bc

RUMAH TANTE PINKAN

book_age16+
241
FOLLOW
1K
READ
dark
tragedy
mystery
scary
spiritual
like
intro-logo
Blurb

Bunga yang baru saja menyelesaikan Sekolah Menengah Atasnya diajak untuk tinggal bersama keluarga Brotoasmoro.

Pertama kali datang ke rumah yang kental dengan desain arsitektur Belanda ini, ia sudah merasakan ada suatu hal yang aneh.

Pinkan yang awalnya bersikap baik, berangsur-angsur mulai menunjukkan watak yang sesungguhnya. Pun demikian dengan Atmo.

Suatu waktu, hal yang sangat mengejutkan terjadi. Atmo yang sedang mengikuti Pilkada memanggil seorang 'dukun' untuk membantu melancarkan urusannya.

Di rumah itu juga, Bunga bertemu dengan Ibrahim Mustopa, seorang anggota band indie yang menyumbangkan lagu di acara orasi Atmo. Mereka sama-sama bisa melihat makhluk lain. Wajah Bunga mengingatkannya kepada sosok adik tercinta yang sangat dikasihinya.

Bagaimanakah pernikahan Pinkan dan Atmo, setelah teror terus datang dari gadis bernama Dayu. Yang katanya memiliki hubungan spesial dengan Atmo.

Bermacam kejadian membuat Bunga bimbang. Ia kecewa dan juga takut dalam waktu yang bersamaan. Akankah ia tetap bertahan di rumah itu atau lebih memilih pulang ke rumah Nini?

chap-preview
Free preview
Awal Mula
Sebuah mobil mercy silver memasuki sebuah kompleks perumahan dengan desain arsitektur khas jaman Belanda. Di sana semua rumah didominasi oleh bentuk simetris, dicat putih terang, dengan bangunan yang tidak terlalu tinggi. Rumah-rumah itu mempunyai banyak jendela kaca dan yang paling mencolok adalah corak bebatuan berwarna hitam di beberapa sisinya. Melewati tiga kali belokan sampailah mobil itu di sebuah rumah besar dengan halaman yang sangat luas. Satu-satunya rumah yang terletak di jalan yang paling ujung dan belakang. Di seberangnya terbentang hamparan luas rerumputan dari sebuah lapangan Golf. Akses masuk menuju rumah bisa melalui dua jalan. Satu dari jalan belakang— melewati lapangan bola basket, garasi dan tempat jemuran. Satu lagi melalui jalan depan—melewati jajaran kebun kecil, paving blok, dan teras. Seorang gadis bernama Bunga Kirana sedang diajak melihat-lihat rumah itu oleh seorang perempuan paruh baya yang biasa dipanggil Tante Pinkan. Katanya ia akan dijadikan teman bermain anak-anak keluarga Brotoasmoro dan sedikit membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Untuk meyakinkan hati, gadis itu datang untuk mengetahui seberapa mantap hatinya. Anggap saja saat ini ia sedang melakukan room tour saat ini. Ada yang tahu bagaimana rasanya, kalau ada sebuah tempat yang jarang terjamah oleh manusia? Jarang terkena sinar matahari. Bisakah membayangkan bagaimana rasa lembabnya? Rasa sejuk hampir menusuk ke pori-pori. Ya, seperti itu perasaan saat ia menginjakkan kaki ke pekarangan sebelah kanan rumah belanda itu. Pohon willow dan flamboyan tumbuh tinggi dan besar. Tidak hanya itu, ilalang tumbuh tinggi hampir sebatas pinggang. Kombinasi semuanya membuat keadaan semakin teruk dan seram. Puas melihat keadaan di luar rumah, wanita cantik berambut pendek itu mengajak Bunga masuk ke dalam rumah besarnya yang berbentuk seperti pesawat yang terbentang. Ruang tamu dan dua kamar besar berada di sayap kanan sedangkan di sayap kiri ada ruang tamu dan gudang. Pada bagian tengah sebuah ruangan musik besar dan ruang makan keluarga menjadi satu kesatuan. Keduanya hanya dibedakan oleh hambal dan karpetnya saja. Kamar asisten rumah tangga dan kamar mandinya terletak di bagian rumah yang paling belakang. Ketika sedang asyik berkeliling rumah, tidak terasa hari sudah beranjak malam. Tante Pinkan sedang memanaskan mobil, saat Bunga sedang melihat keadaan di sekitar rumah besar itu. Ia berdiri di lapangan bola basket sambil sedikit berpikir. Apakah dirinya nanti bisa betah. Apalagi saat malam hari, keadaan sangat sepi. Di tambah jarak rumah satu dengan rumah lain yang berjauhan dan terlihat semakin menyeramkan karena lampu jalan yang remang-remang. Di dalam mobil, gadis manis berambut keriting itu tidak banyak berbicara. Berbeda dengan Bunga yang masih nampak bimbang. Tante Pinkan sepertinya tidak sabar untuk segera mengajaknya tinggal bersama. “Nanti tolong dikabarkan, kapan Kakak siap dijemput,” kata wanita itu dengan mimik wajah yang serius. "Iya, Tante," jawab Bunga sembari tak lepas memandangi jalan yang begitu gelap dan pekat. Sepertinya hatinya bertambah bingung dan gundah. ... Beberapa hari kemudian, setelah membicarakan semua ganjalan hatinya dengan Nini. Gadis itu membulatkan tekad. Dan tibalah saatnya bagi Tante Pinkan untuk menjemput Bunga. Malam itu gadis berusia belasan tahun itu sudah siap. Ia menenteng sebuah tas ransel hitam. Mobil Tante Pinkan terparkir cantik di pekarangan rumah mungil Nini yang dipenuhi tumbuh-tumbuhan. Bunga tahu dan sadar betul semua tetangganya mengintip dari dalam rumah mereka. Memiliki tetangga yang membuat perasaan tidak nyaman merupakan salah satu alasan kuat kenapa gadis itu ingin menjauh dari rumah ini. Bunga berpamitan dengan Nini dan Paman, matanya nampak berkaca-kaca. "Bunga, pergi dulu ya, Ni. Nini sama Paman sehat-sehat di sini." Ia mencium punggung tangan ke dua orang yang sudah membesarkannya itu. "Di sana jangan nakal. Jangan lupa salat dan mengaji ya. Kalau libur mainlah sekali-kali dan menginap di sini." "Iya, Ni, tentu nanti Bunga boleh main dan menginap di sini kalau weekend. Nanti saya sendiri yang akan mengantarkannya," ujar Tante Pinkan sambil ikut menyalami Nini. Wanita tinggi semampai itu membuka pintu mobil dan mempersilakan Bunga untuk masuk ke dalam mobil mercynya. Bunga merasa sampai di detik ini ia tidak bisa lagi mengurungkan niat. Harus tetap maju walau tidak tahu apa yang akan terjadi di depan nanti. ... Tepat pukul 21.00 mereka sampai di rumah Belanda di ujung jalan. Suasana komplek perumahan itu sudah sangat sepi. Tidak ada seorang manusia pun terlihat. Mereka turun di garasi mobil outdoor. "Kak, tolong tutup pagarnya, ya." "Iya, Tante," jawab Bunga dengan suara yang bergetar. Ia menutup pagar itu sambil sesekali mencuri pandang ke sekeliling. Rumah-rumah tetangga terlihat kecil dari tempatnya berdiri. Apalagi rumah ini merupakan rumah yang paling sudut posisinya. Tidak ada tetangga di kanan dan kiri, hanya ada beberapa tetangga di bagian sebelah utara saja. Selesai menutup pagar ia berlari mengejar Tante Pinkan yang sudah terlebih dahulu masuk ke dalam. Tidak terlihat Kevin dan Tasha—kedua orang anak kesayangan Tante Pinkan. Sepertinya mereka sudah tidur. Karena hari sudah malam, Bunga dipersilakan untuk beristirahat di kamar paling belakang. Di sebelah kamar ART ada sebuah kamar mandi kecil. Dua kamar ini merupakan ruang paling belakang. Ia rasanya ingin pulang. Selama 17 tahun tidak sekalipun ia tidur terpisah dengan Nininya. Terdengar kolokan memang. Tante Pinkan berpamitan untuk menuju kamarnya. Masih terdengar langkah kaki yang mengenakan sandal rumah saat menginjak karpet yang ada di ruang tengah Kemudian .... Cekrek .... Pintu itu tertutup. Gadis manis berkulit gelap itu terlontar jauh ke dunia lain. Sepi dan sendirian. Kamar depan berada di sayap kanan. Itu artinya posisinya lebih dari 25 meter dari kamar belakang ini. Tiba-tiba Bunga merasa berada di tempat lain walau masih satu atap. Pinkan, Kevin dan Tasha sedang berada di kamar besar dan nyaman mereka, meninggalkannya sendirian yang masih dalam keadaan linglung. Seakan tidak percaya atas keputusannya saat ini. Lantas ia teringat kepada seorang gadis manis berkepang dua bernama Ratna. Bunga berjumpa dengannya saat dirinya sedang berkunjung ke sini minggu lalu. Ia gadis yang baik dengan suara yang lemah lembut. Seharusnya malam ini Bunga tidur bersamanya. Tapi kenyataannya kamar sempit ini hanya berisi sebuah ranjang berderit dan gerobok tua yang mulai rapuh. Nama saya Ratna. Asal saya dari Solo. Saya tidak bisa baca tulis. Saya mau kerja di sini karena kata Ibu Pinkan saya akan di sekolahkan di kelas Paket A. Begitulah Bunga teringat saat pertama kali bercakap-cakap dengan Ratna. Setelahnya ia mengantar nasi putih hangat, omelet, sosis dan nugget goreng ke kamar Tasha dengan menggunakan baki melamin bercorak bunga. Hatinya penuh tanda tanya tentang keberadaan Ratna saat ini. Padahal ia mempunyai pengharapan yang besar untuk bisa sama-sama belajar dan jadi pintar. Bunga kemudian duduk mematung di atas kasur keras dalam kamar yang hanya berukuran tidak lebih dari 3x3 meter ini. Kaca buram dari gerobok tua dengan corak ulir memantulkan biasan dirinya yang sangat kusut. Lagi-lagi ia mengutuk dirinya yang sangat lemah. Ah, sudahlah. Kepalang basah ini. Sergahnya mencoba memberi penghiburan diri.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.3K
bc

My Secret Little Wife

read
92.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.1K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook