Chap 3

1181 คำ
Hari ini Damian harus ke kantor. Meskipun ia ingin ekstra memperhatikan Abby, ternyata dia tetap tidak bisa mencurahkan seluruh waktu dan perhatiannya. Dia harus tetap ke kantor mengurus semua tanggung jawabnya sebagai seorang CEO dari perusahaan keluarganya. Andai boleh memilih dia ingin menjadi pilot. Itu cita-citanya saat masih kecil dulu. Sejak kecil, dia biasa hidup di tengah mesin-mesin pesawat. Akan tetapi, dia adalah putra sulung Derrick Anthonio Schiffer, pengusaha aerodinamic paling sukses di Jerman. Jadi dialah penerus ayahnya. Bukan sebagai pilot tetapi sebagai seorang pengusaha. Menjadi pilot atau yang lainnya tidak ada di kamus keluarganya. Mereka ditakdirkan menjadi pengusaha. Kecuali kau seorang perempuan. Dan gen keluarga besarnya lebih menang gen laki-laki. Saat ini, hanya Abby satu-satunya cucu perempuan keturunan keluarga besar Adams, keluarga ibunya. Dan karena kebetulan ayahnya adalah anak tunggal keluarga Schiffer, otomatis semua tanggung jawab itu ada di pundaknya sebagai cucu pertama. Damian turun dari kamarnya dan langsung menuju kamar Abby. “Pagi, Sayang.” Ia mencium kening Abby lembut. “Pagi, Kak.”  “Perawatmu belum datang?” Tanya Damian saat melihat Agna yang sedang menyisir rambut panjnag gadis itu. Bukankah sebagai perawat Abby, gadis itu harusnya di sini sejak pagi? “Kimmy datang siang. Dia harus ke kampus pagi ini.” “Dia masih kuliah?” Abby mengangguk. “Pendidikan dokter lanjutan.” Wow... Gadis ceroboh itu seorang dokter? “Lalu kenapa dia memilih jadi perawatmu? Bukankah berarti dia sudah punya gelar sarjana kedokteran?” “Ya, dia pernah ditawari jadi asisten dokter. Akan tetapi dia belum mau menjadi dokter kalau belum menyelesaikan spesialisnya.” Damian menerawang.  “Apa yang kau pikirkan, kakakku Sayang? Hmm... Jangan-jangan...” goda Abby sambil tertawa. Damian memutar bola matanya. “Aku harus ke kantor hari ini, Sugar. Kau...” “Tidak apa-apa. Aku dan dua malaikatku akan belanja hari ini,” Abby memotong ucapannya dengan riang. Damian tersenyum. Seharusnya dia tahu Abby tidak akan kesepian di sini. Ada ibunya juga Aunt Maddy. “Ya sudah, aku berangkat dulu ya.” Damian mencium pucuk kepala Abby. “Tidak sarapan dulu?” Damian menggeleng. “Kebiasaan jelek. Kakak bawa bekal saja, okey?” “Aku bukan anak kecil, Sayang.” Abby memutar bola matanya. “Agna siapkan sandwich tuna untuk kakakku ya. Empat potong. Juga susu.” “Ya, Fräulein.” Agna keluar kamar menyiapkan apa yang diperintahkan Abby. “Sugar...” Abby melotot menatapnya. Damian mendesah dan mengacak rambut Abby. Andai Abby menjadi istrinya, dia pasti akan dibawakan bekal setiap hari. Akan dimasakkan makan malam begitu dia pulang kantor. Akan... “Kakak, kenapa kau tersenyum begitu?” Damian terkekeh dan mendorong kursi roda Abby tanpa menjawab pertanyaannya. Keluarganya sudah duduk di meja makan. “Pagi, Mom,” sapa mereka bersamaan. Mandy, Ibu Damian dan Maddy, Ibu Abby, berpandangan sejenak sebelum tersenyum dan menjawab bersamaan. “Pagi sayang-sayangnya Mommy.” “Aku harus berangkat sekarang. Dad sudah berangkat?” Tanya Damian pada ibunya. “Ya. Daddy-mu sudah berangkat ke Frankfurt pagi ini.” “Ada masalah?” “Tidak. Dad berencana membuka usaha baru di sana.” “Oh my... siapa nanti yang akan mengurusnya nanti, Mom? Kami bertiga sudah mengurus semua perusahaan Daddy,” sergah Damian sedikit kesal. Adiknya masing-masing sudah mengurus cabang perusahaan mereka di Perancis dan Italia. Sedangkan sekarang dia mengurus kantor utamanya di sini yang dulu dipegang Andrew. Belum lagi cabang perusahaan mereka di negara lain termasuk di Indonesia yang baru saja Damian tinggalkan. “Itu baru rencana, Sayang.” Damian mengangkat bahu dan mencium kedua pipi ibu dan Aunty-nya. ia lalu menghampiri Abby dan memeluknya seraya mencium pucuk kepalanya. “Aku berangkat, Sugar.” “Bekalmu.” Abby menyerahkan kotak makan biru tua dan sebotol s**u yang sudah dibungkus rapi di dalam tas kertas cantik berwarna biru. Abby mengantarnya sampai di depan pintu dan melambai riang saat Damian keluar dengan mobil mewahnya. Damian menyetir dengan santai menuju kantornya. Hampir jam Sembilan pagi, hari yang sudah terlalu siang untuk ke kantor. Akan tetapi dia tidak peduli. Dia kan bosnya. ********** Kimmy keluar kelasnya dengan tidak bersemangat. Hari ini dia harus ke rumah itu, setelah tiga hari menghindarinya dengan alasan lembur. Akan tetapi, dia tidak bisa terus-terusan menghindar. Pria itu akan curiga. Franz Ludwig Mueller... Satu setengah tahun lalu, Kimmy mengenalnya. Pria itu adalah pemilik perusahaan kargo tempat ayahnya bekerja sebagai supir truk kargo. Sejak Franz melihat Kimmy mengantar makan siang untuk ayahnya, Franz terang-terangan mengejarnya. Kimmy risih. Dia tidak suka cara pria itu menatapnya. Dan lagi, pria itu adalah pria paling sombong yang pernah Kimmy kenal. Franz selalu bilang kalau Kimmy tidak akan hidup miskin tujuh turunan jika mau jadi istrinya. Kimmy benci pria itu. Sangat membencinya. Lalu malam itu, saat Kimmy baru saja pulang shift malam dari rumah sakit, pria itu menghampirinya dalam kondisi mabuk. Menyergapnya ke tempat sepi di pinggir jalan dan memperkosanya. Mengambil satu-satunya hal berharga yang dia jaga untuk suaminya kelak. Kimmy hanya bisa menangis saat pria itu meninggalkannya sendirian. Dengan tertatih-tatih menahan sakit di antara kedua pahanya dia berhasil mencapai rumahnya. Rumah yang dia tinggali berdua dengan ayahnya. Beruntung ayahnya sudah tidur. Dia bisa menghindari ayahnya malam itu.  Namun esok paginya, melihat keadaan putri tunggalnya yang jauh dari kata baik membuatnya curiga. Putrinya hanya diam memandang kosong ke arah jendela. Bahkan saat sang ayah menggendongnya ke rumah sakit dia tetap diam. Baru saat sang ayah bertanya siapa yang telah memperkosanya, Kimmy menangis histeris dan memaki menyebut nama Franz. Sang ayah murka. Putri kesayangannya. Permata hatinya. Satu-satunya harta berharganya telah dinodai orang yang selama ini dihormatinya. Apalagi Franz menyangkal telah melakukan semua itu saat ayah menanyainya. Dan karena dendam lah ayahnya melakukan itu. Menabrak mobil pria itu dengan truk cargo yang dikemudikan ayahnya.  Lagi-lagi Kimmy terpukul. Ayahnya meninggal dalam kecelakaan itu. Dan Franz,  dia lumpuh. Selamanya. Tidak akan bisa berjalan lagi. Dan Kimmy harus membayarnya jika tidak ingin dituntut keluarga Franz. Di penjara seumur hidupnya. Sekarang Kimmy harus menjadi tunangan Franz. Tunangan dari orang yang setengah mati dibencinya. “Kimmy, kau tidak apa-apa?” Kimmy tergagap melihat Agatha, sahabatnya, memandangnya heran. “Ich bin gut.” (aku baik-baik saja) “Kenapa kau menangis?” Kimmy meraba pipinya yang ternyata sudah basah. Dia buru-buru menghapusnya dan menggeleng. “Gara-gara Franz lagi?” Kimmy menggeleng. Dia bangkit dan menepuk bahu Agatha. “Aku pulang dulu ya.” Sampai saat ini, tidak ada yang tahu soal malam sialan itu. Agatha hanya tahu bahwa Kimmy terpaksa dijodohkan dengan Franz. Tidak, dia tidak akan membiarkan orang tahu masalah ini. Kimmy segera naik fernbus untuk ke rumah Franz. Lebih cepat dia datang, akan lebih cepat dia pulang. Ia mendesah pelan begitu berhenti di depan pagar rumah Franz. Satpam rumah itu menyapanya ramah seperti biasa. “Guten Tag, Fräulein.”(selamat siang, Nona) Kimmy tersenyum dan mengangguk. Ia berjalan pelan ke pintu besar yang akan mempertemukannya dengan pria itu. “Ich vermisse dich, liebe,” kata Franz begitu melihat Kimmy masuk ke dalam rumah. Dia memeluk pinggang Kimmy erat begitu. (Aku merindukanmu, Sayang) Kimmy tersenyum pahit. Dia harus memainkan perannya siang ini. Berpura-pura mencintai pria di hadapannya agar Franz tidak murka. Ya, hanya ini yang bisa dilakukannya sampai seumur hidupnya nanti. Bersandiwara.  
อ่านฟรีสำหรับผู้ใช้งานใหม่
สแกนเพื่อดาวน์โหลดแอป
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    ผู้เขียน
  • chap_listสารบัญ
  • likeเพิ่ม