Part 4

1590 คำ
Arthur menggeleng pelan melihat matenya yang terapung di kolam renang. Sayap hitamnya membentang gagah, terbang ke bawah dengan santai. Menapak di atas air, menunduk, dan membawa tubuh mungil Lily ke dalam gendongannya lalu kembali terbang ke kamar. "Kau ini lemah sekali, terjatuh dari lantai lima saja kau sudah pingsan." Dipencetnya hidung mancung Lily dengan gemas. Menghela nafas panjang sebelum mengubah ekor Lily menjadi kaki. Tak lupa menggantikan pakaian Lily yang sudah basah dengan dress berbahan lembut. Ia terdiam menatap wajah Lily yang terpahat sempurna. Tatapannya terlihat sangat memuja wajah cantik matenya. Tatapan yang tak pernah ditunjukkannya sewaktu gadis itu bangun. Maklum, gengsi. "Sampai kapan pun, kau hanya milikku." gumamnya posesif kemudian mengecup bibir gadis itu sekilas. Demon tampan itu kembali berkutat dengan berkasnya, sesekali mencuri pandang ke arah Lily yang masih terpejam damai. Entah kenapa, bibir gadis yang sedikit terbuka itu seakan memanggil-manggilnya untuk melahap dan melumat habis-habisan. Keningnya mengernyit. Alisnya menyatu. Jantungnya berdebar tidak nyaman. "Persetan dengan berkas sialan ini." desisnya. Dalam hitungan detik, dia sudah berada di atas tubuh Lily. Kedua tangan kekarnya menopang tubuh sendiri agar tidak menimpa tubuh mungil Lily. Bibirnya mulai beraksi. Mengecupi leher jenjang Lily yang masih terlihat jelas bercak-bercak merah di sana. Belum hilang bekas yang semalam, dia kembali menambahnya. Menurunkan tali spageti gaun Lily dengan pelan. Bibir merahnya mulai bekerja di bagian bahu Lily, turun ke bawah, dan membuat tanda yang banyak di sana. Ulah nakalnya membuat Lily terbangun dari pingsannya. Gadis itu menjambak pelan rambut Arthur. Menahan pergerakan pria itu membuat tanda di bahunya. "Arthur, jangan gigit Lily terus. Lily bukan makanan." Merengek dengan wajah menggemaskan. Semakin membuat Arthur tidak tahan hingga terlintas ide nakal di otak liciknya. "Baiklah. Aku tidak akan mengigitmu lagi, honey. Tapi, sebagai gantinya kau lah yang mengigit leherku." Menatap intens iris abu-abu Lily. "Lily tidak mau. Nanti Lily terserang virus." Wajah Arthur seketika merah padam. Niat hati ingin menggoda, kenapa dia malah dibuat kesal? "Heh! Memangnya kau pikir aku ini kuman, hah?!" bentaknya kesal. Mimik wajahnya terlihat begitu tidak bersahabat. Sementara yang dibentak, mulai berkaca-kaca. Siap menangis. "Dasar cengeng! Nangis saja terus kerjaanmu!" kesal Arthur seraya bangkit dari atas tubuh Lily. "HUAAAAA!!! ARTHUR JAHAT!!!!" Demon tampan itu meremas rambutnya frustasi. "Diam atau ku lempar kau dari balkon lagi?!" ancamnya tak main-main. "Hikss ... Arthur jahat! Lily ingin pulang! Lily ingin mommy dan daddy! Mereka baik, tidak seperti Arthur." isaknya pilu. Arthur yang tidak bisa bersabar segera meraup tubuh mungil itu, membawa ke dalam gendongannya, dan berjalan ke arah balkon. Tubuh Lily menegang dan semakin menangis histeris layaknya anak kecil. Mendadak, pria tampan itu merasa tak tega. "Diam atau kulempar?" Tetapi tetap saja, mulut dan hatinya tidak bisa berkompromi. Lily menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan mungilnya tanpa berani menyahut satu kata pun. Dasar Arthur jahat! "Bagus!" kata Arthur puas ketika tangisan Lily tidak terdengar lagi. Ia kembali membawa Lily ke kasur dan meletakkannya dengan hati-hati. "Jangan tutupi wajahmu lagi, nanti kau susah bernafas!" tegurnya datar. Gadis yang tak mau dibentak lagi itu pun menurut dengan patuh. Untuk kesekian kalinya Arthur terkesima melihat wajah menggemaskan Lily yang sedang menangis atau pun sesudah menangis. Arthur membalikkan badannya, membelakangi Lily guna menyembunyikan senyuman manisnya. Lily yang dibelakangi menjulurkan lidahnya ke arah pria itu. 'ish, dasar Arthur nyebelin!' Kala pria itu berbalik, Lily memasang wajah sepolos bayinya. Arthur menjadi frustasi sendiri hingga tidak bisa menahan diri untuk tidak menyerang mate imutnya itu. Lidahnya bermain dengan lihai di dalam mulut Lily yang manis. Manis bagaikan permen. Membuatnya terlena dalam manis nan memabukkan itu. Lily hanya diam mematung tanpa membalas karena sampai sekarang masih tidak paham bagaimana cara berciuman. Ia hanya mengerjap pelan menatap wajah tampan Arthur dari dekat. Nafasnya terasa sangat sesak karena tidak bisa bernafas dengan baik akibat ciuman menggebu-gebu Arthur. Untungnya Arthur peka dan melepaskan ciumannya dengan wajah tidak rela. Lily langsung mengambil nafas rakus sehingga membuat perut Arthur terasa tergelitik. "Kau seperti ikan yang terdampar di daratan saja." komentar Arthur santai sambil tiduran di samping Lily. "Hah huh hah huh hah huh." Bibir Arthur berkedut geli mendengar nafas Lily yang tidak beraturan akibat ulahnya. Pria itu menarik tubuh mungil sang mate ke dalam pelukan hangatnya. Perutnya seperti dipenuhi ulat kecil kala Lily membalas pelukannya tanpa sadar. "Lily mengantuk." Tanpa sadar suara manja Lily keluar karena kehangatan yang Arthur salurkan pada tubuhnya. "Tidur lah, honey. Aku akan menjagamu." bisiknya menenangkan. Membawa tubuh Lily semakin merapat pada tubuhnya. Tangannya tak berhenti bekerja mengusap punggung Lily. Tak lama, terdengar lah deru nafas beraturan dari mate menggemaskannya. "I love you, honey." bisiknya di telinga Lily pelan dan penuh perasaan. **** Lily terbangun dari tidurnya. Mengucek matanya pelan agar dapat melihat dengan jelas seperti sedia kala. Ketika pandangannya tidak kabur lagi, matanya langsung bertatapan dengan iris sebiru lautan Arthur. "Kenapa?" Bertanya polos karena penasaran dengan wajah cengo Arthur. Seolah tersadar, pria tampan itu berdiri dari duduknya sambil berdehem keras. "Mandi lah. Setelah itu kita makan malam." Bibir Lily mengerucut. "Lily tidak ingin mandi. Dingin!!" Rupanya tidak hanya wanita lain yang tidak mau mandi karena dinginnya cuaca. Lily pun begitu. Untung cantik. "Dingin kau bilang? Memangnya selama ini kau tinggal dimana sampai tidak merasakan dinginnya air laut?" "Lily tinggal di rumah bersama mommy dan Daddy. Kenapa Arthur bertanya Lily merasakan dinginnya air laut?" Arthur berusaha menangkap perkataan Lily meski membingungkan. "Jadi selama ini kau tidak tinggal di laut?" "Iya. Lily manusia, bagaimana bisa manusia tinggal di dalam laut, Arthur?" "Kau mengada-ngada?! Manusia kau bilang?! Kau itu putri duyung, Lily!" Lily mengerjap polos mendengar ucapan penuh penekanan pria tampan tersebut. "Lily memang manusia." "Lalu kenapa manusia sepertimu bisa berada di sini? Dunia manusia dan dunia ini sangat berbeda." Arthur menghela nafas panjang melihat tatapan tidak mengerti sang mate. "Tidak tahu. Awalnya Lily hanya pergi ke segitiga Bermuda, lalu kapal yang Lily tumpangi tenggelam dan tubuh Lily seperti tersedot sesuatu. Saat membuka mata, Lily sudah berada di dalam air dan menjadi putri duyung." Arthur mengernyit. "Segitiga Bermuda?" Lily mengangguk meyakinkan. "Aku belum pernah mendengar nama tempat itu sebelumnya." "Masa Arthur tidak tahu?" Tanya Lily tidak percaya. "Memang ada apa dengan tempat itu sampai kau terkejut aku tidak mengenali tempat itu?" Tanya Arthur malas. Lily mengetuk dagu dengan jari telunjuk seraya mengigit bibir bawahnya. Otak polosnya mulai berpikir keras bagaimana cara menjelaskannya ke Arthur. "Segitiga Bermuda adalah tempat yang sangat misterius. Segitiga Bermuda terletak di wilayah bagian barat Samudra Atlantik Utara. Bentuk wilayahnya didefenisikan sebagai segitiga dengan titik ujung di bagian utara adalah Bermuda, Puerto Riko sebagai titik di sebelah selatan, dan Miami sebagai titik di sebelah barat." Arthur diam mendengarkan dengan wajah serius. "Di Segitiga Bermuda banyak pesawat dan kapal yang hilang tanpa bisa dijelaskan. Banyak orang yang bilang di sana terdapat pangkalan UFO dan tempat berkumpulnya para setan. Karena Lily penasaran, Lily akhirnya memutuskan untuk mendatangi Segitiga Bermuda sendirian." Otak cerdas Arthur menangkap dengan sangat baik maksud ucapan Lily. Tapi, ada satu hal yang mengganjal. "Kenapa kau pergi sendirian? Apakah kau dibiarkan pergi sendirian oleh keluargamu?" Lily menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Hem, itu, mereka tidak tahu Lily pergi ke Segitiga Bermuda." "Siapa yang membekali perjalananmu sampai ke sana?!" "Sahabat-sahabat Lily. Mereka sangat baik." Jawab Lily sambil tersenyum polos. Arthur memijit kepalanya yang tiba-tiba pusing akibat kepolosan Lily. Kemudian ia menjitak kepala Lily gemas. "Mereka bukan baik tapi mereka berniat mencelakaimu. Kenapa kau sebodoh ini hah?!" Gadis cantik itu mengerjap polos. "Mereka ingin mencelakai Lily?" "Pikir saja sendiri, bodoh!" Bibir tipis merah muda yang terlihat menggoda itu mencebik tidak terima. "Mereka baik. Buktinya mereka selalu tersenyum ke Lily." "Yang selalu tersenyum bukan berarti dia orang baik." Lily mengangguk mengerti. "Berarti mulai sekarang Lily tidak boleh senyum kalau tidak ingin dianggap orang tidak baik?" Dengusan kasar tak dapat ditahan dari mulut Arthur mendengar pertanyaan polos bin ajaib mate imutnya. "Mandi sana sebelum ku makan!" Bibirnya berkedut geli melihat tubuh Lily menegang. Lebih baik seperti ini daripada berdebat dengan pemikiran polos Lily yang hanya membuatnya kesal. "Iya, iya. Lily mandi. Dimana kamar mandi Arthur?" Sungutnya pelan. Tanpa menjawab sepatah kata pun, Arthur menunjuk kamar mandi dengan dagunya. Lily berjalan ke kamar mandi dengan wajah tertunduk sebal. Arthur bersikap tak acuh sembari duduk di tempat tidur mereka. "JANGAN LAMA-LAMA!" Tangan mungilnya yang hendak membuka pintu terhenti begitu saja mendengar titah dingin demon arogan itu. Menoleh ke belakang dan mendesah malas. "Iya, Lily tidak akan lama-lama." Segera membuka pintu kamar mandi dan masuk ke dalam sana. Di dalam kamar mandi, ia mengisi bathub dengan air dan sabun. Membuka pakaian yang melekat di tubuhnya dengan tidak sabaran. Kemudian mencari posisi ternyaman di bathub. Ia berniat untuk menenangkan pikiran dan memanjakan tubuhnya untuk sejenak. "Bagaimana kabar mommy dan Daddy ya? Lily sangat merindukan mereka sekarang." Raut wajahnya begitu sedih memikirkan orangtua yang dicintainya. Sungguh, ia tidak bisa berpisah lama-lama dari mereka. Ketika teringat dengan perintah Arthur, Lily buru-buru menyelesaikan kegiatan mandinya. Ia tidak ingin dimakan lagi. Kala hendak keluar dari bathub, Lily tersungkur hingga ia refleks menjerit kesakitan. Arthur yang mendengar jeritan Lily merasa sangat terkejut dan segera menyusul. Takut terjadi hal buruk terhadap matenya itu. "HONEY!" Wajah Arthur terlihat sangat terkejut melihat Lily terjatuh tertelungkup di atas lantai. Buru-buru ia mengangkat tubuh polos Lily ke dalam gendongannya. "Arthur, Lily takut. Kaki Lily hilang. Lily tidak mau punya ekor." Hati pria itu melunak mendengar nada ketakutan dan isak tangis Lily. "Tenang saja, aku akan mengganti ekormu dengan kaki lagi." "Lily tidak ingin menjadi putri duyung seperti ini, Lily ingin menjadi manusia normal seperti semula." Setelah mengatakan itu, kesadaran Lily perlahan mengikis sehingga membuat Arthur kalang kabut. -Tbc-
อ่านฟรีสำหรับผู้ใช้งานใหม่
สแกนเพื่อดาวน์โหลดแอป
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    ผู้เขียน
  • chap_listสารบัญ
  • likeเพิ่ม