bc

My Palestinian Wife

book_age16+
583
FOLLOW
1.7K
READ
love-triangle
second chance
friends to lovers
drama
tragedy
twisted
sweet
serious
first love
spiritual
like
intro-logo
Blurb

Hazzafa Hauba tidak pernah menolak ketika ibu angkatnya menjodohkan dirinya dengan pria mapan bernama Umar Al-Qashim.

Perjodohan tidak selalu melibatkan kontrak pernikahan!

Baik Hazzafa maupun Umar. Keduanya menerima perjodohan itu dengan baik. Mereka mencoba membangun rumah tangga yang bahagia. Mereka berhasil melakukannya.

Hanya saja, ada seseorang yang tidak menginginkan pernikahan Hazzafa dan Umar. Sosok itu adalah kakak angkat Hazzafa Hauba yang bernama Huzam.

Sejak remaja, Huzam sudah memendam rasa cinta untuk adik angkatnya. Dia selalu memberikan perlindungan untuk Hazzafa Hauba. Perhatian yang ia berikan pun berubah menjadi cinta.

Kabar pernikahan Hazzafa Hauba dan Umar berhasil mematahkan hati Huzam. Dia terluka. Oleh karena itulah ia berusaha memisahkan Hazzafa dari Umar. Hanya satu yang dinginkan Huzam. Dia ingin menjadi lelaki satu-satunya yang dicintai Hazzafa Hauba. Seperti apa kisah selanjutnya? Apakah rencana Huzam akan berhasil? Atau justru berujung dalam kegagalan?

Ini tentang hati yang dilukai karena cinta dan juga tentang pasangan yang menerima takdirnya.

chap-preview
Free preview
Bab 1: Hazzafa Hauba
*** "Lelaki itu punya rumah mewah di Jakarta. Mobilnya ada dua, BMW dan Ferrari. Pekerjaannya sangat jelas. Pemimpin perusahaan di salah satu perkebunan kelapa sawit di pedalaman Papua." Hazzafa Hauba tidak mengatakan apapun ketika ibu angkatnya menjelaskan secara detail mengenai calon suaminya. Dia sebenarnya masih bimbang, sama sekali tidak pernah berpikir dirinya akan menikah muda. Sebenarnya, ia pun memiliki rencana seperti gadis pada umumnya. Paling tidak, Hazzafa bisa tamat kuliah dan mendapatkan pekerjaan dahulu. Akan tetapi, tampaknya takdir hidup berkata lain. Hazzafa terjebak dalam pilihan menikah. Sudah genap sepuluh tahun Hazzafa tinggal di rumah orang tua angkatnya. Dia sangat ingin membalas budi mereka dengan menaikkan keduanya ke tanah suci Mekkah. Tempat yang dianggap paling suci oleh umat Islam. Hanya saja, Hazzafa terkendala uang. Semua mimpinya harus ia kubur dalam-dalam. Orang tua angkatnya menjodohkan Hazzafa dengan pria kaya raya bernama Umar Al-Qashim. Kata orang tua angkatnya, Umar memiliki keturunan Arab Saudi-Indonesia, dengan kekayaan yang melimpah. "Setelah kamu menikah dengan Umar. Kamu akan bahagia, Zafa. Ibu bisa menjamin itu terjadi." Marina tidak pernah berhenti membujuk putri angkatnya. Gadis berusia 19 tahun yang ia rawat 10 tahun lalu. Marina menemukan Hazzafa saat sedang berlibur ke Turki. Saat itu Hazzafa berusia 9 tahun. Dia adalah gadis yatim Palestina yang mengungsi di Turki dan kehilangan orang tuanya kala itu. Setelah menjalani proses panjang, Hazzafa dibawa ke Indonesia dengan mengajukan suaka ke kementrian luar negeri. Melalui sidang yang panjang Hazzafa resmi menjadi anak angkat Marina dan suaminya Abdullah. "Kudengar dia sudah dewasa. Bagaimana pendapat ibu? Apakah menurut ibu aku bisa hidup bersamanya meski usia kami terpaut jauh?" Hazzafa tidak meminta banyak. Jika menikah membuat orang tua angkatnya bahagia maka Hazzafa akan menuruti kemauan mereka. Apa lagi yang bisa dilakukan Hazzafa selain membalas budi baik orang tua angkatnya? Dia sama sekali tidak peduli perasaannya sendiri, yang ia pikirkan hanyalah menyenangkan Marina dan Abdullah saja. "Tentu. Pasangan ideal adalah saat pria dewasa dan gadis muda bertemu. Usia kalian hanya berjarak 17 tahun dan itu bukanlah sebuah masalah, Nak." Hazzafa hanya mengangguk. Pria itu berusia 36 tahun. Kata keluarga mereka, Umar pernah patah hati. Dia tidak pernah tertarik menikah. Bahkan dia berani menolak banyak wanita yang datang menggodanya. Ketakutan Hazzafa adalah apakah ia akan diterima oleh calon suaminya nanti? Mereka berbeda dalam segala hal. Hazzafa menyadari hal itu. Kata orang, "Jangan menjalin hubungan dengan pria yang masih terikat dengan masa lalunya." Umar jelas, seseorang yang masih terikat dengan masa lalunya. Entah gadis mana yang membuat pria itu tak kunjung berpindah ke lain hati. "Mengapa Umar bersedia menikah denganku, Bu? Bagaimana jika Umar menolakku saat kami sudah menikah? Aku tidak mau membuat ibu dan ayah malu." Pernikahan hanya sekali bagi Hazzafa. Dia menginginkan ini yang pertama dan terakhir untuknya. Jika Umar menikah karena terpaksa maka itu akan membuat kehidupan Hazzafa di masa depan menjadi sangat sulit. Dia tidak bisa memaksakan Umar jatuh hati padanya. Sebab ini masalah hati, bukan masalah sepele. "Ibu tidak tahu apa alasan Umar menerima perjodohan ini." Marina tersenyum. Wanita itu mengusap lembut wajah putri angkatnya. Dia memberikan tatapan seorang ibu. Tatapan malaikat yang membuat Hazzafa begitu tersentuh. Hatinya selalu berdesir bila menyaksikan tatapan penuh kasih itu. "Tapi, menurut ibu, Umar tak akan menolak dirimu. Kamu adalah bidadari tercantik di keluarga ini. Kau yang tercantik di keluarga ini, Nak. Umar akan terpesona padamu saat pertama kali melihatmu." Benarkah begitu? Hazzafa semringah. Senang rasanya bila dipuji cantik. Gadis mana yang tidak senang bila disebut cantik oleh ibunya? Memang bukan guyonan semata karena Hazzafa Hauba sudah sering dijodoh-jodohkan dengan banyak lelaki di kampungnya. Banyak pria mengantre untuk mendapatkan hati gadis itu. "Terima kasih, Bu. Aku akan setuju apapun yang ibu anggap baik buatku." Selama ini, Marina memberikan apapun untuknya. Hazzafa begitu disayangi, mungkin melebihi kasih sayang Marina kepada anak-anaknya. Kadang saudara angkat Hazzafa Hauba mengeluh karena ibu mereka lebih memperhatikan Hazzafa. Karena situasi itulah, Marina tak ingin disebut pilih kasih. Marina pun memutuskan untuk tidak menyekolahkan Hazzafa. Dia memilih untuk menikahkan gadis itu agar ada yang menjaganya, menyayanginya setulus hati. Perjodohan dengan Umar langsung disetujui Marina karena memang keluarga Umar berasal dari keluarga terpandang. "Ya sudah. Ayo bantu ibu beres-beres. Hari ini calon mertua dan calon suamimu datang melihatmu." "Baik, Bu. Aku mau pakai jilbab dulu." Marina mengangguk, kemudian meninggalkan putrinya. Hazzafa mengambil jilbab merah jambu yang ada di atas kasur. Dipakainya jilbab itu kemudian bergegas membantu ibunya merapikan rumah. Ketika berjalan masuk ke dapur, Hazzafa melirik saudara perempuan angkatnya. Namanya Hilya Abdullah. Kurang lebih usia Hilya sama dengan Hazzafa. Hilya terlahir sebagai gadis pemalas. Yang ia kerjakan setiap hari hanyalah main Tik-tok, Instagram atau video call dengan pacarnya. Hilya merupakan gadis moderen. Hilya tidak memakai hijab. Sangat berbeda dengan Hazzafa. Bagaikan langit dan bumi. Sikap rajin Hazzafa selalu membuat Marina membandingkan Hazzafa dan Hilya. Ketika Marina memuji Hazzafa maka di situlah Hilya marah. Menyebut ibunya lebih sayang anak angkat ketimbang anak kandung. Memang kata-kata itu menyakiti hati Hazzafa. Dia memang hanya anak pungut. Hazzafa sadar diri, itulah sebabnya ia tidak pernah protes apapun yang dikatakan Marina, bahkan enggan menanggapi olokan dari Hilya. Dia sudah sangat berterima kasih dirawat secara gratis dari kecil. Hilya menjeling ketika melihat Hazzafa berjalan melewatinya. Gadis itu selalu merasa bahwa Hazzafa adalah tukang pencari perhatian. Ratu drama di rumah mereka. Cukup melegakan karena gadis Palestina itu akan meninggalkan rumah mereka. Dia akan segera menikah dengan orang lain. *** Jam menunjukkan pukul 10:00 pagi. Calon suami Hazzafa sudah datang. Keluarga calon suaminya begitu ramah pada Hazzafa. Marwah dan suaminya Usman, begitu mengagumi kesopanan Hazzafa Hauba. Saat menyaksikan wajah gadis itu pun, mereka memuji kecantikannya. Hazzafa sampai dibuat malu. Gadis itu berharap calon suaminya memberi respon yang sama. Semoga Umar menyukainya juga. "Calon suamimu akan masuk ke kamar. Waktu kalian lima menit. Umar akan melihat wajahmu, apakah ia suka atau tidak." Marina menepuk pundak Hazzafa. Wanita itu mengelus pipi putrinya, menanti Umar masuk ke dalam kamar. "Itu dia!" bisik Marina. "Sekarang buka cadarmu, Hazzafa," perintah Marwah kepada calon menantunya. Memang Hazzafa mengenakan cadar. Sedari tadi, ia menunduk gugup. Takut akan respon Umar saat melihat wajahnya. Perjodohan ini akan batal bila Umar tidak senang melihat wajah Hazzafa. Sebelum membuka cadarnya, Hazzafa menengok ke arah Umar. Lelaki itu memang tampan. Umar memiliki tubuh proporsional, atletis, dengan wajahnya ditumbuhi berewok halus, alisnya tebal, bibir merah dengan hidung mancung sempurna. Seperti pangeran Arab yang kesasar masuk rumahnya. Perlahan-lahan Hazzafa membuka cadar. Dia sempat menunduk sebelum Marina menyuruhnya mendongak. Umar bisa melihatnya tanpa cadar, disaksikan Marwah dan Marina. "Bagaimana, Umar? Kamu suka dengan Hazzafa?" tanya Marwah, ibunda Umar. "Lumayan. Aku akan turuti kemauan ibu untuk menikahinya," kata Umar. "Alhamdulillah," ujar Marina dan Marwah bersamaan. Sementara Hazzafa masih mematung. Dia memikirkan respon Umar yang tampaknya tidak terlalu tertarik padanya. Hanya lumayan. Bayangan Hazzafa jauh dari yang terjadi. Dia pikir Umar akan memujinya, nyatanya tidak. Umar sama sekali tidak memberikan respon antusias. Lelaki itu memiliki perangai dingin. "Baiklah. Ayo kita keluar, dan membahas mengenai rencana pernikahannya," ajak Mawar kepada Marina. "Baiklah. Ayo." Marina melempar senyuman kepada putrinya sebelum meninggalkan kamar Hazzafa. Wanita itu tampak ceria bahwasanya Umar bersedia menikahi Hazzafa. Ini awal yang baik bagi mereka.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

HEART CHOICE

read
37.6K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
124.6K
bc

My Secret Roommate

read
107.4K
bc

Terpaksa Menikahi Tuan Muda Lumpuh

read
13.7K
bc

Tentang Cinta Kita

read
146.6K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
240.7K
bc

Kali kedua

read
196.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook