Bab 1. Kesucian Yang Terenggut

1264 Kata
“Jangan, Pak! Tolong sadarlah!” Ellena berusaha keras untuk melepaskan cengkraman pria yang saat ini sedang bersamanya. Tubuhnya yang lebih mungil jika dibandingkan dengan Sean, tentu saja harus mengeluarkan tenaga ekstra agar pria itu bisa menjauh darinya. Sean yang malam ini seperti orang yang sedang kesetanan itu tidak peduli atas penolakan Ellena dan serangan kecil dari wanita itu pada tubuhnya. Sean yang sudah dipenuhi gairah itu ingin menuntaskan semuanya pada wanita yang saat ini ada dalam kuasanya. Suara sobekan kain dengan sangat keras terdengar. Suara yang membuat si pemakai pakaian itu langsung melihat ke arah sobekan bajunya. Sean membuka paksa kemeja yang dikenakan Ellena hingga kancing yang tadinya menempel kuat di depan d**a Ellena kini terpelanting tak tentu arah. Ellena sudah menangis sesenggukkan sambil berusaha menjauhkan dirinya dari kungkungan Sean meski tenaganya sudah mulai habis. “Sadar, Pak, sadar!” ucap Ellena yang lebih terdengar seperti sebuah teriakan. “Diam kamu!” bentak Sean. Aroma alkohol langsung memenuhi rongga hidung Ellena ketika Sean berbicara. Tampaknya pria muda berwajah tampan itu sudah dipengaruhi alkohol yang membuatnya berubah menjadi serigala lapar malam ini. Sean langsung menyeret Ellena dan membantingnya begitu saja ke atas peraduan. Tubuh Ellena sedikit terpental hingga membuat kemejanya terbuka dan menampilkan pemandangan indah yang membuat Sean semakin lapar. Ellena yang melihat tatapan liar Sean langsung menutup kemejanya dan berusaha untuk bangun. Tapi baru saja dia akan bangun, Sean sudah langsung mendidih tubuh kecil dan kurusnya itu. “Jangan, Pak! Tolong jangan!” teriak Ellena sambil menangis saat bibir Sean kini menjamah lehernya. Sean yang tidak peduli pada teriakan Ellena terus saja melakukan aktivitasnya. Yang ada dalam pikiran pria itu hanyalah ingin melepaskan hasrat yang mengusai dirinya secara tiba-tiba malam ini. Pria itu bahkan sedikit melakukan pemaksaan pada Ellena ketika wanita itu berusaha menghalangi Sean saat melucuti pakaiannya. Ellena yang sudah kehabisan tenaga kini hanya bisa menangis melihat Sean yang semakin beringas kepadanya. Butiran bening itu terus mengalir membasahi pipi Ellena saat Sean sudah menguasainya. Tak bisa lagi menjaga mahkota miliknya. Ellena pasrah. Hanya menangis perih sambil merasakan milik Sean terus menerobos masuk tanpa tertahankan. Meski ingin melawan, Ellena sudah tak lagi memiliki tenaga. Sakit. Kehormatannya yang direnggut paksa oleh Sean membuatnya sakit. Sakit yang dalam, secara fisik maupun mental. Ellena tidak menyangka kalau hidupnya akan dihancurkan oleh pria mabuk seperti Sean. *** Ellena terbangun dari tidurnya. Tenggorokannya terasa sangat panas dan kering hingga membuatnya ingin segera mencari air untuk minum. Wanita itu tampak menggeliat karena badannya terasa sangat sakit. Dia sampai merintih ketika dia berusaha bangun dari tidurnya. “Aduh … sakit banget badanku,” gumam Ellena dengan suaranya yang terdengar serak. Baru saja kesadaran Ellena kembali, bayangan akan kejadian tadi malam langsung terputar kembali dalam ingatannya. Ellena terbayang bagaimana penderitaan yang dia rasakan tadi malam di bawah kungkungan Sean. Ellena melihat tubuhnya yang ada di bawah selimut. Dia berharap tadi malam hanyalah sebuah mimpi buruk yang menimpanya. Ellena berdoa sambil memejamkan mata sebelum melihat keadaan di bawah selimut tebal itu. “Ya Tuhan!” Ellena hampir berteriak melihat tubuhnya tidak mengenakan pakaian sama sekali di dalam selimut tebal itu. Bulir air mata pun kembali menetes di pipi Ellena. Dadanya terasa sangat sesak karena hidupnya telah dihancurkan oleh seseorang begitu saja. Ellena mengantukkan kening ke lututnya yang saat ini sedang dia peluk. Tiba-tiba dengkuran lembut terdengar di telinga Ellena. Wanita yang sedang berlinang air mata itu menoleh ke samping, mendapati seorang pria yang sedang tidur membelakanginya. Pria yang tadi malam merenggut kesuciannya dengan paksa. Tidak sepatah kata pun yang bisa keluar dari mulut Ellena saat ini. Dadanya terasa kian sesak dan dipenuhi dengan luka yang ditorehkan oleh orang yang sempat dia sanjung karena menjadi panutannya dalam bekerja. Dengan mengumpulkan sisa tenaganya, Ellena berusaha untuk turun dari tempat tidur. Dia tidak ingin berlama-lama di sana karena tidak ingin terlalu lama melihat paras tampan Sean yang sempat dia kagumi itu. “Au … sakit sekali.” Ellena merintih pelan. Dengan langkah kaki tertatih, wanita itu mulai memunguti pakaian miliknya yang berserakan di lantai. Dia kemudian berjalan perlahan sambil menahan sakit di inti tubuhnya menuju kamar mandi. Perih dan terasa sangat nyeri, membuat pergerakan Ellena kian terbatas. Ellena langsung mengunci pintu kamar mandi. Dia ingin segera pergi dari tempat itu sebelum atasannya bangun. Tanpa membuang waktu, Ellena segera membasuh wajahnya dengan air dingin di wastafel, lalu sedikit merapikan rambutnya yang sudah seperti singa itu. Matanya bengkak, bahkan bukan hanya mata, tapi semua wajah Ellena bengkak setelah dia banyak menangis. Bayangan kejadian semalam terus saja berputar di memori ingatannya. Membuat Ellena kian sedih dan terpuruk. Ellena semakin kaget saat dia mendapati hampir semua kancing kemejanya terlepas. Dia semakin bingung karena tidak akan mungkin keluar dengan pakaian terbuka seperti itu. Ellena pun akhirnya keluar dari kamar mandi sambil mengendap-endap. Dia ingin memastikan keadaan di luar karena takut Sean sudah bangun. “Aku harus cepat pergi dari sini. Aku gak mau terus di sini. Aku gak mau terlihat menyedihkan di depan Pak Sean.” Ellena menyambar jaket milik Sean yang tergeletak di lantai untuk dia kenakan. Ellena pernah mendengar gosip beredar di kantor kalau atasannya itu sudah biasa menghabiskan malam dengan siapa saja. Dan, kalau ada orang yang menuntut pertanggungjawabannya, maka Sean akan membayarnya seperti seorang wanita malam. Harga diri Ellena pasti akan lebih terluka jika itu sampai terjadi. Dia tidak mau terlihat lebih rendah dari orang yang telah menghancurkan hidupnya. Saat Ellena baru saja menutup pintu kamar, kilatan sinar mentari yang masuk melalui gorden kamar, menggoda mata Sean untuk terbuka. Dengan malas, pria yang masih bergelung dalam selimut hangat itu mulai membuka matanya secara perlahan. Sean mengerjapkan matanya beberapa kali sambil mengumpulkan nyawanya. Dia mencoba mencari tahu di mana dia berada saat ini. “Sakit banget kepalaku,” ucap Sean sambil menyugar rambutnya sambil sesekali menggerakkan lehernya yang terasa kaku. Sekelebat kejadian tadi malam terlintas di pikiran Sean. Dia langsung membuka matanya dengan sempurna lalu melihat ke sebelah dia tidur. “Sama siapa aku semalam?” ucap Sean yang tidak mengingat sosok wanita yang memberinya kepuasan tadi malam. Sean tidak mendapati ada orang lain di kamar, bahkan sekalipun dia sudah mengedarkan pandangannya, tetapi tetap tak ada siapa pun di kamar. Namun anehnya, kejadian itu terasa nyata. Bahkan Sean pun masih merasakan sisa kenikmatan itu pagi ini. Tidurnya juga terlalu pulas, padahal dia termasuk orang yang susah mendapatkan tidur nyenyak terlalu lama. “Siapa dia? Aku harus cari tau siapa wanita itu. Aku gak mau nantinya dia sampai merusak reputasiku kalo ngomong sembarangan ke media!” geram Sean sambil sedikit menyipitkan matanya. Pagi ini, Sean ada janji penting yang harus dia hadiri. Sean tidak ingin membuat kliennya itu menunggu terlalu lama. Jadi, dia harus segera membersihkan diri dan kembali bekerja. Sean keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Sean langsung mencari ponsel untuk menghubungi sekretarisnya. “Ke mana dia! Berani dia abaikan telponku!” geram Sean semakin kesal. Sean segera memindah panggilannya ke asisten pribadinya. Dia tahu saat ini Bima sedang sakit. Oleh karena itu, tadi malam dia ditemani oleh Lisa untuk bertemu dengan kliennya. “Halo, Pak. Sel–” “Jemput saya di Hotel Cempaka, sekarang!” Sean langsung memutus panggilan teleponnya. Setelah memberikan perintah pada asisten pribadinya, Sean segera memutus sambungan teleponnya. Dia ingin segera bersiap untuk bekerja karena ini adalah salah satu kegiatan favorit Sean. Sean mengambil pakaiannya yang ada di lantai kamar. Saat dia sudah memakai celana dan kemejanya, Sean teringat kalau tadi malam dia memakai jaket. Sean pun mencari-cari jaket itu karena sejak tadi dia memang tidak melihatnya. Setelah menyibak selimut di atas ranjang, kedua matanya seketika membulat saat melihat sesuatu menodai sprei putih yang semalam ditidurinya. “Darah?!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN