Part 1. Rencana Hidup

1042 Words
Darel sedang berada di ruangannya, tengah melihat sebuah catatan yang dibuatnya sejak beberapa tahun yang lalu. Catatan itu adalah list dari rencana hidupnya dalam jangka waktu sepuluh tahun sejak dia lulus kuliah. Dia juga sudah pernah membuatnya ketika masih duduk di sekolah menengah atas dan membuatnya dalam jangka waktu lima tahun ke depan. Rencana kehidupannya sudah tersusun dengan sangat rapi dan dia berusaha untuk bisa mencapainya. Meskipun ada beberapa hal yang dicatatnya itu meleset dari kenyataan, dia sudah memiliki rencanan cadangan untuk menjadi obsi lain. Mulai dari membuka bisnis baru yang dia dirikan sebelum benar-benar lulus kuliah, sampai di usia yang dia harus segera menikah. Target menikahnya adalah ketika dia berumur dua puluh delapan tahun dan di tahun sekarang, harusnya dia sudah mendapatkan seseorang yang akan dinikahinya. Ya, seharusnya memang dia sudah memiliki kekasih atau seseorang bisa diajaknya menikah agar rencanan hidupnya yang tertulis di agendanya itu bisa terealisai dengan baik.  Darel menutup bukunya dan kembali menyimpannya di dalam laci meja kerjanya. Kedua tangannya saling menjalin di atas meja dan memikirkan sesuatu. Terkadang, Darel dibuat penasaran akan siapa jodoh yang nantinya dikirimkan Tuhan kepadanya. Siapa perempuan yang akan menjalani bahtera rumah tangga bersamanya? Dan pemikiran-pemikiran lain yang tercipta di dalam kepalanya ketika dia tidak sedang melakukan apapun.  “Pak, meeting akan segera dilaksanakan.” Perusahaan yang didirikannya dengan modal nekat itu, membuatnya menjadi pengusaha muda yang patut diperhitungkan. Perusahannya bukanlah perusahaan besar. Tapi jangan tanyakan seberapa sibuknya pegawainya untuk menangani sebuah tender. Karena mereka mampu menangani proyek-proyek besar dengan kepuasan yang luar biasa bagi para customer nya.  Pengerjaan dengan kwalitas yang sangat memuaskan. Target pengerjaan yang tepat. Dan benar-benar teliti menjadikan ‘In’Design’ menjadi perusahaan yang patut berbangga karena dalam beberapa kesempatan, mampu mengalahkan perusahaan besar yang menjadi pesaingnya.  “Ya. Saya akan segera kesana.” Setelah mendapatkan jawaban, asistennya keluar dan kembali untuk menyelesaikan pekerjaannya.  Darel berdiri dan meregangkan otot-ototnya yang dirasakan terlalu lelah karena banyaknya lokasi yang harus dia datangi untuk melihat sudah sejauh apa anggotanya dalam menyelesaikan pekerjaan. Merapikan pakaiannya yang dirasa berantakan, kemudian lelaki itu berjalan untuk keluar dari ruangannya.  Diikuti oleh sang asisten, dirinya pergi ke ruang rapat untuk menemui pegawainya yang akan mempresentasikan hasil karya mereka untuk menangani proyek yang akan ditangani.  Yang dibutuhkan dalam perusahaan design interior adalah kreativitas dalam pembuatan karya. Arsitek yang bekerja di In’Design memiliki kemampuan yang cukup mumpuni untuk diajak bersaing. Para anak muda kreatif, jika orang bilang. Satu per satu design yang mereka persiapkan diajukan kepada Darel. Lelaki itu mendengarkan dan melihat layar di depannya dengan seksama. Mencoret beberapa bagian yang menurutnya perlu diperbaiki yang dia bubuhkan di kertas berisi gambar yang ada diberikan kepadanya sebelum meeting tersebut dimulai. “Perusahaan ini adalah perusahaan IT. Bisakah kalian membuatnya lebih santai dan manis?” Darel berkomentar ketika semua karyawannya selesai mempresentasikan pekerjaannya.  “Jika kita bisa mengambil inspirasi dari design perusahaan-perusahaan besar yang ada di dunia, kita pasti akan melihat betapa kreatifnya mereka. Google, misalnya. Mereka memiliki keunikan dengan menambahkan kursi yang berbentuk kepala helicopter. Atau kantor Design Factory, kantor mereka berada di atas air dan menunjukkan kesan sejuk dengan kolam-kolam mengelilingi.  “Kita juga harus sekreatif mereka. Bagaimana dengan ayunan?” katanya memberikan ide. Ada beberapa ayunan yang ditempatkan di beberapa sudut, untuk mereka bersantai, itu sepertinya memberikan kesan unik bukan?” matanya menatap satu per satu karyawannya.  Mereka mengangguk dengan ide yang diberikan oleh bos nya. “Ada beberapa design yang saya rasa cukup unik. Tapi ada bagian yang membuat saya kurang puas. Kalian tidak perlu takut menggunakan warna cerah. Yang terpenting kombinasinya bagus, itu akan menjadi luar biasa.”  Darel berdiri. “Kalian bisa merevisinya kembali. Kita akan meeting lagi nanti setelah kalian memperbaikinya.” Diakhiri dengan senyum, membuat semua karyawannya ikut tersenyum. Bagi mereka, Darel adalah bos yang baik. Ketegasan itu jelas ada karena dia adalah seorang pemimpin. Tapi dia bisa mengendalikan dirinya untuk tidak gampang mengeluarkan amarahnya.  Inilah kegiatan Darel sehari-hari. Meninjau lokasi proyek dan memastikan jika anggotanya bekerja dengan baik. Dia begitu menikmati pekerjaannya karena memang inilah bidang yang sesuai dengan jiwanya. Pulang ke rumah, lelaki itu berdiri di balkon kamarnya sambil menikmati cappuccino miliknya. Memikirkan salah satu rencana hidupnya yang belum terealisasi. Yaitu, menikah. Banyak perempuan yang ada di sekitarnya. Tapi tak ada dari mereka yang menarik perhatiannya. Sedangkan dia tidak ingin rencana itu buyar begitu saja. Dia paham, jika jodoh adalah rahasia Tuhan. Dia paham, mungkin Tuhan masih memberikannya waktu untuk menikmati hidupnya tanpa rengekan dari seorang perempuan. Teman-temannya juga pernah memperkenalkannya dengan beberapa perempuan kepadanya, tapi tidak ada yang cocok dari perempuan-perempuan tersebut.  Arkan : Mozela Kafe. Gue tunggu di sana.  Itu adalah chat dari temannya. Mozela kafe adalah kafe tempat tongkrongan teryahud bagi Darel dan teman-temannya, karena memang kafe tersebut adalah kafe milik Darel sendiri. Kerja keras lelaki itu memang menunjukkan hasil yang luar biasa. Sejak dia memasuki masa kuliah, ada saja yang dilakukannya untuk mendapatkan uang dari bisnis-bisnis kecil yang dia lakukan. Darel bukanlah putra dari pengusaha besar seperti di novel-novel, karena faktanya, dia adalah putra kedua dari pasangan guru. Kedua orang tuanya, adalah guru SMP. Jika dibilang dia kekurangan uang, tentu saja tidak. Tapi dikatakan memiliki banyak uang, tidak juga. Karena ketika dia kuliah dan memilih merantau ke Jakarta, dia juga sering kekurangan uang. Karena dia tak ingin terus-terusan meminta uang kepada orang tuanya, dia memutuskan mendapatkan uang dengan caranya sendiri. Salah satunya dengan berbisnis sangat kecil-kecilan yang dilakukannya.  Senyumnya terlihat ketika Darel menemukan teman-temannya yang sudah duduk melingkar di meja. “Si bos datang.” Arkan menyapa lebih dulu kemudian bertos ria. Darel memiliki tiga teman baik, atau bisa dibilang mereka adalah sahabat.  Arkan, Randi, dan Zio. Mereka berteman sejak mereka kuliah. Dan bertahan sampai sekarang.  “Kayaknya kita ganggu, ini.” Begitu kata Randi yang melihat Darel yang sepertinya terlihat lesu.  “Lo sedang nggak oke ya?” Tanya Zio. “Atau lo sedang memikirkan tentang jodoh yang tak kunjung datang?” kekehan Darel terlihat. “Mungkin salah satunya itu.” Jawabnya tak perlu menutupi. Ketiga temannya tentu tahu jika Darel dikejar target menikah. Karena mereka paham jika Darel sudah Menyusun rencana hidupnya itu beberapa tahun yang lalu yang harus bisa lelaki itu tepati. “Mau gue kenalin sama temen gue?” Randi menawarkan meskipun dia tak yakin kali ini juga akan berhasil. Karena waktu itu saja, Darel menolak teman Randi dengan alasan, mereka benar-benar tak cocok. *.* Note : Kalau yang baca ini merasa aneh dengan ide yang Darel keluarkan, bagi saya itu tidak. Saya kerja di bagian ini meskipun bukan menjadi interior design. Dan kami pernah mengerjakan proyek dan ada ayunan di dalam kantor itu. Dan juga kantor IT.  Dan, selamat menikmati. Semoga suka. *-*
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD