Pertemuan Nyata

1237 Words
Kaki kecil berbalut sepatu sneaker putih itu mengayun cepat menyusuri tiap jengkal lantai koridor sekolah. Jas yang sedikit kebesaran membuatnya susah untuk berlari. Sambil memegang benda pipih di tangan kanannya, ia berhenti tepat di halaman belakang sekolah. Mata sipitnya menerka-nerka sekitar, menyusuri tiap belahan sudut tempat itu. Selama mengatur napasnya yang agak ngos-ngosan, gadis itu mendesah pelan. "Rebahan terus lari dikit aja udah kaya mau lahiran, dasar aku!" Monolognya. "Untung pandemi udah kelar." Beberapa detik menunduk untuk berjongkok, satu tepukan mendarat di bahu gadis itu. Sebentar ia terkejut, setelahnya melongo mendapati seseorang yang ia cari berdiri menjulang tinggi dengan senyum manisnya. Gadis itu tak berkedip sama sekali, menikmati keindahan sang pencipta. "Dia lebih ganteng dari yang di foto," batinnya meneguk Saliva nya gugup. Coba lihat dan bayangkan! Alis hitam pekat, rambut rapi dan baunya wangi sekali. Mata sipit lucu, ditambah senyum manis yang selalu ia banggakan di room chat. Mereka memang hanya bertukar pesan selama hampir 6 bulan ini. Yang pertama, karena tak sengaja ketemu di grup hobi yang sama. Yang kedua karena pandemi, tidak ada pertemuan. Yang ketiga, mereka tidak pernah bertemu bahkan tidak tahu ternyata satu sekolah! 6 bulan mereka saling bertukar pesan, diskusi dan sekedar melepas penat ketika tugas menumpuk. 3 bulan terakhir Bintang jarang menghubunginya. Sampai ketika mendekati pergantian kelas dan era baru setelah pandemi, Starla terkejut melihat nama Bintang ada dalam daftar angkatannya. Starla memutuskan untuk bertemu Bintang ketika mereka masuk hari pertama. Hingga pada pertemuan pertama secara nyata, tepat di hari ini. Semesta memang mengejutkan. Beberapa waktu terdiam gugup menatap lawan bicaranya, kini gadis itu mulai membeo. "Halo, gue Starla Gardenia. Lo Bintang Gentala?" tanyanya berusaha menetralkan degub jantung yang kalah saing sama musik DJ. Starla lemah banget, liat cogan dikit aja langsung salting gitu. Kemudian cowok yang memperkenalkan diri sejak chat pertama itu dengan sebutan Bintang Gentala, menggeleng. "Bukan." Starla mengernyit bingung. Ia tak salah mengingat hari di mana seorang Bintang menyebut namanya Bintang Gentala. Apa perlu Starla memperlihatkan riwayat chat mereka pada cowok itu? Ya, tentu saja Starla tidak pernah menghapusnya. Cepat-cepat Starla ingin membuka benda pipih yang ada dalam genggamannya, kemudian ingin membuka room chat dia dengan cowok itu. Tapi, sebelum itu terjadi Bintang lebih dulu bersuara, menghentikan niat Starla yang ingin menyodorkan ponselnya. "Gue bukan Bintang. Gue calon pacar lo," ucap Bintang membuat Starla tersipu malu dan geli hampir muntah. Cekikikan dalam hati, Starla menghargai Bintang yang baru ia temui itu dengan sedikit tersenyum. "Tang, kan lo tau sendiri, gue nggak suka-" "Pertemuan pertama, lo katanya mau bastus. Gue traktir sepulang sekolah," potong Bintang cepat. Kemudian cowok itu mengambil sesuatu di kantong jasnya. Menyodorkan benda itu, lalu berkata, "Dengerin ini kalo lo kebangun lagi tiap malam," ucapnya lembut. Bintang menyerahkan benda panjang kecil berwarna biru muda di tangan kanan Starla yang terdiam sejenak. Detik berikutnya, Starla mengangguk dan mengambilnya dari Bintang. "Makasih, gue kira lo nggak peduli. Mangkanya gue nyesel cerita masalah itu ke lo, karena gue takut orang-orang pergi. Tapi, entah kenapa hari itu gue nggak kuat, jadi cuman lo yang gue percaya." Starla terharu, gadis itu menjeda ucapannya. "Gue minta tolong jangan kasih tau orang-orang, ya." Bintang langsung mengangguk. Tangannya terulur mengacak puncak kepala Starla, kemudian menarik tubuh mungil gadis itu dalam dekapannya. Lantas bibirnya tersenyum, tangannya terulur memeluk Bintang balik. Tolong Starla baper. Hatinya menghangat diperlakukan seperti itu. *** Sesuai janjinya, Bintang Gentala mengajak Starla untuk menikmati bakso tusuk yang sering dibicarakan cowok itu setelah pulang sekolah. Berjalan menyusuri halte sampai di depan warung langganan Bintang katanya, mereka menikmati bakso tusuk alias bastus kesukaan Bintang Gentala. Katanya sih enak, bikin ketagihan deh. "Tang, kan pandemi gitu lo tetep keluar?" tanya Starla berhenti mengunyah bakso tusuk yang terasa kenyal dan enak di mulut. Bintang tidak bohong padanya. Bumbu kacang dengan saus pedas dan kecap manis yang dituang sesuai porsinya sangat menyatu di mulut. Sensasi rasa yang beragam membuat suasana hati tambah membaik. Harganya juga murah meriah. Jajanan anak SD ini memang nggak ada duanya. Bintang menghentikan tangannya saat ingin menusuk bakso tusuk miliknya, cowok itu berpaling menatap wajah Starla sesaat. "Kan gue ganteng, mana ada virus yang mau nempel. Justru virus itu ngelindungin gue dari virus-virus lainnya," ujar Bintang tetap sama percaya dirinya sejak saling kenal. Starla menggeleng. Ia membenarkan posisi maskernya, kemudian menusuk bakso miliknya kembali. Lalu, mengunyahnya dengan nikmat. Mengabaikan kepercayaan diri Bintang. "Kucing lo apa kabar?" Starla tersedak. Selalu saja tidak heran, tidak di chat bahkan di pertemuan nyata, Bintang alih-alih membicarakan hal lain. Justru membahas kucingnya. "Di rumahlah masa sekolah," ketus Starla memutarkan bola matanya malas. Sudah bosan dengan ciri khas cowok itu. Bukannya Starla sensian, tapi ada aja pertanyaan satu itu, memangnya tidak ada topik lain apa? Bintang terkekeh sendiri. Cowok itu lantas menyodorkan bakso tusuknya yang lumayan masih banyak. Tadi mereka masing-masing membeli sepuluh ribu. "Kenapa?" tanya Starla saat bakso itu masih menggantung di tangan Bintang. "Jangan galak-galak. Nanti gue borong bastus buat lo. Kalo mau nambah juga nggak papa," celetuk Bintang kembali menarik plastik bastus tadi, menampilkan deretan giginya yang sedikit kuning karena terkena sambal kacang ditambah mungkin jarang gosok gigi. "Lo kira gue babon? Makan mulu, liat nih badan gue aja kurus. Mana muat, ih!" "Hahaha ... babon apa kabar? Belajar dari babon dong, makan mulu biar gemuk." Entah perhatian atau menyindir, Starla mendelik kesal. "Lo samain gue sama kucing?" "Iya." "Bintang!" "Soalnya lo lucu. Sayangnya lo cuman meluk kucing lo doang, bukan gue," ujar Bintang. "Kucing gue bau wangi tau." "Lo kasih minyak telon, kan?" "Kok lo tau?" "6 bulan ini lo kira gue nggak hapal apa yang lo ceritain?" "Meski jarang tukar pesan?" "Iya, Starla." "Cowok diem-diem suka kepikiran, kan?" "Lo kok pinter? Calon istri siapa, sih?" "Gue nggak kepikiran nikah, Tang." "Astaghfirullah, Starla lo nggak berubah." "Maksudnya? Gue jadi iron women? Atau wonder-" "Ssssttt!" Bintang memajukkan jari telunjuknya di depan bibir sendiri. "Makan, habisin. Kata bunda gue nggak baik makan sambil ngobrol," lanjut Bintang. Melihat wajah Starla yang cemberut lucu, membuatnya tertawa gemas. "Dasar nggak peka!" batin Starla. "Polos atau emang dasar nggak peka?" batin Bintang. **** Setelah acara makan bastus mereka memilih kembali ke halte untuk pulang ke rumah. Di daerah sini, bus bisa sampai malam jam 8 batasnya. Untung ini masih sore. "Kucing gue glow up, gue nggak." Starla ngadu, mencari topik sekaligus curhat dikit. Selama perjalanan pulang, Bintang dan Starla berbincang dengan hal-hal kecil. Padahal mereka baru bertemu, tapi sudah seperti teman lama. Kalo manusia sudah sefrekuensi mana bisa diam-diam bae! Siapa yang betah berjalan berdua tanpa obrolan? Tidak ada! Kecuali kalo doi memang punya rasa, mungkin bakal salting dan kabur. Mending nggak liat muka lawan bicaranya sekalian. Kelakuan siapa, tuh? "Lo juga glow up, kaya vampir." Bingung membedakan antara memuji atau menyindir? Starla berhenti mendadak, melihat punggung tangan sendiri yang terlihat kurus dan pucat sekali. Bahkan terkena sinar matahari sore saja masih terlihat bling-bling. Tidak perlu memakai pemutih deterjen, putih kulitnya sudah alami perbuatan pandemi. Tidak keluar rumah, tanpa pakai skincare ala-ala anak remaja. Tetap saja kulitnya putih sendiri, justru putihnya kelewat pucat. Vampir dan zombie bakal cemburu nih kalo tahu. Alih-alih sibuk sendiri, Starla berjalan ke pinggir jalan dan tak sadar ada motor yang mendekat ke arahnya. Bruk! "Aduh." Yang jatuh Bintang yang mengaduh Starla. Lihat saja, Starla diselamatkan Bintang, gadis itu baik-baik saja. Berdiri mematung karena kaget sekaligus merasa terhibur. Keadaan Bintang yang tersungkur di aspal karena berniat memeluk gadis itu seperti di drama-drama musnah saat kakinya menyandung pembatas antar jalan dengan trotoar yang tingginya sekitar 7 senti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD