Part 8

1046 คำ
Awan kelabu menghiasi langit. Rintik hujan terlihat. Tangan nan terlihat pucat itu terulur ke luar jendela, menampung tetesan air yang turun membasahi bumi. Matanya terpejam. Merasakan hawa dingin yang menerpa wajahnya serta menghirup udara segar yang tercipta karena hujan. Sejak dulu, dia suka dengan hujan tapi benci dengan petir. Suka senja tapi benci fajar. Pintu kamarnya yang di dobrak dengan keras membuat perhatiannya teralihkan. Keningnya mengernyit melihat Stevan berdiri di ambang pintu dengan nafas yang terengah-engah. "Kenapa?" "Bella diculik, kak." jawab Stevan dalam satu tarikan nafas. Aurora melotot kaget. "Sekarang dimana dia?!" "Di lantai bawah, kak. Para penjaga berusaha menahan penculik." Aurora langsung berlari sekencang mungkin ke lantai bawah. Perasaannya kalut ketika tidak melihat Bella di lantai bawah. Bergegas ke pintu utama. Tangannya mengepal kencang melihat si penculik memasukkan Bella secara paksa ke dalam mobil. "Akan ku buat penculik itu menyesal!!" geramnya. Dengan cepat ia mengejar mobil tersebut dengan sepeda. Mendadak, kecepatan sepeda bisa mengalahkan kecepatan mobil si penculik. Aurora melemparkan sepeda ke depan mobil hingga mobil tersebut mengeram secara mendadak. "Keluar kau!!" Dua orang pria bertubuh besar keluar dari dalam mobil dengan wajah sangarnya. "Beraninya kau menganggu pekerjaan kami!" desis salah satunya. "Kita buat saja dia menyesal." Mereka berdua saling bertatapan lalu menyeringai. "Kau tidak akan bisa selamat dari kami, gadis cantik." "Tidak akan ada yang bisa menyelamatkanmu sekarang." Dari seringaian penuh maksud kedua pria itu, Aurora dapat menebak rencana mereka. Apalagi selain menikmati tubuh indahnya. "Kalian yang tidak akan bisa selamat dariku." kekeh Aurora. "Gadis sombong. Tapi lihat saja, beberapa menit ke depan kau tidak akan bisa sombong lagi di hadapan kami." Aurora berdecih kesal. "Jangan banyak omong kosong kalian! Maju kalian berdua jika berani!!" Kedua pria tersebut tersulut emosi karena ucapan meremehkan Aurora. Mereka menyerang dengan cepat dan tidak beraturan. Aurora menghindar dengan mudah dari serangan mereka. Terkadang, karena serangan mereka itu, mereka sampai menyerang satu sama lain. Aurora begitu mempermainkan emosi mereka hingga tidak terkontrol. Bughh!! Pukulan keras Aurora layangkan ke tengkuk keduanya hingga kedua pria tersebut pingsan secara bersamaan. Aurora tersenyum sinis sembari menepuk-nepuk tangannya seolah baru saja terkena debu. "Untuk sekarang kalian tidak akan ku lukai dulu." kekehnya seraya menyeret mereka ke dalam mobil. Untungnya Bella pingsan, jadi gadis kecil itu tidak melihat perbuatannya. Anak kecil tidak baik melihat adegan kekerasan. Dia memindahkan Bella ke bagian depan sebelum memasukkan keduanya. Keberuntungan memihaknya, di sana ada suntik bius, pisau, pistol, dan tali. Diikatnya dengan kuat kedua tangan pria tersebut. Kemudian mengendarai mobil kembali ke mansion Jason. Aurora menurunkan Bella dan memberikan ke maid. "Urus Bella dengan baik sebentar. Aku ada urusan penting." "Baiklah." Aurora kembali masuk dalam mobil, mengabaikan pertanyaan adiknya. Ia mengendarai mobil dengan cepat. Menghentikan mobilnya di tempat yang sepi dan tidak ada rumah warga satu pun. Seringaiannya semakin menjadi. "Akan ku buat kalian menjerit nikmat." Tamparan keras di layangkannya ke pipi mereka. Namun, tidak ada reaksi. Melihat sebotol alkohol, ia segera meraihnya dan menyiramkan ke keduanya secara bergantian. Alhasil, keduanya terbangun seraya terbatuk-batuk. "Kau!" bentak salah satunya. "Apa? Kaget melihatku, huh?" "Lepaskan kami!!" "Lepaskan kalian? Ha-ha. Kalian bercanda ya?" Kedua pria itu bergidik ngeri mendengar tawa Aurora. "Kalian telah berani menculik Bella! Maka artinya kalian sama saja merelakan nyawa kalian kepadaku." Tanpa aba-aba, Aurora menghentakkan pisaunya pada tangan pria berkepala botak. Semakin menghentakkan pisaunya hingga tembus sampai ke paha. "Arghhhh!! Gadis gila!!!" jeritan penuh kesakitan dan umpatan terdengar. Membuat Aurora semakin kesenangan. "Sudah lama sekali rasanya tidak bermain dengan manusia sampah. Aku akan memuaskan hasrat membunuhku sekarang." kekeh Aurora. Tatapannya beralih ke pria yang satunya. "Sepertinya asik kalau jarimu ku potong satu persatu-satu." Senyum manisnya terpampang. "Dasar gila!!" umpat keduanya bersamaan. "Ya. Bisa dikatakan aku ini gila." sahutnya tanpa beban. Diraihnya tangan targetnya dengan kasar. Ditatapnya jari-jari besar itu dengan intens. "Sepertinya jari ini akan muat di dalam mulut temanmu." Kekehnya. Targetnya berusaha menyembunyikan tangannya, akan tetapi dia tidak bisa. "Percuma, sayangku." Ejeknya sebelum memotong jari-jari itu. Jeritan kesakitan terdengar begitu memekakkan telinga. Tapi bagi Aurora, jeritan kesakitan itu adalah nyanyian termerdu di dunia. Ingin sekali selalu mendengar jeritan kesakitan karena ulahnya. Tapi apa lah daya, ia terlalu sibuk bekerja untuk bertahan di dunia yang kejam ini. Tanpa merasa jijik sedikit pun, Aurora memegang salah satu jari yang terpotong. Senyumannya mengembang. Beralih menatap si botak dengan seringaian khasnya. "Ayo buka mulutmu, makanan lezat ini sudah tidak sabar berada di dalam mulutmu." kikik Aurora. "MENJAUH DARIKU!!" Jeritan si botak membuat Aurora menyengir. "Makan ini dulu, baru aku menjauh darimu." ujarnya begitu santai seperti membujuk anak kecil. "ARGHH!! MENJAUH!! AKU TIDAK MAU MAKAN ITU, PEREMPUAN GILA! AK--" Aurora langsung menyumpalkan potongan jari itu ke mulut si botak hingga pria tersebut tidak jadi melanjutkan ucapannya. Dan hari itu, Aurora melepaskan semua aksi kekejaman yang sering terlintas di otaknya. Dan tentu saja tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. *** "Goumin, aku mencintaimu sejak dulu. Dan kau harus menjadi milikku!!" Goumin menatap Lisa dengan tatapan merendahkan. Sebuah kesialan baginya bertemu dengan Lisa di makan siang kali ini. "Apa pun caranya, kau harus menikahiku!!" tegas Lisa dengan mata yang berkilat penuh ambisi. Goumin menyandarkan punggungnya ke kursi. "Murahan." Singkat, jelas, dan padat. Satu kalimat yang terlontar dari mulutnya bahkan sampai membuat Lisa tertohok. Goumin mengernyit melihat Lisa mengubah ekspresinya menjadi sedih. Tidak biasanya. "AKU HAMIL ANAKMU, GOUMIN!! KAU HARUS BERTANGGUNG JAWAB!!" Teriakan Lisa membuat perhatian seisi restoran tertuju pada arah mereka. Bisikan-bisikan mulai terdengar. Goumin mengusap rambutnya kasar ketika semua orang menyalahkannya sebagai pria yang tidak bertanggung jawab. Lisa memang membuat harinya kacau sejak dulu. Harusnya wanita itu tidak pernah ada di dunia ini. "AKU TIDAK INGIN ANAK KITA LAHIR TANPA SEORANG AYAH, GOUMIN." Lisa berakting menangis tersedu-sedu. "Hei, anak muda. Berani berbuat, maka berarti harus berani bertanggung jawab!" "Jangan jadi pengecut!!" "Kaum pria sama saja! Mereka hanya ingin mendapatkan yang manis-manis saja!!" Goumin berdiri hingga kursi yang didudukinya terjatuh dengan keras ke lantai. Pria itu menatap penuh intimidasi ke sekeliling. "AKU TIDAK PERNAH MENGHAMILI WANITA GILA INI!" "Halah, bilang saja kalau kau tidak ingin bertanggung jawab!" seru salah seorang pengunjung. "Betul itu!!" Goumin semakin meradang kesal ketika pengunjung di sana mengambil fotonya dan Lisa. "DENGAR!! AKU TIDAK PERNAH MENGHAMILI WANITA SIALAN INI!!" Sayangnya, orang-orang hanya akan percaya dan bersimpati ke orang yang terlihat sebagai korban tanpa mencari tahu siapa yang korban sebenarnya. -Tbc-
อ่านฟรีสำหรับผู้ใช้งานใหม่
สแกนเพื่อดาวน์โหลดแอป
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    ผู้เขียน
  • chap_listสารบัญ
  • likeเพิ่ม