3. Keputusasaan Cinta

1370 Words
"Cukup Cinta! Kamu nggak biasa minum," cegah Nathan saat Cinta hendak kembali menuang minuman ke dalam gelasnya. Nathan merasa menyesal karena telah mengajak Cinta pergi ke klub malam. Tadinya Nathan kira Cinta seperti wanita yang biasa dikencaninya. Wanita yang biasa menyambangi klub malam. Lebih parahnya lagi Nathan baru mengetahui jika Cinta belum pernah sekalipun mendatangi dunia penuh gemerlap tersebut. Tentu saja prinsip Nathan selama ini adalah tidak akan pernah merusak anak gadis orang. Dirinya hanya akan bersenang-senang dengan mereka yang satu frekuensi dengannya. "Kamu ganggu kesenangan orang aja," tolak Cinta yang sudah berada di ambang kewarasannya. Pengaruh alkohol membuat wanita itu tak mampu mengendalikan diri. Rasa getir dan pahit yang awalnya tak mampu dikuasai oleh lidahnya kini telah memberikan rasa candu pada dirinya. "Cukup!" Nathan segera meraih gelas dan botol minuman yang sedang dipegang oleh Cinta lalu menjauhkannya. "Nathan please... Berikan aku sedikit lagi," Cinta memohon dengan kedua tangan mengatup di depan d**a. Cinta mengiba agar Nathan mau menuruti keinginannya. Meskipun Cinta sadar perbuatannya salah tapi minuman beralkohol tersebut nyatanya mampu memberikan ketenangan walaupun hanya sementara. Setidaknya Cinta bisa melupakan segala rasa sakit yang dirasakannya untuk malam ini saja. "Tidak!" Tegas Nathan lalu segera meraih tubuh Cinta. "Kita harus pergi sekarang!" sambung Nathan tanpa mengindahkan protes dari wanita tersebut. Cinta yang sudah benar-benar dikuasai oleh pengaruh alkohol tak mampu meronta dari dekapan tubuh besar Nathan. Sepanjang langkah dari dalam klub malam hingga berada dalam mobil Cinta tanpa henti meracau. Nathan yang sudah berada di kursi kemudi menatap wajah Cinta yang memerah. Penampilan wanita tersebut juga sudah tak keruan bentuknya. Semua ini karena ulahnya. Andai tadi dirinya tidak meminta Cinta untuk mencicipi minuman beralkohol tentu saja wanita itu saat ini masih baik-baik saja. Sembari menghela napas panjang Nathan mulai menghidupkan mesin dan melajukan mobilnya meninggalkan klub malam. Sepanjang jalan Cinta meracau tak jelas. Tanpa sadar wanita itu juga menceritakan kehidupan keluarganya yang membuat Nathan semakin dikuasai oleh rasa bersalah. Apa yang selama ini dimilikinya ternyata tak pernah dimiliki oleh wanita yang tadi siang hampir kehilangan nyawa tersebut. Sesampainya di depan villa Nathan segera memapah tubuh Cinta masuk ke dalam. Membiarkan Cinta beristirahat dengan tenang dan besok dirinya akan kembali menemui wanita itu untuk berbicara. Nathan berencana akan mengantarkan Cinta kembali kepada keluarganya. Terlalu lama berada di sini akan sangat berbahaya bagi wanita lugu sepertinya. Bisa saja Cinta bertemu dengan orang jahat dan memanfaatkan kepolosannya. Besok pagi Nathan akan menanyakan alamat lengkap wanita itu dan segera mengantarkannya pulang. "Please.. Jangan tinggalkan aku sendiri," pinta Cinta seraya memeluk tubuh Nathan yang baru saja melangkah menuju pintu ke luar. "Maaf. Aku nggak bisa," tolak Nathan seraya melepaskan kedua tangan Cinta yang semakin memeluknya erat. "Tolong. Malam ini saja. Aku janji besok kamu tidak akan melihatku lagi di sini," lirih Cinta mulai terisak. Rasa sakit yang tadinya sempat menghilang tiba-tiba saja kembali. Begitu menyesakkan d**a. "Aku janji," ulang Cinta yang seketika membekukan tubuh Nathan. "Ega berselingkuh dengan sahabatku sendiri hanya karena aku tidak memberikan apa yang dia inginkan. Padahal semua ini aku lakukan hanya demi dia," sambung Cinta dengan tergugu. Mata Nathan memejam. Mencoba menenangkan diri. Ini adalah sebuah dilema. Mana mungkin dirinya sanggup berada dalam satu kamar bersama wanita cantik. Terlebih sejak awal pertemuan mereka Nathan sudah tertarik kepada wanita tersebut. Nathan menghela napas panjang sembari melepaskan kedua tangan Cinta lalu berbalik badan. Sedikit menunduk, Nathan menatap lekat wajah cantik Cinta yang berurai air mata. "Istirahatlah! Kamu mabuk. Besok kita akan bicara." Kembali Nathan mencoba memberikan pengertian kepada Cinta. "Aku juga bukan pria yang baik dan kamu tahu itu," peringat Nathan agar Cinta segera melepaskan dirinya. "Bisa jadi aku lebih b******k dari calon suami kamu itu." Jarak mereka berdua yang begitu dekat membuat jantung Cinta berdebar kencang. Matanya yang basah justru mengagumi segala yang ada pada pria di hadapannya. Bagaimana cara sepasang mata hazel yang begitu memikat itu menatapnya. Hidung mancung itu begitu pas berpadu dengan rahangnya yang tegas. Bulu-bulu halus yang tumbuh liar di sekitar sana menambah kesan seksi. Sungguh perpaduan yang sempurna dengan kulitnya yang eksotik. Cinta mulai dikuasai oleh rasa penasaran. Dirinya yang selama ini selalu berhasil menjaga diri untuk tidak disentuh oleh pria kali ini meleleh dengan persona pria di hadapannya. "Tentu saja aku tahu, kamu sudah mengakuinya tadi," sahut Cinta seraya mengikuti perintah dalam hatinya. Kedua ujung kaki Cinta terangkat. Sedikit berjinjit demi memupus jarak di antara mereka. Sepasang bola mata indah bak boneka Barbie itu tertuju pada bibir pria di hadapannya. Seraya membuang rasa ragu kedua tangan Cinta terangkat dan mendarat di kedua bahu Nathan. "Jangan memancing..." Kata-kata Nathan seketika teredam dalam ciuman Cinta. Ciuman yang jelas bisa dirasakan oleh Nathan hanya sebagai pelampiasan. Dengan kasar Nathan mendorong tubuh Cinta. Seketika jarak tercipta. Tautan bibir mereka terlepas. "Aku tidak akan merusak wanita baik-baik!" tegas Nathan dengan mata berkilat marah. Sekuat mungkin Nathan menahan diri untuk tidak menyentuh wanita di hadapannya yang jelas menyiratkan sebuah keputusasaan. Bukannya malu karena penolakan pria di hadapannya Cinta justru mengulas senyuman seraya mengusap jejak basah di pipinya. "Aku memang wanita menyedihkan," jawab Cinta dengan sarkas. "Terserah kamu menyebutku wanita jalang. Aku tidak peduli. Hidupku sudah hancur dan gara-gara kamu juga aku jadi begini. Andai tadi kamu tidak menolongku..." Bibir Cinta tercekat. Tiba-tiba bayangan wajah nenek dan kakeknya membayang. Cinta tidak akan sanggup menemui mereka dengan kondisi seperti ini. Cinta mengambil langkah mundur. Dirinya memang mabuk tapi otaknya masih bisa berpikir jernih. Sekali ini saja dirinya ingin menghabiskan malam bersama seorang pria. Cinta ingin merasakan apa yang telah dilakukan oleh Ega dan sahabatnya. Sekarang, apalagi yang perlu dipertahankan. Bahkan calon suaminya saja tega mengkhianati dirinya hanya karena seks. Perbuatan yang selama ini sangat ia hindari. Kehormatan yang selama ini sangat ia jaga hanya demi pria yang dicintainya. Semua harapannya telah pupus karena pengkhianatan mereka. Lalu untuk apa dirinya mempertahankannya lagi?. "Aku tidak mau kamu menyesal nantinya," balas Nathan merasa iba. Kembali Cinta mengulas senyuman. Lalu mulai melepaskan kancing pakaian yang dikenakan satu persatu. Tubuh Nathan membeku bersamaan dengan rasa hangat yang mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. Mata Nathan mulai mengelam ketika dress hitam yang dikenakan oleh Cinta mulai bergerak turun. Hanya dalam hitungan detik saja dress itu teronggok di lantai. Di antara kedua kaki putih dan mulus yang berhasil merobohkan pertahanan Nathan. Tanpa melepaskan tatapannya kedua kaki Nathan mulai melangkah. Memupus jarak yang tersisa di antara mereka berdua. Tak hanya jantung Cinta yang berdebar kencang, tapi jantung Nathan juga bekerja lebih ekstra. Sebelum melancarkan aksi, Nathan kembali memperingatkan. "Kamu yang memintanya," bisik Nathan seraya memindai tubuh putih nan mulus bak salju milik Cinta. Dengan jelas Nathan bisa melihat kegugupan Cinta. Tapi wanita itu juga tetap menantangnya. Dengan menyeringai tangan Nathan terangkat. Memberikan sentuhan seringan mungkin dengan ujung jarinya di bahu Cinta. Spontan mata Cinta memejam. Mencoba meredam gejolak aneh yang hadir pada dirinya. Cinta berusaha menyiapkan diri dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Setelah malam ini semua akan berubah. "Kamu masih memiliki kesempatan untuk menghentikan ini semua," lirih Nathan dengan suaranya yang berubah parau. Mata hazel itu tak henti mengamati pemandangan indah di depan matanya. Seketika mata Cinta terbuka. Wajahnya semakin memerah. Di sisa kewarasannya Cinta mencoba menimbang tawaran Nathan untuk mengurungkan semua apa yang dimulainya sebelum terlambat. Cinta terdiam sedangkan Nathan semakin gencar menggoda. Jemarinya mulai bergerak ke arah tubuh bagian depan Cinta. Jemari itu mulai nakal dengan menyentuh gundukan yang menyembul dari kain penutup berwarna hitam di sana. Dengan bergetar tangan Cinta bergerak ke arah belakang. Meraih pengait yang berada di punggungnya. Lalu dalam sekali sentuh pengait itu terlepas. Nathan tertegun dengan perbuatan berani Cinta. Padahal Nathan sudah setengah mati menahan diri untuk tidak bermain terlalu jauh. Tapi pria b******k seperti dirinya mana mampu menahan godaan seberat ini. Mata Nathan kini berhenti pada dua gundukan indah yang secara perlahan terbuka. Terlihat kencang dan menantang untuk dinikmatinya. Nathan masih mencoba menahan diri dengan memejamkan mata. Berharap ketika kedua matanya terbuka kembali semua ini hanyalah ilusinya belaka. Dengan napas memburu Nathan kembali membuka mata dan apa yang dilihatnya adalah nyata. Kain hitam yang tadinya masih menutupi sebagian d**a Cinta kini teronggok di atas lantai. Wajah Cinta semakin memerah karena Nathan tak juga melancarkan aksinya. Lalu demi menutupi rasa malu dan gugupnya Cinta kembali mencium bibir Nathan. Dan tentu saja kali ini Nathan tak lagi diam. Tapi langsung menyambutnya dengan antusias. "Jangan salahkan aku, Cinta!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD