bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

book_age18+
2.2K
IKUTI
26.4K
BACA
HE
forced
heir/heiress
lighthearted
friends with benefits
like
intro-logo
Uraian

"Aroma tubuhmu begitu wangi dan memabukkan, sungguh menggoda. Aku berjanji suatu saat nanti kita akan kembali terlibat diatas ranjang yang lebih panas daripada malam ini, baby girl!"

***

Jesslyn Valentina Gonzales (24) merayakan kesuksesan pemasaran besar di perusahaan tempatnya bekerja di sebuah klub malam, diundang oleh atasannya. Malam itu, Jesslyn terlalu mabuk sehingga ia berakhir di dalam sebuah kamar hotel dengan seorang pria bernama Gerald DeVille, yang ternyata seorang mafia kejam.

Keesokan paginya, Jesslyn terbangun dengan kebingungan di kamar hotel, menemukan dirinya terbaring di ranjang dengan tubuhnya yang polos dilapisi selimut tebal. Di dadanya, terdapat jejak kepemilikan “kissmark” tersisa dari pertemuan gelap dengan sang mafia, Gerald DeVille.

Jesslyn terkejut melihat kekacauan di sekelilingnya. Di atas meja, dia menemukan selembar kertas yang ditinggalkan oleh sang mafia. Dengan napas yang terengah-engah, Jesslyn membaca pesan singkat yang meninggalkan jejak ketegangan di hatinya, mengisyaratkan bahwa suatu hari nanti mereka berdua akan terlibat dalam momen yang lebih panas dari sebelumnya.

Amarah dalam diri Jesslyn mencapai puncak saat itu juga, dan dia memutuskan untuk mengungkap identitas pria yang telah berani melecehkan dirinya. Namun, usahanya tidak membuahkan hasil seperti yang dia harapkan, hingga akhirnya membuatnya merasa putus asa sejenak.

Setelah beberapa waktu berlalu, tanpa sengaja, Jesslyn bertemu kembali dengan sosok Gerald DeVille. Saat ia mengamatinya dengan seksama, Jesslyn akhirnya menyadari bahwa Gerald adalah pria yang tidak hanya terlibat dalam masa lalunya, tetapi juga yang pernah bermalam bersamanya di hotel tempo hari.

Bagaimana Jesslyn akan menanggapi setelah mengetahui bahwa Gerald DeVille adalah pria misterius yang berada di kamar hotel bersamanya tempo lalu?

chap-preview
Pratinjau gratis
BAB 1| Dia?
"Uhhh…!" Jesslyn melenguh di tengah ciuman yang semakin panas, merasakan sentuhan tangan besar sang mafia pada area sensitifnya yang dilapisi oleh kain segitiga yang tipis. Sang mafia menghentikan ciuman mereka dan beralih menciumi lekuk leher Jesslyn. Dengan kedua matanya terpejam, sang mafia menikmati aroma coklat yang khas dari kulit mulus sang gadis. “Kau tidak pernah mengganti parfummu, hm? Aroma cokelat, aku sangat menyukainya, aku menyukai aroma tubuhmu,” bisik suara serak sang mafia di samping telinga Jesslyn sebelum menjulurkan lidahnya dan menjilati dengan sensual daun telinga sang gadis. *** Beberapa jam lalu… Milan, Italia… Di sebuah apartemen mewah di kawasan elite kota Milan, Jesslyn Valentina Gonzales berusia 24 tahun, seorang gadis berambut coklat panjang dan berkulit cerah, sedang sibuk mempersiapkan diri di kamarnya untuk melakukan aktivitas di pagi ini. Di tengah-tengah kesibukannya tersebut, tiba-tiba ponsel milik Jesslyn berdering. Dengan langkah lebar sang gadis cantik menuju ranjang, mengambil ponsel yang terletak di atas nakas di samping ranjang. Sembari melangkah kembali masuk ke dalam walk in closet, Jesslyn menekan tombol hijau pada layar yang menyala dan membawa ponsel menuju telinga kanan. "Ya Halo, Mom." Jesslyn membiarkan ponsel menempel di telinga kanan. Suaranya terdengar terengah-engah karena kesibukannya. Di dalam walk in closet, Jesslyn berjalan menuju lemari, meraih sepasang heels yang elegan yang akan menyempurnakan penampilan formalnya di pagi ini. Kemudian, Jesslyn membawa heels di tangan menuju sofa tunggal disana. Saat Jesslyn duduk, ia menyalakan loudspeaker ponselnya untuk memudahkan percakapan dengan ibunya, Clara Blaxton. "Kamu terdengar terburu-buru sekali. Apakah pagi ini kamu terlambat bangun?" tanya Clara dengan nada prihatin. Dengan cermat, Jesslyn fokus memasangkan heels tersebut pada kaki jenjangnya sambil menjawab, "Ya, aku kesiangan hari ini. Tadi malam ada sisa pekerjaanku yang harus aku selesaikan, itulah alasannya mengapa aku begadang hingga larut malam." Suaranya terdengar sedikit lelah namun penuh penjelasan yang masuk akal. Clara, sang ibu, merespon dengan kekhawatiran, "Jangan terlalu sering begadang, itu tidak baik untuk kesehatan tubuhmu, Jesslyn." Tersenyum simpul, Jesslyn menimpali, "Iya, Mom, setelah dua minggu berlalu baru tadi malam aku begadang." Kemudian, Clara melanjutkan. Seperti biasa, wanita paruh baya itu menanyakan banyak hal kepada sang putri seputar pekerjaan gadis itu dan bagaimana keseharian Jesslyn yang tinggal terpisah darinya. Setelah Jesslyn menjawab semua pertanyaan sang ibu, kemudian, dengan lembut Clara berucap, "Ya sudah, kalau begitu, lanjutkan saja kegiatanmu. Ingat pesan mom, jaga kesehatanmu, dan jangan lupa sesekali hubungi kami karena semua orang merindukanmu.” Wanita paruh baya itu memberikan pesan kepada putri satu-satunya itu. Jesslyn mengangguk ringan, “Ya, Ibu,” sebelum beralih pada ponselnya dan mengakhiri panggilan dengan ibunya. Sejak usia 17 tahun, Jesslyn Valentina Gonzales memulai perjalanan hidupnya yang mandiri setelah terpisah dari orang tua dan keluarganya di Wellington, Selandia Baru. Meskipun jauh dari keluarga, dia menekuni studi di kota ini dengan tekun hingga menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi. Setelah lulus kuliah, Jesslyn merintis karirnya dengan gigih dan kini menemukan dirinya bekerja di sebuah perusahaan besar dan bergengsi di kota tersebut sebagai asisten manajer marketing. Peran pentingnya melibatkan dukungan kepada Manajer Pemasaran dan tim dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Jesslyn bertanggung jawab dalam merencanakan kampanye pemasaran, menulis konten, menganalisis data, mengoordinasikan acara pemasaran, serta berkomunikasi dengan vendor dan mitra. Selama setahun bekerja, Jesslyn telah membuktikan dirinya sebagai aset berharga bagi tim pemasaran. Keahliannya dalam berkolaborasi, berinovasi, dan menyelesaikan tugas dengan cemerlang membuatnya dihormati oleh atasan dan rekan kerjanya. Saat ini, Jesslyn tampak telah selesai bersiap-siap. Dia kembali berdiri di depan cermin full body, memeriksa penampilannya tanpa sedikit pun senyum di wajahnya. Dengan tatapan tajam, ia mengamati setelan formal yang dipakainya, memastikan bahwa setiap detail terlihat sempurna pada tubuhnya yang anggun dan elegan. Setelah mengambil tas kerjanya dan ponsel, Jesslyn melangkah keluar dari Walk-In closetnya. Sebentar Jesslyn berdiri di tengah kamar, sebelum bergerak menuju ranjang untuk mengambil tas kerja yang berisikan beberapa berkas penting di dalamnya. Dengan langkah mantap, Jesslyn keluar dari kamar dan menuju pintu depan apartemennya, siap untuk memulai aktivitasnya di pagi hari. *** Fortuna Branding Company… Beberapa menit kemudian, Jesslyn tiba di kantor, gedung pencakar langit tempat ia bekerja, memarkirkan mobilnya sebelum bergegas turun. Dengan penuh percaya diri, Jesslyn melangkah menuju lobby kantor. Tiba-tiba, terdengar suara memanggil namanya, "Jess!" Jesslyn berbalik dan melihat dua sahabat baiknya, Livi dan Nova. “Aku pikir, kamu tidak masuk kantor hari ini, soalnya aku menghubungimu berulang kali, tetapi kamu tidak menjawab,” engah salah satu gadis itu yang bernama Livi setelah berhenti di depan Jesslyn. “Kamu baik-baik saja, ‘kan?” Tanya sang sahabat yang satunya bernama Nova. Mengangguk pelan, sebelum Jesslyn menjawab “aku baik-baik saja. Tadi, aku bangun agak terlambat” sembari menjelaskan. "Apakah kamu sulit tidur lagi?" Tanya Nova dengan menatap serius pada Jesslyn. Beberapa bulan ini Jesslyn menderita insomnia. Tepatnya setelah kematian kekasihnya yang bernama Matthew. Jesslyn menggelengkan kepala, lalu menjawab, "Tidak, semalam aku menyelesaikan sisa pekerjaan. Setelah selesai, baru aku tidur." "Oh ya, Jess, nanti malam Mr. Donathan akan merayakan pesta di klub. Kamu pasti akan ikut, ‘kan? Karena bagaimanapun kamu adalah asistennya," kata Livi dengan tatapan serius, menunggu dengan penasaran jawaban dari sahabatnya. Sejenak Jesslyn memperhatikan sekitarnya sebelum akhirnya menatap kembali pada Livi, "Ya, aku akan datang. Walaupun sebenarnya aku sangat malas, tapi ya sudahlah, hitung-hitung aku menghargai niat baik Mr. Donathan," ucapnya dengan ekspresi terpaksa. "Jelas kamu harus ikut, Jess. Pesta ini dirayakan atas keberhasilan pemasaran besar kemarin. Dan kamu berperan penting dalam kesuksesan itu," ujar Livi dengan tegas. Jesslyn hanya mengibas tangan ke udara dengan cuek, "Sudahlah, kamu tidak perlu berlebihan seperti itu," ucapnya dengan nada tegas. Jesslyn memang tidak begitu suka saat seseorang terlalu memuji kemampuannya, bahkan jika itu datang dari sahabatnya sendiri. Livi terkikik sambil menutup mulut dengan tangan, sedangkan Nova hanya tersenyum sambil menggeleng pelan. Setelah obrolan singkat mereka selesai, gadis-gadis cantik itu kemudian bergegas masuk ke dalam kantor dan menuju tempat kerja masing-masing, menyadari bahwa jam kerja akan segera dimulai. Jesslyn tiba di kubikelnya dengan langkah ringan, penuh semangat. Ia menarik kursi ergonomisnya, menghasilkan suara lembut saat kursi itu bergeser di atas lantai karpet. Dengan anggun, Jesslyn duduk di kursi, menyusun punggungnya dengan rapi, dan meletakkan tas branded miliknya dengan hati-hati di atas meja kayu cokelat. Jesslyn menyalakan monitor komputernya, membiarkan layar LCD berpendar perlahan, memancarkan cahaya lembut di sekitar kubikelnya yang rapi. Ia duduk dengan sabar, memeriksa catatan-catatan penting yang terletak di sebelah komputernya. *** Di bandara kota Milan, lelaki bernama Gerald DeVille, seorang mafia yang dihormati dan ditakuti di jagad kriminal Italia, duduk dengan tenang di atas kursi jet pribadinya yang baru saja mendarat. Setelah empat tahun mengasingkan diri di Australia dan meninggalkan kota asalnya, sang mafia kembali untuk menyelidiki kematian tragis adik perempuannya empat tahun lalu. Dengan wajah dingin yang tidak mengungkapkan emosi, Gerald merapikan kedua sisi jasnya yang membingkai tubuh kekar dan gagahnya. Ia kemudian menggerakkan lengan kirinya ke depan wajahnya, memeriksa arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangannya yang berbulu. Setelahnya, ia berdehem singkat sebelum bangkit dari duduknya. Dengan langkah mantap, Gerald menuju pintu jet yang telah terbuka lebar, diikuti oleh seorang pria dari belakangnya yang tak lain adalah asisten pribadinya, Carlos. "Apakah Anda ingin langsung menuju Mansion, Tuan?" tanya sang asisten, sambil mengikuti langkah sang Tuan besar. "Ya," jawab Gerald dengan suara yang tenang dan tegas, tanpa berniat menoleh atau menatap lawan bicaranya. Tiba di depan pintu jet, sang lelaki tampan dan gagah itu berhenti sejenak sebelum mantap melangkahkan kakinya menuruni anak tangga. Ia menutup kedua matanya, meresapi udara segar dengan dalam, menghirupnya perlahan, lalu menghembuskan napasnya dengan tenang sebelum membuka kembali kedua mata cokelatnya yang tajam. Gerald memandang sekeliling di bawah tangga jet. Beberapa pria bertubuh kekar dengan seragam hitam berdiri tegak, siap menyambutnya. Tatapan tajam sang Mafia kejam itu mengawasi setiap gerak dan ekspresi dari para pria tersebut. Tanpa ekspresi atau senyum di wajah tampannya, Gerald melangkah dengan langkah ringan menuruni anak tangga jet, diikuti oleh sang asisten, Carlos. "Selamat datang kembali di kota Milan, Tuan DeVille," ucap salah satu dari ketujuh pria yang berdiri di bawah, menundukkan kepala sebagai tanda hormat pada sang Tuan. Mengangguk pelan sebagai respons, "Terima kasih," balas Gerald dengan suara serak dan berat, terdengar dingin dan penuh otoritas. Ekspresi dingin dan tatapan mata tajam dari sang Mafia membuat siapa pun yang bertemu dengannya merasa tegang dan takut. Pria-pria itu berbaris rapi, tiga di depan, dan mereka melangkah bersama, diikuti oleh Gerald. Di belakangnya, Carlos dan empat bodyguard lainnya berjaga-jaga, siap melindungi sang mafia dari segala ancaman. Setelah melewati serangkaian prosedur di dalam bandara, Gerald bergegas menuju tempat parkir. Sebuah mobil mewah telah menunggu dengan pintu terbuka lebar, siap menyambut kedatangan sang Tuan. Sopir dengan sopan mempersilahkan Gerald untuk masuk, dan sang Mafia dengan angkuh segera masuk dan duduk nyaman di kursi penumpang. Di depan samping sopir, Carlos duduk dengan tenang setelah memberikan instruksi kepada sopir, meminta mereka menuju kediaman mewah dan megah milik Gerald yang telah ditinggalkan selama beberapa tahun. *** Beberapa jam kemudian... Di apartemen, Jesslyn tengah bersiap-siap untuk menghadiri pesta yang dirayakan oleh atasannya di Fortuna Branding Company atas keberhasilan besar dalam pemasaran kemarin. Setelah menghabiskan waktu selama 20 menit di depan meja rias, akhirnya Jesslyn selesai mengaplikasikan polesan make-up tipis yang menonjolkan kecantikan wajahnya. Tubuhnya dibalut oleh gaun seksi yang tampak elegan. Gaun tersebut memiliki potongan d**a rendah dan punggung terbuka, serta belahan tinggi hingga paha atas di bagian bawah kiri. Saat sang gadis cantik melangkah, gaun itu menampilkan kaki putih mulus dan jenjangnya secara memukau. Mendengar ponselnya tiba-tiba berdering, Jesslyn lekas bangkit dari duduknya dan menuju meja samping ranjang untuk mengambil ponsel yang berdering. Ia membawa perangkat tersebut ke depan wajah, melihat nama kontak sahabatnya yang sedang menelepon. Dengan cepat, Jesslyn menekan tombol hijau sebelum menempelkan perangkat tersebut di telinga kanan. "Ya, halo, Livi," jawab Jesslyn setelah panggilan terhubung. "Jess, apakah kamu sudah selesai?" tanya Livi di ujung telepon. "Ya, aku sudah selesai. Sebentar lagi aku akan berangkat," jawab Jesslyn. "Apakah kamu akan menyetir sendiri atau biarkan aku dan Nova saja yang jemput? Kebetulan saat ini kami sedang di jalan dan dekat dengan apartemenmu. Bagaimana, apakah kamu mau berangkat dengan kami?" tanya Livi berturut-turut. Sebelum memberi keputusan, Jesslyn tampak merenung sejenak. Selang sepersekian detik ia kembali bersuara, "Baiklah, aku berangkat dengan kalian saja." "Oke. Lima menit lagi kami tiba di apartemenmu. Kamu langsung turun saja ya, Jess." "Ya," balas Jesslyn dengan kalimat singkat sebelum ia mengakhiri panggilan dan menjauhkan ponsel dari telinga. Jesslyn kemudian kembali menuju walk-in closet. Ia belum sempat memakai heels. Setelah selesai, ia bergegas menyambar tas kecil yang telah ia siapkan di atas meja, memasukkan ponselnya ke dalam tas tersebut, dan menyampirkan di bahu kiri. Dengan langkah ringan, Jesslyn pun keluar dari kamar dan terus menuju pintu utama apartemen. Ia langsung keluar dan melangkah menuju lift setelah menutup pintu dan dibiarkan terkunci dengan otomatis. Jesslyn masuk ke dalam lift. Ia menekan salah satu tombol sehingga lift tersebut bergerak menuju lantai dasar. Tak begitu lama lift berhenti, dan pintu terbuka lebar. Jesslyn pun melanjutkan langkah kaki keluar dari lift menuju lobby. Ia terus berjalan keluar dari gedung apartemen tempat tinggalnya itu. Tak lama berselang tampaklah sebuah mobil yang tidak lain adalah mobil milik sahabatnya. Mobil tersebut berhenti di hadapan Jesslyn, dan Livi menurunkan kaca jendela meminta sang sahabat agar segera naik. Jesslyn pun membuka pintu samping kursi penumpang, lalu masuk dan duduk nyaman dan tenang. "Seperti biasa, Princess Jesslyn selalu terlihat cantik dan menawan," puji Livi. Gadis itu terkekeh pelan saat melihat Jesslyn mendengus, sedangkan Nova hanya tersenyum. Gadis itu fokus menyetir mobil dan fokus pada jalan di depannya. Di sepanjang jalan menuju klub tempat pesta dirayakan, ketiga sahabat itu asyik berbincang-bincang dengan riang, membahas seputar pekerjaan mereka dan banyak hal lainnya. *** Setelah tiba di klub, Jesslyn dan kedua sahabatnya bergegas memasuki tempat hiburan malam tersebut. Seperti klub pada umumnya, tempat itu ramai dan berisik. Saat mereka melangkah lebih jauh ke dalam klub, dentuman musik semakin menggema di telinga mereka. Tak berapa lama kemudian, Jesslyn dan kedua sahabatnya sudah berkumpul di meja yang sama dengan rekan-rekan sejawat dari kantor. Mereka saling menyapa, tersenyum ramah, dan berbincang dengan gembira, menikmati pesta malam itu. Sang atasan dari kantor juga menyapa Jesslyn dengan hangat dan mempersilahkannya untuk bergabung menikmati pesta bersama yang lain. "Come on, Jess!" Salah satu teman kantor Jesslyn menawarkan whiskey kepadanya sambil memandang dengan ekspresi memelas. Awalnya Jesslyn menolak, tidak ingin minum terlalu banyak dan pulang mabuk. Namun, karena merasa tidak enak pada teman-temannya, ia akhirnya mengalah dan menerima gelas minuman beralkohol tinggi itu, kemudian menenggak beberapa teguk. Saat malam berlalu, Jesslyn mulai larut dalam suasana pesta. Meskipun begitu, ia tetap duduk di sofa bersama beberapa teman lainnya, sementara Livi dan Nova telah pergi ke area dance dan bergabung dengan yang lain di sana. “Jess, kamu mau pergi ke mana?” Salah satu teman wanita Jesslyn sigap menahan lengan Jesslyn saat gadis itu bangkit, hampir kehilangan keseimbangan karena kepala yang terasa pusing dan berdenyut. “Aku... ingin ke toilet... sebentar,” jawab Jesslyn dengan suara terbata-bata, berusaha menahan gejolak dalam perutnya yang membuatnya merasa mual dan ingin muntah akibat terlalu banyak minum. “Biarkan aku yang mengantarkanmu,” tawar seorang pria teman sejawat Jesslyn. “Tidak usah. Aku bisa sendiri,” tolak Jesslyn. “Tapi kamu mabuk, Jesslyn. Bagaimana kalau kamu jatuh atau menabrak seseorang?” Menggeleng pelan, Jesslyn tetap kukuh, “Aku baik-baik saja. Aku pergi sebentar,” katanya berpamitan sambil meraih tas di sampingnya sebelum bangkit dari tempat duduknya. Dengan langkah sempoyongan, Jesslyn berusaha mencapai tujuannya, yaitu toilet. Meskipun kepalanya semakin berdenyut hebat, ia tetap bertekad untuk ke toilet karena tidak tahan lagi dengan rasa mual yang hampir membuatnya muntah. Tak lama kemudian, Jesslyn berhenti. Dia mengarahkan lengan kanannya ke depan wajah untuk melihat jarum jam yang terpampang di pergelangan tangannya. Namun, karena rasa pusing, angka-angka kecil pada arloji itu terlihat buram, seperti melihat seekor semut dari kejauhan. Jesslyn menggelengkan kepala sambil mengerjapkan kedua mata yang terasa berat dengan paksa. Namun, semakin lama, pandangannya semakin kabur, membuatnya kesulitan menemukan arah menuju toilet. Dengan menekan sisi pelipisnya, Jesslyn mencoba menelusuri lorong yang akan membawanya ke toilet. Meskipun ia pernah mengunjungi klub ini bersama sahabat-sahabatnya, akibat minuman beralkohol yang diminum dalam jumlah besar, ia lupa pada segalanya. Jesslyn memutuskan untuk mengambil lorong di sebelah kanan, padahal lorong yang seharusnya menuju toilet berada di sebelah kiri. Tanpa menyadari kesalahannya, Jesslyn terus melangkah hingga tiba-tiba— BRUGH! Kening mulus Jesslyn tak sengaja menghantam d**a bidang yang keras dan kokoh seorang pria, membuatnya kehilangan keseimbangan dan jatuh ke lantai. Ringisan kesakitan terdengar dari bibir sang gadis cantik. Pemilik d**a bidang hanya terdiam, berdiri menjulang dengan tatapan dingin pada Jesslyn yang telah menabraknya tanpa sengaja. “Sialan!” desis Jesslyn dengan suara yang tidak jelas, tetapi tampaknya sang pria tampan itu bisa mendengar dan mengerti kata-katanya. Dengan susah payah, Jesslyn bangkit dan menatap pria tersebut dengan penuh keberanian. “Apakah kau buta atau sedang menggunakan bola mata palsu, sehingga tidak bisa melihat tubuhku yang sebesar ini?!” serunya dengan nada kesal. Pria itu tetap diam. Mata cokelatnya menatap tajam kedua mata hazel Jesslyn sebelum berbisik dalam hati, ‘Dia?’ Apakah mungkin pria tampan dan misterius itu mengenal Jesslyn? ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Her Triplet Alphas

read
7.7M
bc

The Heartless Alpha

read
1.6M
bc

My Professor Is My Alpha Mate

read
485.2K
bc

The Guardian Wolf and her Alpha Mate

read
537.8K
bc

The Perfect Luna

read
4.1M
bc

The Billionaire CEO's Runaway Wife

read
624.1K
bc

Their Bullied and Broken Mate

read
480.2K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook