Bab 2. Pembimbing Icha

1057 Kata
“Udah kawin dia?” tanya Inka lagi. Andra pernah bercerita bahwa setelah tiga bulan bercerai, Vanya memberitahu dirinya bahwa mamanya sedang menjalin hubungan dekat dengan pengusaha bus kaya raya yang pernah dijodohkan dulu sebelum menikah dengannya. Sama dengan Andra, pengusaha tersebut juga telah bercerai dari istrinya yang tidak kunjung memberi anak. “Mana gue tau. Nggak peduli juga,” decak Andra santai. Inka tertawa renyah. “Ah, lo dulu cinta mati ma dia. Gue udah bilangin ma lo dulu kalo anak cewek kaya raya tuh bawaannya manja, dan nyusahin. Lo tetep aja mili kawin ma dia." “Nggak semuanya begitu, Ka.” “Iya, sih. Tapi lo ngalamin, kan? Sampe cere pun, dan lo bodohnya ngasih rumah elit lo ke dia … padahal dia punya usaha, hm ... nggak puas-puasnya ma duit.” “Gue mikir Vanya.” Inka menggeleng lagi, Andra terlalu baik menurutnya. “Boleh boleh aja jadi orang baik, Dra. Tapi jangan nyusahin diri.” Andra mendengus tersenyum. “Gue nggak susah hati, Ka.” Inka menghela napas panjang, berharap Andra menemukan cinta sejatinya suatu saat. *** Icha sudah tidak bisa menghubungi Geo lagi. Tampaknya ini adalah waktu yang terlama bagi Icha setelah putus dari Geo, enam bulan lebih. Biasanya, setelah putus, setidaknya tiga hari kemudian, Icha pasti kembali mendapat kata-kata mesra Geo, dan mereka akan balikan, bermesraan di apartemen mewah Geo, b******u dan saling menyentuh sampai keduanya mencapai kepuasan. Icha dan Geo sudah lima tahun berpacaran, dan hubungan mereka sudah cukup jauh, meskipun tidak sampai berhubungan badan yang “seutuhnya”. Keduanya berasal dari keluarga kaya raya, Geo merupakan anak dari sepasang pengusaha makanan beku impor dan kosmetik yang cukup terkenal di Tangerang. Icha, papanya merupakan pengusaha di bidang properti dan mamanya memiliki beberapa titik butik mewah di mall di Jakarta Selatan. Icha dan Geo kuliah di kampus yang sama, tapi jurusan yang mereka ambil berbeda. Icha kuliah di Fakultas Ekonomi, sementara Geo kuliah di Fakultas Humaniora, jurusan Hubungan Internasional. Akhirnya Icha benar-benar pasrah, dan tidak berhubungan lagi dengan Geo. Dia memilih mengikuti saran Tesa untuk fokus kuliah dan menyelesaikan tugas-tugas kuliah. Tesa adalah sahabat yang baik bagi Icha sejak awal masuk kuliah dan dia merasa sangat beruntung bersahabat dengan Tesa. Mereka menjalankan KKN bersama-sama di Bojong, dan setelah menyelesaikan program wajib tersebut, Icha sekarang bisa fokus menyusun laporan akhir. Karena sudah sama-sama sibuk dengan skripsi, Icha tidak lagi setiap hari bertemu Tesa, keduanya memiliki kesibukan masing-masing karena penelitian mereka berbeda judul dan lokasi. “Icha. Gue udah dapet surat penunjukkan dosen pembimbing skripsi. Lo udah belum?” Icha langsung memperbaiki posisi ponsel ditelinganya ketika Tesa memberitahu tentang dosen pembimbing. Gadis cantik blasteran Inggris, Jawa dan Sunda itu sekarang sedang duduk di sudut perpustakaan kampus, yang jauh dari keramaian mahasiswa. Ada setumpuk buku di atas meja di samping laptop di depannya. “Belum, Tes. Kok lo udah ya?” “Gue baru aja dapet email. Lo cek gih email lo.” “Udah, nih gue buka lepi. Udah gue refresh, belum ada.” “Ya udah, lo tunggu.” “Lo siapa dospemnya?” “Meiska Wiratama.” “Wih, Ibu itu, kan baik banget katanya.” “Iya, Cha. Baik banget Bu Meis mah.” Terdengar tawa senang Tesa di ujung sana. “Lo di mana, Cha?” “Gue di perpus.” “Ah, senengnyaaaa. Gimana, udah ada banyak data yang lo dapet?” “Lumayan. Ini lagi baca-baca, jadi kalo ngadep dosen pembimbing udah siap.” “Keren keren. Ah, semoga lo nggak sama Pak Dirandra.” “Pak Dirandra yang mana ya?” “Gue juga nggak tau yang mana orangnya, sih. Nggak pernah ngajari kita soalnya. Orang-orang nyebutnya Pak Andra. Denger-denger ribet. Galak sih nggak, cuma kek terlalu detail gitu. Males pokoknya. Kakak-kakak tingkat pada bilang begitu.” Icha dalam hati berharap tidak dibimbing “Pak Andra” yang diceritakan Tesa. “Oke, Cha. Gue lagi di jalan nih.” Icha mengakhiri panggilannya, dan fokus ke layar laptopnya. Bukannya senang setelah mendapat panggilan dari Tesa, Icha justru tidak tenang saat memeriksa email yang masuk, berharap dia tidak dibimbing seorang dosen yang bernama Andra. Akan tetapi sepertinya apa yang Icha harapkan tidak terjadi. Icha menghempaskan napasnya, tangannya gemetar saat melihat sebuah nama di layar laptopnya, juga jantungnya berdegup tidak teratur, Dirandra Paramudya Salim, adalah dosen pembimbing skripsinya. Icha jadi lemas tak berdaya, ingin sekali dia menggantinya, tapi apa bisa? Icha menghubungi Tesa, tapi tidak diangkat. Sepertinya Tesa sedang fokus menyetir. Icha ingin membalas surat tersebut, tapi dia urung melakukannya. Gadis itu benar-benar bingung. Namun, beberapa saat kemudian, dia memilih menenangkan diri dengan melihat-lihat media sosialnya. Entah kenapa dia jadi ingin tahu kabar Geovanni, mantan kekasihnya, yang ternyata kini sedang sibuk mengurus kegiatan menyambut mahasiswa baru. Geo adalah salah satu mahasiswa aktif di jurusan, dan sering terlibat dalam kegiatan kemahasiswaan. Icha tersenyum melihat wajah tampan pemuda yang pernah menjadi kekasihnya itu, dia mengenang kembali masa-masa indah pacaran dengan Geo. Lima tahun adalah waktu yang cukup lama menjalin kasih dan keduanya tentu saling mengenal, dan pertengkaran sudah biasa mereka hadapi. Icha menghela napas panjang mengingat kata-kata mesra setelah bertengkar dengan Geo yang sangat menenangkan hati dan perasaannya, juga hangatnya sentuhan Geo setelahnya. Dulu, setiap kali setelah bertengkar, Geo pasti mengajaknya ke apartemen mewahnya, lalu b******u mesra, saling menyentuh titik nikmat di tubuh masing-masing, sampai merasakan kepuasan. Icha tertawa menggeleng mengenang kebersamaannya dengan Geo, terkadang mereka yang tidak dapat menahan napsu, kerap b******u di tempat-tempat yang tidak umum, kadang di toilet kampus, bioskop, mobil Icha atau mobil Geo, dan yang paling sering adalah di apartemen Geo. Napsu birahi Icha naik mengenang momen indah itu dan dengan sadar dia menyentuh selangkangannya yang tertutup celana jins ketat, dia merasakan basah di area sana. Tak tahan dan ingin menuntaskan hasrat, Icha pindah ke sudut yang dipenuhi buku-buku, di mana tempat itu dia tahu bahwa tidak ada kamera dan jarang sekali orang melewati tempat itu. Icha dengan cepat membuka resleting jinsnya, dan menyelipkan tangan kirinya ke dalam celana dalam, menyentuhkan jari jemarinya ke miliknya yang basah dan licin. Icha mendesah pelan, dengan satu tangan menopang sudut lemari rak buku. Pikirannya terus melayang ke kenangannya bersama Geo, mengingat hangat dan dahsyatnya sentuhan tangan Geo. Icha terus mendesah pelan dengan napas tertatahan, tidak ingin ada yang mendengar kegiatannya. Beberapa saat kemudian, kenikmatan sudah mulai menjalar ke sekujur tubuhnya, tapi … “Hei. Ngapain kamu?!” Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN