“Bu, Ibu!” Aela berlari dengan riang gembira memasuki rumah sambil memeluk raport-nya, sepatu yang ia kenakan penuh dengan lumpur hingga mengotori lantai. Gadis yang masih mengenakan seragam merah putih itu melompat ke pangkuan ibunya. “Bu, aku dapat rangking 3.”
“Oya, hebatnya anak ibu.” Vivian memeluk Alea dengan posesif, ia sangat bahagia memiliki putri yang berprestasi di sekolahnya. “Kamu mau hadiah apa? Mau boneka, makan-makan atau jalan-jalan?” Vivian harus memberi Alea hadiah supaya putrinya itu lebih giat belajar.
“Aku mau jalan-jalan aja, Bu,” jawab Alea dengan riang.
Yuki menghampiri Vivian dengan ragu-ragu, ia juga ingin dibelai dan disayang sama seperti Alea. Yuki sudah giat belajar, ia berharap jika dirinya menjadi murid berprestasi, maka Vivian juga akan menyayangi dirinya. “Bu, aku juga dapat rangking. Aku dapat rangking 2.” Yuki menunjukkan raportnya pada Vivian.
“Oh, iya.” Vivian menengok sekilas hasil raport Yuki. “Bagus. Kamu cepat ganti baju sana, terus bersihkan lantai yang kotor, aku capek abis beres-beres rumah.” Setelah memberi perintah pada Yuki, Vivian menggandeng tangan Alea. “Kamu pasti lapar, ibu udah masak enak buat kamu.” Vivian menuntun Alea ke dapur. Ia sudah memasak makanan istimewa kesukaan putrinya.
Yuki memandang kepergian Vivian dengan mata berkaca-kaca. Hatinya begitu hampa, ia merasa kecewa dan terluka melihat sikap Vivian yang terus mengabaikan dirinya. Tidak bisakah Vivian menyayangi Yuki seperti Vivian menyayangi Alea. Yuki tidak meminta banyak hal, ia hanya ingin disayangi.
Yuki pergi ke kamar dan segera berganti pakaian. Setelah berganti pakaian, Yuki pergi ke dapur mengambil pel lantai, kemudian membersihkan lantai yang kotor dengan lumpur bekas sepatu Alea. Yuki berharap jika ia rajin dan menurut pada Vivian, maka Vivian akan menyayanginya dengan tulus.
***
Vivian menemui Yuki yang sedang melipat pakaian di kamarnya. “Yuki, ganti bajumu. Ayo, ikut jalan-jalan bersama kami,” ajak Vivian.
“Beneran, Bu. Yuki diajak jalan-jalan?” Yuki sangat senang dan antusias mendengar ajakan Vivian. Selama ini, Vivian tidak pernah mengajaknya jalan-jalan, kecuali ada Adi. Entah angin apa yang membuat Vivian berubah lebih lembut padanya.
“Iya, cepat sana ganti baju. Lipat bajunya dilanjutkan nanti saja setelah pulang jalan-jalan.”
“Iya, Bu. Iya. Kita mau jalan-jalan ke mana, Bu?”
“Ke Mall,” Jawab Vivian, kemudian berbalik keluar dari kamar Yuki.
“Yes, jalan-jalan, jalan-jalan.” Yuki berjoget-joget sebentar, lalu melompat turun dari ranjangnya. Ia membuka lemari pakaian dengan perasaan bahagia. Yuki menyusuri pakaian dengan jari telunjuknya, mengamati pakaian yang tertata rapi di dalam lemari.
“Yang ini aja, deh.” Yuki mengambil kaos berwarna pink dan celana jin’s berwarna biru dongker. Pakaian itu cukup bagus, Adi membelikannya tahun lalu di hari ulang tahunnya.
***
Yuki memasuki Mall di Jakarta bersama dengan Alea dan Vivian. Mata Yuki berbinar mengamati berbagai pernak pernik dan pakaian yang terpajang di kaca transparan, aroma makanan menggoda indra penciuman Yuki hingga air liurnya mengucur dengan deras di kerongkongannya. Saking semangatnya diajak jalan-jalan, ia tak sempat makan siang.
“Bu, aku mau beli boneka itu.” Alea menunjuk boneka beruang berwarna pink yang ukurannya sangat besar. Boneka itu nampak begitu lucu dan menggemaskan.
“Yuk, kita masuk.” Vivian menuntun Alea, sementara Yuki membuntuti mereka dari belakang. Yuki mengambil boneka dari etalase. Dengan lembut Yuki membelai boneka Dolpin berwarna biru, sudah lama Yuki ingin memiliki boneka itu.
“Ayahmu tadi kirim uang banyak, kamu bisa beli apa pun yang kamu mau,” ujar Vivian sembari membaca bandrol yang tergantung di boneka beruang. Harganya satu boneka 1 juta.
“Mahal, ya, Bu?” tanya Alea.
“Nggak masalah, yang penting kamu senang.” Vivian mengambil boneka beruang tersebut, lalu menyerahkannya pada Yuki.
“Bu, boleh nggak aku beli boneka yang ini?” tanya Yuki sembari menunjukkan boneka Dolpin berukuran kecil. Ia menatap Vivian dengan penuh harap.
“Nggak boleh. Nanti uangnya nggak cukup,” jawab Vivian dengan ketus.
Yuki memandangi boneka Dolpin dengan mata berkaca-kaca. Ia merasa ironi, untuk Alea apa pun akan Vivian berikan tapi tidak untuk dirinya.
“Ngapain masih bengong! Ayo ke kasir.” Vivian bergegas ke kasir, diiukuti oleh Yuki.
Setelah melakukan transaksi, mereka bertiga keluar dari toko boneka, lalu berkeliling mencari toko pakaian. Vivian membelikan apa pun yang Alea inginkan, sedangkan Yuki hanya bisa iri dengan kasih sayang Vivian yang hanya tercurahkan pada Alea.
Setelah 3 jam berbelanja, kedua tangan Yuki sudah penuh dengan barang belanjaan Alea dan Vivian. Yuki berjalan terseok-seok mengikuti Alean dan Vivian dengan tangan penuh belanjaan yang berat. Ia merasa sangat sedih, ternyata Vivian mengajaknya ke Mall hanya untuk diperalat membawakan barang belanjaan mereka.
”Bu, lapar. Makan di situ, yuk!” Alea memegangi perutnya sambil menunjuk tempat makan kentaky.
“Ayo.”
Setelah beberapa saat menunggu, makanan yang mereka pesan akhirnya tiba. Alea dan Vivian dengan lahap menikmati kentaky yang sangat nikmat dan renyah, sedangkan Yuki hanya bisa mengecap-ngecap sambil menelan salivanya. Yuki juga sangat lapar, akan tetapi Vivian hanya memberinya es teh.
“Bu, aku juga lapar. Aku juga pengen makan.” Yuki akhirnya berani mengutarakan isi hatinya. Perutnya sudah perih dan keroncongan, tubuhnya juga mulai lemas karena belum makan siang.
“Kamu makan saja nanti di rumah, sayang kalau makanan di rumah nggak dimakan ‘kan mobazir,” ujar Vivian seraya melahap makanannya tanpa rasa bersalah setelah melukai hati Yuki.
“Bu, aku udah kenyang.” Alea mendorong piringnya menjauh. Makanan di piringnya masih tersisa banyak.
“Nih, makan kalau kamu nggak kuat nahan lapar.” Vivian mendorong makanan sisa Alea tepat di hadapan Yuki.
Yuki memperhatikan makanan di hadapannya dengan kecewa, sisa makanan Alea sangat berantakan dan menjijikkan. Namun, Yuki sangat lapar setelah berjam-jam mengikuti Alea dan Vivian berbelanja. Yuki terpaksa memakan makanan sisa Alea dengan tangannya yang gemetar. Yuki mengunyah makanan dengan perasaan getir, rasanya sangat sulit menelan makanan sisa Alea. Bukan karena makanan sisa yang membuat Yuki bersedih, pantaskah Yuki memakan makanan yang sudah tak layak dan tak diinginkan oleh Alea.
***
Yuki berjalan seorang diri sambil memeluk Al-Qur’an kecil, biasanya Yuki pergi mengaji di Masjid bersama Alea. Namun, hari ini Alea sangat lelah setelah jalan-jalan di Mall, maka dari itu Alea bolos mengaji.
Yuki melewati seorang anak lelaki yang duduk di atas trotoar, anak itu menyembunyikan wajahnya di atas lutut. Ada sepeda ontel di dekat anak itu.
“Apa kamu bisa bantu aku?” Anak laki-laki itu mendongak.
Langkah Yuki terhenti. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan jika anak laki-laki itu bertanya padanya, suasana sekitar sangat sepi. “Kamu ngomong sama aku?” tanya Yuki.
“Iya.” Anak laki-laki itu menatap Yuki dengan wajah lesu. Bocah itu sangat tampan, kulitnya putih langsat. Ia nampak seperti anak orang kaya meski penampilannya seperti anak gelandangan. Anak itu hanya mengenakan kaos putih tanpa lengan dan boxer.
“Kamu tahu lokasi Pondok Indah?”
“Tahu.” Yuki mengangguk. “Tempatnya lumayan jauh dari sini.”
“Bisa antar aku ke sana, nanti pulangnya biar kamu diantar Abi-ku.”
Yuki merasa ragu, ia mengingat pesan dari Adi yang melarangnya ikut dengan orang asing.