bc

The Tree

book_age16+
150
FOLLOW
1K
READ
family
time-travel
second chance
goodgirl
student
drama
twisted
city
highschool
reckless
like
intro-logo
Blurb

Menjadi populer, kaya, disukai banyak orang adalah cita-cita Delina sejak dulu, sayangnya takdir berkata lain, ia lahir dengan kehidupan yang biasa-biasa saja.

Hingga suatu ketika, ia berpikir andai saja ada cara instan untuk mengubah takdirnya. Dia pun berkenalan dengan Lili, secara tidak sengaja. Mereka pun berteman. Suatu hari, saat acara perkemahan sekolah, Lili menceritakan tentang mitos sebuah pohon yang dapat mengubah kehidupan seseorang, awalnya Delina tidak percaya, namun dia pun penasaran dengan kekuatan pohon itu.

Akankah Delina menukar kehidupannya melalui pohon misterius itu? Akankah kehidupannya menjadi lebih bahagia dan sesuai harapannya atau malah Delina menyesal atas keputusannya?

---------------

Cover: Orisinal

Pembuat: Annisaa T.K

Gambar:

h****://www.paxels.com/id-id/foto/orang-yang-berdiri-di-dekat-pohon-3354135/

Font:

Beach Resort by Canva

Open Sans by Canva

chap-preview
Free preview
Kesibukan
“ya... terus... terus... putar kiri... sedikit lagi... pas!” teriak juru parkir, truk besar berisi karungan beras merapat ke halaman parkiran sebuah pasar induk. “Mantap, Mang! Sip....” teriak supir truk, sambil menginjak pedal rem, dan menarik tuas rem tangan. Truk pun berhenti. Di bawah truk sudah berkumpul banyak orang, sudah mirip antrean orang-orang yang menunggu bansos sembako. Padahal itu adalah para kuli panggul yang dibayar majikannya untuk mengangkut karung-karung beras buat diantar ke toko grosir. Ketika pintu belakang truk di buka, para kuli panggul sudah bersiap-siap menangkap karung beras. Di antara belasan kuli panggul itu ada Samsu, tapi dipanggil Sam, agar terdengar lebih keren. Sudah sejak usia belasan tahun, Sam menjadi buruh panggul beras. Sebetulnya bukan juru panggul spesialis beras sih, ia juga buka jasa angkut sayuran, tepung, bahkan belanjaan orang-orang. Tapi fee dari panggul beras itu lebih besar. Mungkin karena bisa membuat tulang seperti patah-patah kalau sudah beres. “Ini, Mang! 25 ribu ya!” kata Ko Acong, pemilik toko grosir beras di ujung blok yang langsung menghadap lorong utama. “Makasih, Ko!” jawab Sam. Setiap satu karung dihargai lima ribu rupiah. Hari ini ia berhasil mengangkut lima karung besar. “Bulan depan datang lagi ya!” “Siap, Ko...” Koko Acong adalah generasi ke-3 pemilik toko grosir beras “Dewi Sri", toko itu dikelola turun-temurun dari kakeknya kemudian ayahnya, dan sekarang dia. Sudah hampir setengah abad, keluarganya memang menjalankan bisnis beras. Ko Acong itu sudah langganan pakai jasa Sam untuk angkut beras. Karena sudah langganan, sebagai penghargaan setiap lebaran Sam tak pernah absen dapat jatah kue lebaran dan THR. Hari ini hari Senin minggu ke tiga, adalah jadwal rutin drop pasokan beras dari daerah lumbung, biasanya kalau tidak daerah Subang, ya Karawang, tapi kadang juga dari Sumedang. Tergantung daerah mana yang panennya paling cepat. Aktivitas di pasar Induk memang sangat sibuk, mulai dini hari geliat para pedagang sudah mulai tampak. Tapi biasanya yang paling pagi datang itu truk angkut sayuran, karena sebelum subuh sayuran-sayuran itu harus sudah di drop ke pasar-pasar tradisional di sekitarnya, semakin pagi semakin bagus, agar sayuran masih tetap segar sampai ke konsumen. Tak heran jam tujuh pagi Mang Agus sudah biasa mangkal di depan gerbang. Mang Agus punya banyak fans Ibu-ibu, dia itu tukang sayur keliling. *** Sam sudah bersiap sejak pukul 6 pagi, ia cepat-cepat sarapan mie instan rebus di tambah sebutir telur yang dimasak Linda, istrinya. Karena harus stand by pukul 7 di pasar. Biasanya ia bisa santai, jam 10 dari rumah, tapi kabarnya hari ini truk angkut beras tiba pukul 7, hanya transit di Bandung. Sesudah menurunkan beberapa karung, kemudian lanjut menuju Pasar Induk Kramat Jati di Jakarta. Berhubung waktunya singkat, jadi kalau terlambat bisa-bisa keburu habis diangkut kuli lain. “Ma, aku juga mau dong dibuatkan,” rayu Delina pada Ibunya. “Tidak... tidak... sana masak sendiri,” tolak Linda. “Ya, kok gitu sih, Ma? Mama kan paling baik sedunia,” rayu Delina lagi. “Emang! baru tahu ya?” balas Linda. Sambil mengeluarkan sebuah mie instan rebus berbungkus kuning dari dalam kardus. “Makasih, Mamaku!” seru Delina sambil mencium pipi Linda. “Kalau perempuan itu harus belajar masak, masa masak mie instan saja dibuatkan. Kamu mau dimarahi mertua ya?” Linda bergurau. “Ya, Mama, kok malah berharap gitu, aku kan nanti bakal punya suami tajir, yang pembantu di rumahnya aja ada 10, gak perlu masak, gak perlu ngapa-ngapain.” “Iya, syukur kalau gitu. Kalau nggak?” Linda melirik. Tiba-tiba Sam tersedak, mendengar percakapan antara Ibu dan Anak itu. “Aduh, air... mana air?!” Linda panik, kemudian refleks menuangkan segelas air dari sebuah botol kaca bekas kemasan sirop. “Sudah ya, aku berangkat dulu,” kata Sam, sambil mengambil handuk kecil yang diletakkan tidak jauh dari mangkuk mie rebus, lalu digantungkan di lehernya. “Lho, gak dihabiskan ini, Pah?” tanya Delina. Tapi tidak dijawab, karena buru-buru pergi. Delina pun langsung menyambar sisa mie instan yang ditinggalkan Sam, bahkan telur bagian kuningnya saja belum disentuh. Hari Sabtu, Delina libur sekolah, ia adalah siswi kelas 2 sebuah SMA Negeri pinggiran di Bandung. Padahal awalnya ia berharap bisa masuk sekolah unggulan, karena biasanya sekolah unggulan itu temannya pintar-pintar, ekskul nya banyak, dan keren saja rasanya, kalau saat naik angkot orang membaca bet lokasi sekolah, yang biasanya melekat di lengan baju sebelah kanan. Tapi ya sudahlah, meski tidak masuk SMA favorit, Delina bersyukur karena tidak perlu masuk sekolah swasta yang biayanya terkenal mahal. Yang murah juga banyak, konsekuensi pilih SMA swasta yang murahan, adalah cibiran. Entah dari mana, gosip yang beredar itu kebanyakan tidak enak, konon disebutnya tempatnya anak-anak buangan. Memangnya mereka pikir sekolah itu semacam Bantar Gebang, atau Leuwi Gajah, atau tempat sejenis. “Permisi, Ceu, Ceu Linda!” terdengar suara pintu warung yang terbuka di ketuk. “Eh, iya... iya... Bu, sebentar,” Linda langsung membereskan sisa-sisa bungkus mie instan yang tergeletak di samping kompor, dan memasukkannya ke tempat sampah. Kemudian bergegas menuju warung. “Mau yang mana, Bu?” sapa Linda sambil membuka serbet yang menutupi dagangan ayam potongnya. “Bagian d**a aja setengah kilo ya, Ceu. Sekalian dibikin filet,” permintaan Sang Pembeli. “Baik, Bu,” “Sekilo sekarang berapa, Ceu?” “Masih sama kayak kemarin, Bu. Nanti biasanya naik kalau mau masuk bulan Ramadhan, dekat-dekat lebaran juga biasanya naik lagi,” Linda mengobrol sambil tetap fokus pada pekerjaannya. Linda terkenal penjualan ayam potong yang ramah, makanya pembelinya datang dari mana-mana. Warungnya kebetulan memang hanya menjual ayam potong, sehingga orang-orang bisa dengan mudah mengenalinya. Tinggal bilang “Ayam Potong Linda" pasti semua orang sekampung tahu. Tak lama berjeda, pelanggan lainnya datang. Tak terasa sudah ada lima orang yang mengantre di warung ayam potong Linda. Linda sudah sangat terampil memotong ayam, memisahkan ayam dari tulangnya, maupun menguliti dengan gesit dan cepat. Meskipun kerja Linda sangat profesional sebagai penjual ayam potong, tapi namanya pelanggan tidak ada yang suka menunggu. Dan di situ biasanya Delina datang sebagai dewi penolong. “Lin, tolong Mama dong, Lin!” teriak Linda. Dalam hitungan detik Delina sudah berada tepat di belakang Ibunya. “Aku ngapain, Ma?” “Nih, tolong timbang pesanan Bu Rudi!” perintah Linda. Segera Delina menyalakan timbangan digital di depannya, lalu memijit beberapa tombol angka yang ada di sana dan mulai menimbang, sementara Linda terus memotong ayam pesanan dengan cepat. “Ini bagian pentolnya saja, Bu?” tanya Linda pada salah seorang pembeli. Begitulah kesibukan Delina di akhir pekan, boro-boro bisa main atau hang out dengan teman-teman, yang ada sekujur tubuh bau aroma ayam. Dalam sehari Ibunya bisa menjual antar 50-70 ekor. Kalau sedang ramai bahkan bisa hingga 100 ekor. Namun seramai-ramainya pelanggan, keuntungan menjual ayam potong tidak serta merta dapat membuat Delina sekeluarga kaya raya. Terkadang Delina selalu berharap hidupnya bisa berubah. Meski ia tahu itu mustahil.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.5K
bc

Head Over Heels

read
15.8K
bc

DENTA

read
17.0K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.9K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook