku nggak apa-apa, Kai,” jawab Sarah lagi dengan jawaban yang sama seperti tadi.
“Kamu bertengkar dengan kekasihmu?” Pertanyaan macam apa yang ditanyakan seorang suami kepada istrinya? Kekasih? Sungguh, Kaizan sudah Ikhlas dan sudah merelakan istrinya dengan pria lain, karena Kaizan tahu kebahagiaan Sarah memang bukan bersamanya.
Sarah mengangguk pelan.
Kaizan lalu melepaskan pelukan Sarah dan berbalik menatap Sarah yang kini menatapnya penuh sedih.
“Aku mencintainya,” lirih Sarah.
“Kalau kamu mencintainya bersabarlah, sebentar lagi kita akan bercerai.”
“Tapi—” Sarah menatap Kaizan lagi.
“Tapi apa?”
“Dia tidak sebaik dirimu,” jawab Sarah.
“Sarah, jangan mengatakan hal seperti itu, karena kamu tak akan pernah menemukan kebahagiaan jika kamu tak pernah bersyukur. Jangan serakah, tak ada manusia yang sempurna di dunia ini.”
Sarah lalu kembali memeluk Kaizan. “Maafkan aku, Kai.”
“Sudah. Kamu tak usah minta maaf, yang terjadi biarlah terjadi.”
“Aku sudah mengkhianatimu dan aku terjebak perasaan dengannya.”
“Tidak apa-apa. Temukan kebahagiaanmu sendiri, heem?” Kaizan menepuk punggung Sarah.
Di hati Kaizan, sudah tidak ada Sarah, wanita yang beberapa tahun ini menemaninya sudah tak ada dihatinya. Sarah telah menemukan kebahagiaannya, walau Kaizan belum menemukan apa pun dalam hidupnya. Kekayaan yang ia miliki tidak membuatnya bisa mendapatkan wanita yang tulus dan mau mencintainya.
Kaizan melepaskan pelukan Sarah lagi dan berkata, “Sudah, ya. Kamu tenang dan kalau bertengkar nanti juga baik lagi.”
“Hatimu terbuat dari apa, Kai? Kenapa kamu baik sekali sama aku? Dan, kenapa aku bodoh telah mengkhianati pria sebaik kamu?”
“Sudahlah. Jangan membahas apa pun lagi,” geleng Kaizan. “Sudah sudah. Kamu masuk kamar dan istirahat.”
Sarah mengangguk lalu melangkahkan kakinya meninggalkan Kaizan, Kaizan juga menatap punggung Sarah dengan lirih.
Kaizan seorang suami, namun ia pasrah dengan keadaan, ia juga pasrah jika istrinya bermain api, kebaikan dan royal yang ia tunjukkan kepada Sarah tak membuat Sarah menetap di sisinya.
Kaizan menoleh dan melihat Yasmin yang memandanginya sejak tadi, Yasmin langsung membuang muka dan berpura-pura mengerjakan pekerjaan lain. Kaizan tersenyum simpul.
“Yasmin.”
“Iya, Tuan?” tanya Yasmin.
“Kamu bisa kan melihat Rafka di sebelah?”
“Bisa, Tuan. Saya akan ke sana sekarang,” jawab Yasmin.
“Ya sudah. Saya mau ke ruang kerja dulu, saya serahkan Rafka sama kamu.”
Yasmin mengangguk.
Kaizan lalu melangkah menuju tangga.
Yasmin pun segera menuju rumah tetangga dimana Rafka tengah bermain di sana.
Kaizan duduk di kursi kebesarannya dan menghadap dinding kaca yang memperlihatkan taman mini diluar sana, Kaizan masih membayangkan suara desahan Yasmin yang menggodanya, Kaizan selalu berusaha menahan diri walau ia ingin sekali menerkam Yasmin.
Kaizan mengelus dadanya dan meraih air putih didepannya lalu meneguknya dan menyisahkannya sedikit, Kaizan juga menggeleng kuat dan membasuh wajahnya dengan kedua tangannya karena pikirannya terus mengarah kepada Yasmin.
Yasmin tiba di rumah Jojo, teman Rafka.
Yasmin dipersilahkan masuk oleh ART di rumah Jojo.
“Makasih ya, Yu,” ucap Yasmin.
“Iya, Yas, Nur mana?”
“Nur ke pasar,” jawab Yasmin. “Rafka mana?”
“Lagi di kamar Jojo, mereka lagi main PS.”
“Boleh ya saya menemui Rafka?”
“Boleh. Tapi, kita ngobrol aja dulu, kebetulan majikanku lagi keluar. Aku disuruh jagain Jojo.”
“Kita mau ngobrol dimana? Entar majikan kamu marah loh, pasti penuh CCTV di rumah ini.”
“Tenang saja, majikanku itu baik kok, kalau aku istirahat ya artinya pekerjaanku udah selesai.”
“Ya sudah.” Yasmin mengangguk.
“Kamu tunggu di belakang dekat kolam, aku buatkan minum dan cemilan, sekalian aku sampaikan ke Rafka kamu di sini,” kata Mayu—ART di rumah Jojo.
Yasmin mengangguk lagi.
Yasmin lalu melangkah menuju belakang, dimana ada kolam renang di sana, rumah ini tidak terlalu besar dan luas, lebih besar rumah Kaizan, namun rumah ini cukup diketahui bahwa rumah orang kaya.
Kolam renang di rumah Kaizan juga lebih luas dibandingkan rumah orangtua Jojo.
Yasmin lalu duduk disalah satu kursi kosong, ada meja bundar kecil didepannya. Yasmin menunggu Mayu di sini.
Beberapa menit menunggu akhirnya Mayu datang dengan dua gelas jus dan sepiring cemilan, Mayu menatanya diatas meja bundar. Setelah itu, Mayu duduk dihadapan Yasmin.
“Aku jadi merepotkan kamu, Yu,” kata Yasmin.
“Udah ah, kamu ini kayak sama siapa aja, kita ini sesame ART loh.”
“Haha. Lucu sih namanya, sesame ART.”
“Ya kan memang benar,” kekeh Mayu, “Oh iya, aku punya banyak pertanyaan.”
“Kan kan, aku yakin deh kamu suruh aku mampir dan ngobrol karena penasaran satu hal kan?”
“Iya. Hehe. Masa kamu nggak mau jawab sih kalau aku udah nanya.”
“Memangnya kamu mau nanya apa? Tapi, kamu udah kasitau Rafka kalau aku di sini, ‘kan?”
“Beres, aku juga bawain cemilan lagi untuk mereka.”
“Terus kamu mau nanya apa?” Yasmin lalu menyesap jus alpukat didepannya dan menggigit kecil cemilan yang sudah disuguhkan Mayu.
“Nur bilang kamu ini sarjana toh?”
“Ha? Nur bilang sama kamu?”
“Iya. Nur bilang ke aku, kan aku sudah bilang kita sesame ART nggak boleh rahasiaan.”
“Tapi kan—”
“Udah deh. Aku aja ini,” kekeh Mayu. “Kamu sarjana toh, Yas?”
“Aku hanya S1.”
“S1 loh, tapi kok kamu mau kerja kayak gini?” tanya Mayu.
“Ya aku suka kerja ginian, penuh dengan tantangan.”
“Kami aja tamat SD, Yas, kamu malah tamat S1. Apa majikan kamu tahu?”
“Mereka nggak tahu sih, kalau tahu sih pasti aku di suruh nyari kerja yang lebih baik.”
“Iya ih, kamu kan bisa kerja kantoran dengan ijazah sarjanamu.”
“Aku tetap pengen kerja begini,” kata Yasmin.
“Emang apa bagusnya sih jadi ART? Capek loh.”
“Udah ah. Nggak usah dibahas Mbak Yu,” geleng Yasmin. “Dan, Mbak Yu jangan bilang ke siapa pun ya tentang ijazah itu.”
“Tapi—”
“Mbak,” geleng Yasmin.
“Ya udah deh. Tapi aku punya satu pertanyaan lagi.”
“Nggak ada habisnya pertanyaanmu, Mbak Yu.”
Mayu tertawa kecil dan berkata, “Emang bener ya majikanmu mau cerai?”