bc

JANGAN BERI AKU UANG LAGI

book_age18+
107
FOLLOW
1.2K
READ
revenge
family
HE
badboy
drama
like
intro-logo
Blurb

"Jangan beri aku uang lagi, Mas," ujarku sambil melempar kertas slip gaji miliknya di meja, slip gaji yang kutemukan di dashboard mobilnya, slip gaji dengan nominal dan stempel perusahaan yang asli.

"Kenapa kau berkata begitu?" tanyanya sambil meletakkan buku yang dibacanya ke meja.

"Lihat saja sendiri, itu apa," jawabku dengan sorot mata yang sudah berapi api.

Dia meraih tumpukan kertas berwarna biru itu dan alangkah terkejutnya dia yang hanya bisa menelan ludah sembari memperbaiki sikap salah tingkahnya

"Tolong katakan padaku, kenapa kau palsukan slip gaji, dan pada siapa kau bagi setengah gajimu!" teriakku kalap dan bukan main emosinya.

"Ini hanya slip lama," ungkapnya melengos begitu saja.

"Mas pikir aku tidak membaca tanggal dan bulannya?"

Kali ini dia kehilangan kata-kata, sementara aku makin gemas, meminta kepastian, pada siapa dia membagi yang dan kenapa dia hanya menjatahkan setengah dari jumlah tersebut untuk kami bertiga.

Pikiranku kini melayang ke mana-mana, membayangkan hal yang tidak-tidak, sembari mengingat bagaimana hematnya aku selama  beberapa bukan terakhir.

Jangankan untuk membeli baju dan bedak, uang jatah transportasi dan jajan anak sekolah pun terbatas, kadang pas pasan, dan kuakali itu dengan membuatkan mereka bekal.

Aku tak pernah memikirkan kepentinganku sebelum kepentingan dua anakku yang kini berada di bangku kelas satu dan dua SMA.

*

Aku masih berdiri, sedang dia pun membungkam memegangi kertas slip gaji.

"Kenapa kamu diam saja, Mas? aku sedang bertanya padamu!"

"Tidak ada yang bisa kukatakan," jawabnya mengangsurkan kertas slip itu kembali.

"Jadi kamu memintaku untuk cari tahu sendiri Mas?" Aku mengancam dengan nada tinggi.

"Ja-jangan, ini hanya salah paham, sebenarnya aku mengalami kecelakaan dan harus bertanggung jawab pada orang yang kutabrak," jawabnya menelan ludah, cemas sekali.

"Oh ya, kapan itu terjadi?"

"Kamu ingat kan, ketika aku kembali dari kantor dan motorku tergores dan spakboardnya pecah, nah, di situ aku sungguh telah ditimpa musibah. sebenarnya aku telah menabrak orang dan membuat kakinya patah, sementara dia adalah tulang punggung keluarga yang menghidupi kedua anaknya," jawabnya dengan tatapan khawatir.

"Dia laki-laki atau perempuan?"

"Laki-laki atau perempuan sebenarnya itu tidak penting tapi yang paling penting bagaimana kau bersikap dan memberi empati, Yanti. Aku hanya berusaha untuk tidak membebani siapapun oleh karena itu tidak ada jalan lain selain memotong gaji dan membagi dua."

"Baiklah, aku paham, tapi, aku ingin bertemu orang yang kau tabrak," jawabku.

"Tapi, orangnya, berada di luar kota dan kita tidak bisa menemuinya. Dia sudah pulang kampung sekarang ini."

"Jadi, kau berjanji menyantuni dia sebanyak dua juta setiap bulannya, dan memberikan kami sisanya?"

"Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, Yanti. Sebenarnya aku  ingin mengambil kerja sampingan, tapi, jam kerja di kantor terlalu lama kembalinya, sehingga aku tidak tahu harus berbuat apa," jawabnya yang kini terlihat mencucurkan air mata.

"Baiklah, aku mengerti."

"Kau tahu tidak bahwa aku sangat menderita dan selalu kurang istirahat karena memikirkan hal ini. Aku tahu bahwa suatu hari kau akan memprotes dan mengeluh kekurangan, aku merasa telah gagal menjadi seorang suami yang bisa mencukupi kebutuhan keluarganya," keluhnya sedih.

"Bukan begitu, Mas, aku hanya bertanya dan kesal sekali rasanya mendapati bahwa kau membagi gaji tanpa memberitahuku," jawabku mencoba membela diri dari sikapnya yang kini nampak menyedihkan.

"Aku bisa menangkap bahwa kau mencurigai aku berselingkuh dan memberi uang itu kepada wanita lain, kau tahu Yanti ... tidak ada wanita lain di dalam hidupku selain kamu.  Kamu adalah istri dan ibu dari anak-anakku, aku tidak bisa menduakanmu meski bidadari merayuku," jawabnya menggenggam tanganku.

Hati ini pun luluh.

"Makasih ya, Mas, aku percaya," jawabku yang ditanggapi dengan rangkulan olehnya.

Beberapa hari berlalu dengan normal, aku masih menjadi seorang ibu rumah tangga yang hidup prihatin dan berusaha berbakti sebaik mungkin.

Hari itu, aku pergi belanja ke pasar untuk kebutuhan makan dua hari ke depan, tapi alangkah terkejutnya ketika sampai di simpangan dan melihat suamiku berboncengan dengan seorang wanita yang juga membawa belanjaan di tangannya.

Wanita itu terlihat lebih muda dariku, dan mereka berbincang-bincang sambil tertawa. Aku heran mendapati pemandangan tersebut, dan lebih heran lagi ketika melihat wanita itu kini mengalungkan tangannya ke perut suamiku.

Seketika keranjang belanja di tanga terjatuh ke jalanan.

chap-preview
Free preview
1. slip gaji
"Jangan beri aku uang lagi, Mas," ujarku sambil melempar kertas slip gaji miliknya di meja, slip gaji yang kutemukan di dashboard mobilnya, slip gaji dengan nominal dan stempel perusahaan yang asli. "Kenapa kau berkata begitu?" tanyanya sambil meletakkan buku yang dibacanya ke meja. "Lihat saja sendiri, itu apa," jawabku dengan sorot mata yang sudah berapi api. Dia meraih tumpukan kertas berwarna biru itu dan alangkah terkejutnya dia yang hanya bisa menelan ludah sembari memperbaiki sikap salah tingkahnya "Tolong katakan padaku, kenapa kau palsukan slip gaji, dan pada siapa kau bagi setengah gajimu!" teriakku kalap dan bukan main emosinya. "Ini hanya slip lama," ungkapnya melengos begitu saja. "Mas pikir aku tidak membaca tanggal dan bulannya?" Kali ini dia kehilangan kata-kata, sementara aku makin gemas, meminta kepastian, pada siapa dia membagi yang dan kenapa dia hanya menjatahkan setengah dari jumlah tersebut untuk kami bertiga. Pikiranku kini melayang ke mana-mana, membayangkan hal yang tidak-tidak, sembari mengingat bagaimana hematnya aku selama beberapa bukan terakhir. Jangankan untuk membeli baju dan bedak, uang jatah transportasi dan jajan anak sekolah pun terbatas, kadang pas pasan, dan kuakali itu dengan membuatkan mereka bekal. Aku tak pernah memikirkan kepentinganku sebelum kepentingan dua anakku yang kini berada di bangku kelas satu dan dua SMA. * Aku masih berdiri, sedang dia pun membungkam memegangi kertas slip gaji. "Kenapa kamu diam saja, Mas? aku sedang bertanya padamu!" "Tidak ada yang bisa kukatakan," jawabnya mengangsurkan kertas slip itu kembali. "Jadi kamu memintaku untuk cari tahu sendiri Mas?" Aku mengancam dengan nada tinggi. "Ja-jangan, ini hanya salah paham, sebenarnya aku mengalami kecelakaan dan harus bertanggung jawab pada orang yang kutabrak," jawabnya menelan ludah, cemas sekali. "Oh ya, kapan itu terjadi?" "Kamu ingat kan, ketika aku kembali dari kantor dan motorku tergores dan spakboardnya pecah, nah, di situ aku sungguh telah ditimpa musibah. sebenarnya aku telah menabrak orang dan membuat kakinya patah, sementara dia adalah tulang punggung keluarga yang menghidupi kedua anaknya," jawabnya dengan tatapan khawatir. "Dia laki-laki atau perempuan?" "Laki-laki atau perempuan sebenarnya itu tidak penting tapi yang paling penting bagaimana kau bersikap dan memberi empati, Yanti. Aku hanya berusaha untuk tidak membebani siapapun oleh karena itu tidak ada jalan lain selain memotong gaji dan membagi dua." "Baiklah, aku paham, tapi, aku ingin bertemu orang yang kau tabrak," jawabku. "Tapi, orangnya, berada di luar kota dan kita tidak bisa menemuinya. Dia sudah pulang kampung sekarang ini." "Jadi, kau berjanji menyantuni dia sebanyak dua juta setiap bulannya, dan memberikan kami sisanya?" "Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, Yanti. Sebenarnya aku ingin mengambil kerja sampingan, tapi, jam kerja di kantor terlalu lama kembalinya, sehingga aku tidak tahu harus berbuat apa," jawabnya yang kini terlihat mencucurkan air mata. "Baiklah, aku mengerti." "Kau tahu tidak bahwa aku sangat menderita dan selalu kurang istirahat karena memikirkan hal ini. Aku tahu bahwa suatu hari kau akan memprotes dan mengeluh kekurangan, aku merasa telah gagal menjadi seorang suami yang bisa mencukupi kebutuhan keluarganya," keluhnya sedih. "Bukan begitu, Mas, aku hanya bertanya dan kesal sekali rasanya mendapati bahwa kau membagi gaji tanpa memberitahuku," jawabku mencoba membela diri dari sikapnya yang kini nampak menyedihkan. "Aku bisa menangkap bahwa kau mencurigai aku berselingkuh dan memberi uang itu kepada wanita lain, kau tahu Yanti ... tidak ada wanita lain di dalam hidupku selain kamu. Kamu adalah istri dan ibu dari anak-anakku, aku tidak bisa menduakanmu meski bidadari merayuku," jawabnya menggenggam tanganku. Hati ini pun luluh. "Makasih ya, Mas, aku percaya," jawabku yang ditanggapi dengan rangkulan olehnya. Beberapa hari berlalu dengan normal, aku masih menjadi seorang ibu rumah tangga yang hidup prihatin dan berusaha berbakti sebaik mungkin. Hari itu, aku pergi belanja ke pasar untuk kebutuhan makan dua hari ke depan, tapi alangkah terkejutnya ketika sampai di simpangan dan melihat suamiku berboncengan dengan seorang wanita yang juga membawa belanjaan di tangannya. Wanita itu terlihat lebih muda dariku, dan mereka berbincang-bincang sambil tertawa. Aku heran mendapati pemandangan tersebut, dan lebih heran lagi ketika melihat wanita itu kini mengalungkan tangannya ke perut suamiku. Seketika keranjang belanja di tangan terjatuh ke jalanan.

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook