3. Bandara

803 Kata
Barang-barang yang berada di walk in closet itu terlihat menyedihkan. Satu setengah tahun yang lalu, baju, tas, sepatu, aksesoris yang ada di sana masih ada yang memakai. Bahkan sang pemilik selalu menyiapkan baju, dasi, bahkan alroji untuk Samudera kenakan untuk pergi ke kantor. Dan sudah satu setengah tahun ini Samudera tidak pernah melihat wanita itu lagi. Bening pergi meninggalkannya. Pergi begitu saja serta membawa hatinya. Sebenarnya Samudera tidak suka kembali ke apartemen ini. Sejak Bening meninggalkannya, ia kembali tinggal bersama mama dan papanya, di rumah masa kecilnya. Disini terlalu menyiksa untuk Samudera. Dia harus merasakan kerinduan, kehilangan, dan kehampaan setelah Bening pergi. Samudera kembali ke apartemen ini karena ada kerabat jauhnya yang menginap di rumah. Tidak ingin menimbulkan kecurigaan dia terpaksa kembali ke apartemen. Dia tidak mau mendapat pertanyaan tentang kenapa ia tinggal di rumah orang tuanya lagi serta dimana keberadaannya Bening. Samudera sendiri tidak tahu dimana keberadaan Bening sekarang. Wanita itu menghilang seperti di telan bumi. "Aku kangen kamu, Bee, " Ucap Samudera dalam hati sebelum keluar dari tempat itu untuk pergi bekerja. *** Samudra mengangkat kepala dari layar laptop saat mendengar ketukan di pintu. Setelah pintu terbuka muncul Ema, sekretarisnya. "Permisi, pak. Ada tamu yang ingin bertemu dengan bapak. " Wanita berhijab itu terlihat takut-takut menyampaikannya, sebab sebelumnya Samudera sudah memberitahunya tidak ingin di ganggu ataupun menerima tamu. Samudera mendesah. Ia menyandarkan punggung di sandaran kursi dengan tatapan kesal. "Good morning, Mr. Samudera. " Seorang laki-laki bermata belo masuk ke ruangan Samudera. "Kamu boleh keluar Ema. " Suruh Samudera. "Baik, pak. " "Jangan terlalu keras sama sekertaris kamu, Sam. Dia kelihatan takut sama kamu. " Canda Yahya, sahabat Samudera. Samudera hanya mendengus, kembali menatap laptopnya. "Sekertaris kamu udah bilang ke aku kalau kamu nggak mau di ganggu tapi aku yang memaksanya. " Jelas Yahya yang sudah duduk di sofa di ruangan kerja Samudera. "Ada apa kamu kesini? " Tanya Samudera yang sebenarnya malas. Dia sudah hafal di luar kepala jika Yahya menemuinya. Dari berbagai alasan, tidak adanya wanita yang berada di sisinya-lah yang menjadi alasan. "Ada yang mau aku omongin sama kamu tapi kamu kayaknya nggak tertarik. " "Putus lagi. " Tebak Samudera. "Bukan." "Kamu dapat pesanan mobil banyak?" "Itu sudah pasti. " "Kamu di jodohin?" "Enggak akan. " "Terus? " Samudera masih menekuri laptopnya. "Aku lihat dia. " Samudera mengalihkan pandangannya dari layar laptop ke sahabatnya. "Dia siapa? " Samudera agak tertarik. "Mantan kamu. Bening. " Butuh waktu beberapa detik sampai Samudera mengerti apa yang baru ia Terima. Bening. Jadi, Yahya melihat Bening. Bening-nya. "Kamu lihat dia dimana? " Samudera berdiri dari kursi kebesarannya lalu menghampiri Yahya yang duduk di sofa. "Di cafe. Lebih tepatnya didepan toilet. Kayaknya dia nggak sadar kalau hitung di tabrak itu aku. Atau jangan-jangan Bening lupa dengan wajah tampanku ini. " Samudera benci dengan kenarsisan sahabatnya itu. "Terus dia dimana sekarang? " Yahya mengedikkan bahu santai. Samudera mendesah. Tadinya ia pikir sahabatnya itu tahu dimana keberadaan Bening. Jadi, Bening berada di Jakarta? Atau mungkin sudah kembali ke Jakarta. Di harus cari tahu dimana keberadaan wanita itu. "Aku ngikutin dia sebentar. Ternyata dia sama Frans. " Frans. Samudera tahu laki-laki itu. Jadi selama ini Frans tahu dimana keberadaan Bening. Dulu Samudera beberapa kali mendatangi Frans untuk menanyakan keberadaan Bening tapi Frans dan juga keluarganya berkata tidak tahu. Sial. Jadi selama ini ia sudah di bohongi. "Brengsek." Umpat Samudera. "Calm down, bro." "Gimana aku bisa tenang kalau selama ini Frans dan keluarganya udah bohongin aku. Mereka bilang nggak tau keberadaan Bening tapi ternyata-" "Papanya Frans baru saja meninggal." Samudera terkejut mendengarnya. "Om Usman? " Yahya mengangguk. Samudera tidak perlu bertanya dari mana sahabatnya itu tahu darimana Yahya mengetahui semua kabar itu. Biarpun di kenal sebagai sebagai pengusaha otomotif tetapi Yahya mempunyai bisnis sampingan yang jarang diketahui orang biasa. Bisnis pencarian orang. "Mungkin Bening muncul karena om-nya meninggal." "Aku harus menemui Frans. Dia harus kasih tau aku dimana Bening. " Menurut Samudera menemui Frans lebih cepat lebih baik. Dia berniat berdiri tapi suara Yahya membuatnya mengurungkan niatnya. "Enggak perlu. " Cegah Yahya. Laki-laki itu melirik pergelangan tangannya. "Aku nggak tau ini terlambat atau nggak. Tapi sekarang Bening sedang menuju bandara." "Dia mau pergi kemana? " "Aku belum cari tau. " Tanpa pikir panjang Samudera bergegas menuju tempat yang di katakan sahabatnya. "Thanks, bro. You're the best, " Ucap Samudera sebelum meninggalkan Yahya di ruangan kantornya. Sepanjang perjalanan menuju bandara Samudera berusaha tetap berpikir waras. Kalau mengikuti keinginan, dia ingin melajukan mobilnya dengan cepat supaya segera sampai di bandara. Atau kalau bisa ia ingin menerbangkan Mobilnya. Samudera berharap semoga dia tidak terlambat. Dia harus bertemu dengan Bening. Banyak yang harus mereka bicarakan, ada yang harus ia jelaskan. Setelah memarkir mobilnya Samudera berlari menuju tempat keberangkatan. Dia celingak-celinguk mencari sosok Bening diantara orang-orang yang ada di sana. Harapannya untuk bertemu Bening musnah saat ia tidak menemukan wanita itu di sana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN