Bab 1

1271 Words
Suasana di restoran VVIP itu terlihat tenang, hanya ada dua laki-laki yang saling mengobrol. Keduanya tertawa dan berbicara seperti biasanya. Lampu yang berada di atas mereka terbuat dari kristal berbahan impor, begitu ringan dan berkilauan, cahayanya berpendar cerah ke segala arah. Tembok di kanan dan kiri yang terbuat dari kayu tebal menguarkan aroma menenangkan hutan yang rimbun. Kayu-kayu itu tampak kokoh berdiri menopang gypsum yang membentang di atas mereka. "Dia juga menawarkan lima puluh truk untuk proyek yang sedang berlangsung di kota X." Pria pertama berusia sekitar empat puluh lima tahun dengan kumis tebal melintang di atas bibirnya yang tebal, dia bernama Tuan Martin, mengambil salah satu kudapan yang tersedia di atas piring yang kini hanya menyisakan setengahnya. Tuan Martin sempat menawarkan kudapan kepada sekretarisnya yang duduk di samping. Perempuan itu terlihat cantik sekaligus anggun. Dia menggelengkan kepala, tanda menolak. "Terima kasih," kata perempuan itu. "Makan saja, ini bebas lemak." Tuan Martin menyunggingkan senyum. Jam sudah menunjukkan di atas pukul tujuh malam, itu sudah menjadi pantangan bagi seorang wanita termasuk Nona Ann, sekretaris Tuan Martin untuk menyantap makan malam. "Terima kasih," sahut wanita itu lagi, membuat Tuan Martin menarik kembali piring yang berisi kudapan, dan meletakkannya di atas meja makan. Setelah itu menengok ke arah Tuan Seth, lawan bicaranya malam ini. "Perusahaannya juga menawarkan jasanya ke perusahaanku," sahut Tuan Seth yang duduk di depan Tuan Martin. Tuan Seth bertubuh gempal, wajahnya kekanakan dengan usia yang sudah menginjak lima puluh tahun. Setelah berbicara demikian, Tuan Seth sempat tertawa sebentar sebelum dia melanjutkan pembicaraannya, "Jadi dia menawarkan lima puluh truk ke perusahaan kamu dengan harga di atas rata-rata, dan dia juga menawarkan seratus truk ke perusahaan kami dengan harga normal." Lagi-lagi Tuan Seth terkekeh sebentar sebelum melanjutkan kembali percakapannya, "Memang seperti itulah bisnis yang selama ini dia lakukan." Mendengar pendapat Tuan Seth, sontak membuat Tuan Martin tersinggung. "Tidak bisa seperti itu. Seharusnya dia memberikan harga yang normal kepada seluruh kliennya. Kalau seperti ini caranya, pasti saya akan rugi." "Rugi kenapa? Tidak ada yang salah dengan itu?" kata Tuan Seth. Di samping Tuan Seth, duduk seorang wanita. Namanya Laila, dia sekretaris Tuan Seth. Penampilannya tidak seformal Nona Ann yang menggunakan blazer untuk acara makan malam. Laila mengenakan gaun biru lembut selutut dengan ikat pinggang besar berwarna hijau. Wajahnya hanya dipoles dengan make-up tipis dan lipstik berwarna peach cerah mewarnai wajahnya yang cantik. Rambutnya tergerai panjang hingga sepunggung, membuat wanita itu terlihat segar seperti buah persik yang ranum. Mendengar pendapat Tuan Seth, membuat Tuan Martin tersinggung. Padahal dia sudah tahu berdebat dengan Tuan Seth, si pria bertubuh gempal itu tidak akan ada gunanya. Tuan Seth selalu membela perusahaan itu, yang adalah milik adiknya sendiri. Tetapi Tuan Martin adalah pengusaha yang ambisius, dia tidak akan membiarkan seseorang mengalah dari dirinya. Ada perubahan air muka yang terjadi di wajah Tuan Martin, menyadari tentang hal ini, para pengawal yang sedang berdiri mengawal kedua pria yang sedang makan malam bersama itu, mulai melirik ke arah kedua orang di depan mereka. "Tentu saja salah. Aku jelas sudah dirugikan." Tuan Martin masih tidak terima, suaranya sudah meninggi sekarang. Bukan pembelaan yang diterima, tetapi pria di depannya malah terkekeh, dan dengan tangannya yang juga gempal si pria itu membuat gerakan mengibas, seolah-olah berkata, "Sudahlah, untuk apa ribut. Biarkan saja dia melakukan seperti itu." Sayangnya pundak Tuan Martin sudah naik turun tidak terima dengan perkataan partner kerjanya. Para pengawal yang berbaris mulai melirik satu sama lain ke arah rekan mereka yang berada di samping masing-masing. Melalui kacamata hitam yang bertengger di hidung, para pengawal mengamati seluruh ruangan dengan saksama, berusaha mengantisipasi terjadinya hal buruk yang akan terjadi. Sesaat ruangan menjadi sunyi, namun itu tidak berlangsung lama, sebab ketika mereka hendak melirik ke arah kedua orang itu, bunyi tembakan terdengar beberapa kali. "Aaa!" Teriakan kedua pria itu begitu nyaring, bunyinya lebih keras dibanding dengan bunyi pecahan gelas yang baru saja berhamburan tepat di depan mereka. "Merunduk!" seru salah satu dari kedua pria itu. Sulit mengenali suara siapa yang berteriak baru saja. Dengan cepat, kedua pria itu segera merunduk ke bawah kolong meja. Mereka terkejut, ternyata ancaman yang ditujukan kepada mereka benar-benar terjadi. Tuan Martin dan Tuan Seth adalah para pengusaha yang sedang mengerjakan urusan tambang di sebuah provinsi di kota X. Tidak semua setuju dengan apa yang sedang mereka lakukan, keduanya memiliki beberapa musuh. Kedua wajah pria itu diliputi ketakutan. Tubuh keduanya sempat bergetar. Gerakan selanjutnya terjadi sangat cepat. Beberapa pengawal segera berlari, membawa kedua pria itu, hendak menuju kendaraan. Tiga anak buah yang menyadari asal peluru segera menengok ke arah jendela, dan mengeluarkan senjata mereka, berusaha membungkam lawan. Sayangnya peluru lawan jauh lebih cepat dari peluru ketiga pria bertubuh tinggi dan tegap itu, sehingga peluru tepat mengenai pundak para anak buah. Mereka terdorong ke belakang beberapa langkah, rompi anti peluru yang mereka gunakan berhasil menyelamatkan nyawa mereka, dengan tangan yang terlatih mereka menembakkan peluru dari senjata yang mereka bawa, dan dari kejauhan mereka dapat melihat lawan mereka rebah dengan segera. Seorang lelaki bertubuh tinggi dan tegap, berlari dengan melindungi kliennya saat ini, jaket yang sebelumnya ia kenakan, ia lepas untuk menutupi kepala si klien. Mereka harus melewati jalan utama yang ramai agar lebih cepat sampai ke mobil dan segera meninggalkan tempat ini. Ketika melewati jalur keluar yang paling dekat, suasana mendadak bising. Teriakan orangtua yang membawa anak mereka terdengar sangat heboh. Hiruk-pikuk terdengar dari mulut pelanggan restoran, bunyi tembakan itu datang lagi. Kali ini bertubi-tubi suaranya. Semua pengunjung berteriak ketakutan, lelaki itu segera meraih tangan pasangan mereka, meminta berjongkok untuk melindungi diri. Suara ketakutan mendominasi ruangan. para orangtua berusaha melindungi anak dan bayi mereka. Menarik anak-anak agar berjongkok dan bersembunyi di bawah kolong meja. "Merunduk! Merunduk semuanya!" teriak Samuel, berusaha mencari tahu dari mana arah bunyi tembakan berasal. Dia berhenti sebentar, menengok ke kanan dan kiri, mencari pelaku. Samuel selalu berusaha sebaik mungkin untuk tidak menggunakan senjata ke arah sembarangan. Matanya yang jeli, menemukan seorang laki-laki bertopi yang sedang menodongkan senjata ke arah mereka. Dengan segera, Samuel mengarahkan senjatanya dan menembak lelaki itu. Suara tangis para pengunjung saling bersahut-sahutan, terlebih para tamu wanita yang masih mencari anak-anak mereka yang berada jauh dari jangkauan. Situasi di restoran yang beberapa detik lalu tenang dan damai, kini berubah menjadi kisruh dan berbahaya. "Merunduk! Merunduk!" Beberapa pengawal dari belakang berteriak, meminta para tamu berjongkok, dan tidak berlarian. Dorrr! Dorrr! Bunyi tembakan yang disusul dengan jeritan terdengar memekakkan telinga, salah satu pengunjung tumbang karena peluru yang salah sasaran, hal ini membuat kehebohan semakin memanas. Suara raungan kini lebih jelas terdengar. Darah mengalir segar dari pengunjung yang menjadi korban tembakan. Ketegangan memenuhi atmosfer yang menggantung di atas mereka. Samuel terkejut, beberapa meter dari arah depan, seorang pria menodongkan senjata ke arah klien yang dibawa Samuel. Dengan sigap, tangan Samuel terulur ke pria itu dan dengan sekali tembakan, pria di depannya langsung tewas. Setelah memastikan tidak ada lagi senjata yang mengarah kepadanya, Samuel segera berlari untuk masuk ke dalam mobil yang sudah terparkir di depan mereka, bersama dengan Tuan Martin. Dorrr! Suara tembakan terdengar dari mobil Tuan Seth, yang berada di belakang mobil Tuan Martin. Samuel melihat bahwa pria gemuk yang dibawa oleh pengawal yang lain tertembak dan kini darah segar mengalir keluar, membuat kemeja putih yang dikenakan laki-laki itu berubah warna menjadi merah segar. "Apa dia mati?" tanya Tuan Martin yang saat ini sudah duduk di dalam mobil. Wajah Tuan Martin sangat ketakutan mengingat peristiwa yang baru saja terjadi. Bulir-bulir keringat jatuh menuruni pelipisnya yang dipenuhi dengan rambut tebal. "Tuan Seth mengalami pendarahan yang hebat. Dia harus segera dibawa ke rumah sakit. Peluru itu menyebabkan kerusakan organ dalam tubuh yang lebih serius daripada penampakan luarnya." Setelah Samuel berbicara, tidak ada lagi yang mengatakan apa-apa. Suasana menjadi sangat hening. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD