part 1

1050 Words
“Setiap kata yang ku ucap, setiap perilaku yang ku buat, setiap mata yang kulihat, dialah menjadi saksinya. Maaf tuhan, jika aku terlalu banyak melakukan kesalahan.” .   Sinar matahari pagi menyongsong sangat cerah, sehingga sinarnya mengintip malu ke dalam tirai kamar seorang gadis cantik yang masih bergelung dengan selimut tebalnya. Teriakan yang di berikan oleh Ibunya, tidak di hiraukan dan ia kembali  ke alam mimpinya.   “Selma, bangun Nak. Ini hari Senin, kamu harus upacara. Nanti telat.” Kembali seorang ibu itu membangunkan anaknya. Namun, tidak ada sahutan dari dalam kamar tersebut, membuat Rinta geram dan menggedor pintu kamar anaknya.   “Selma!”   “Iya, Bunda. Masih pagi ini. Selma mau lanjut tidur lagi,” ucapnya dengan malas.   “Kata siapa ini masih pagi? Ini sudah jam tujuh, Selma ...” kata Rinta dengan sabar.   “Baru aja jam tujuh ... apa! Jam tujuh? Telat lagi gue!” Buru-buru ia bangun dari tidurnya, dan berlari kearah kamar mandi.   “Cepetan mandinya, Bunda tunggu di bawah.”   “Iya, Bun. Bawel banget.”   Selesai dengan rutinitas paginya untuk berangkat sekolah, Selma berjalan riang menuruni tangga untuk sarapan bersama keluarganya. Sudah ada kedua orang tua, dan kakaknya yang sedang menunggu.   “Selamat pagi ...” sapanya dengan girang.   “Pagi.” Jawab mereka yang berada di meja makan.   Adam, ayah dari Selma. Menggeleng melihat kelakuan anak perempuan satu-satunya itu. Dan Rinta sebagai ibu, sangatlah jengkel dengan kelakuan Selma. Sedangkan sang kakak laki-lakinya yang bernama Robby, sudah tak heran melihat kelakuan ajaib adiknya itu.   “Dek, lo mau sekolah atau mau main? Pakaian lo ...” Geleng Robby yang memperhatikan pakaian yang di kenakan oleh adiknya.   “Ck! Abang ini banyak omong ya? Ini itu style tau!” ucapnya sambil mengibaskan rambut curlly berwarna hijau dan putih.   “Lo masih sekolah Dek, tidak pantas untuk berpenampilan seperti itu," ujar sang kakak.   “Hmm ... Gue mau makan," ucapnya dan kembali memakan roti yang telah di sediakan oleh ibunya.   Dengan cepat ia menghabiskan roti dan meminum s**u. “Ayo, Bang. Antar gue, udah siang ini. Nanti telat lagi," kata Selma sambil menyampirkan tas ke pundaknya. Robby mengangguk dan mengikuti adiknya bersalaman dengan kedua orang tua mereka. “Sekolah jangan selalu membuat ulah, Selma," ingat Adam, di kala Selma mencium pipi kanannya.   “Kalau Selma enggak khilaf, Yah. Hahaha ...” ucapnya di iringi dengan tawa. Adam dan Rinta hanya sabar melihat kelakuan anaknya itu.   Selma telah duduk didalam mobil Robby, sambil mendengarkan lagu EDM kesukaannya. “Lo enggak takut kesiangan?” tanya Robby yang sudah berada dipinggirnya.   “Nggak, paling nanti disuruh nyiram tanaman, beres!” ucapnya dengan wajah bahagia.   “Lo enggak capek bersikap seperti ini?”   “Semua yang gue lakukan, itu terbaik untuk gue,” kata Selma dengan nada dingin.   “Okey ...” Robby mengalah jika sikap Selma sudah berubah seperti ini.   Selma Salman Azzahra, gadis dengan paras cantik. Namun, kurang memiliki attitude yang baik. Sikapnya yang sering memerintah, dan tak pernah mau mengalah menjadikan dirinya seorang yang sangat angkuh, sehingga ia lupa bahwa dirinya hanyalah segelintir makhluk yang lemah. Ia memilki sifat seperti itu bukan karena dari lahir ataupun faktor internal lainnya. Melainkan ada seseorang yang telah merubahnya menjadi seperti ini.   Selma memilki seorang ibu yang bernama Rinta Fitria Salman, atau sering dipanggil dengan Rinta. Dan ia memiliki ayah bernama Adam Salman. Serta kakak laki-laki yang bernama Robby Salman. Mereka adalah keluarga yang cukup terpandang dikalangan sosial. Karena Adam mempunyai perusahaan besar di kotanya. Namun, dengan adanya kekayaan seperti itu, tak membuat keluarga itu sombong dan angkuh. Adam memiliki sifat penyayang dan baik hati, begitu pun istrinya, sehingga ia tidak pernah melebih-lebihkan apa yang telah mereka punya.   Hanya memerlukan waktu lima belas menit, Robby dan Selma telah sampai di depan gerbang SMA Budi Utomo yang menjadi tempat Selma untuk menuntut ilmu selama dua tahun belakangan ini. “Bang, gue sekolah dulu ya," ucap Selma sambil mencium pipi Robby.   “Hati-hati ... jangan bikin ulah lagi.”   “Iya, Bang, kalau gue enggak lupa,” ucapnya  sambil berjalan kearah gerbang yang sudah ditutup, karena upacara sudah dimulai sekitar tiga puluh menit yang lalu.   “Buset, pagi-pagi gerbang udah ditutup? Kaga tau princess mau masuk apa?” dumel Selma pelan.   “Hallo, cantik ...” sapa seseorang yang berada dibelakang Selma.   “Cantik-cantik! Kakek lo cantik!” kesal Selma yang melihat siapa yang berada dibelakangnya.   “Sombong banget lo, gue ajak nikah baru tau rasa lo!” ucap laki-laki itu.   “Yee ...  ogah banget gue.”   “Syut! Kalian ini, sudah telat masih saja ribut. Ayo ikut Bapak!” ujar seorang guru yang memiliki perawakan pendek dan bulat. Serta kumis tebal yang bersarang dibawah hidungnya.   Selma dan teman sekelasnya yang di ketahui bernama Yudistira, berjalan mengikuti kemana guru itu berjalan. Disepanjang jalan, banyak yang berbisik-bisik tentang Selma, karena penampilannya.   ‘Kak Selma? Sumpah kaya princess’ ‘Gak pernah mau tobat itu orang’ ‘Idih mau tenar kali’ ‘Wahhh' ‘Hidupnya enggak pernah takut’ ‘Cantik banget kak ....”   Banyak perkataan-perkataan yang dilontarkan kepada Selma terlebih kepada penampilan yang bisa dibilang ‘sesukanya' Selma tidak pernah mempersalahkan cibiran atau perkataan yang dikeluarkan oleh orang lain. Hal yang tidak perlu dipikirkan menurutnya.   “Selma! Sudah berapa kali kamu telat masuk sekolah?” tanya guru yang sering dikenal dengan nama Pak Joni.   “Mana Selma tau, Pak,” ucap Selma sambil melipat tangannya didada.   “Ini ke dua puluh satu kalinya kamu telat Selma!”   “Si Bapak, rajin bener. Saya saja tidak tau.”   “Jangan terus membantah. Kamu ini maunya apa? Rambut kamu cat, pakaian kamu ... lebih pantas dipakai anak SD!” Pak Joni meninggikan suaranya, tidak ada kata takut bagi Selma.   “Ini hak saya, Pak. Dengan penampilan saya seperti ini, tidak akan mengganggu pembelajaran.”   “Ya, terserah kamu Selma. Saya sudah capek berurusan dengan kamu,” ucap pak Joni dengan nada menyerah.   “Dan kamu, Yudis! Kamu juga sama ...  sudah berkali-kali kamu terus telat. Dengarkan saya, satu kali lagi kalian telat, surat panggilan sudah ada ditangan orang tua kalian. Kalian paham?”   “Paham, Pak ...” ucap Selma dan Yudis berbarengan.   “Sekarang, kalian bersihkan perpustakaan ini. Saya masih ada urusan lain.” Pak Joni pun meninggalkan Selma dan Yudis di dalam perpustakaan.   “Heh, bersihin noh. Gue capek!” ucap Selma. Yudistira pun terkejut dengan ucapan itu.   Selma berjalan dengan santai kearah kursi yang tersedia didalam perpustakaan. “Ngapain liatin gue? Bersihin sana. Nanti lo dihukum baru tau rasa.”   “Heh, yang dihukum bukan gue aja, tapi lo juga. Kenapa lo enak-enakan duduk,” kata Yudis dengan nada tidak terima.   “Yaelah, gue ini cewek, nanti kalau bersihin perpustakaan yang segede stadion ini, bisa-bisa pingsan gue.”   “Berlebihan! Cepetan, gue yang sapu lo yang pel.”   Selma bangkit dari duduknya dan berjalan kearah pintu perpustakaan. “Maaf-maaf ni ya, kuku gue baru beres perawatan. Jadi, lo aja deh yang kerjainnya ... dadah. Gue mau ke kantin dulu. Hati-hati lo, di sini sering ada setan. Hahaha ...” dengan suara tawa yang kencang ia keluar dari dalam perpustakaan.   “Awas lo, Sel. Gue pites baru tau rasa lo!” teriak Yudis yang kesal dengan tingkah Selma. Dan Sekarang, mau tidak mau, ia harus mengerjakan semuanya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD