bc

Takdir Baru Istri Bodoh

book_age18+
5
FOLLOW
1K
READ
family
second chance
like
intro-logo
Blurb

Pasca kecelakaan tragis sebuah fakta perselingkuahan suami dan sekretarisku terungkap. Lebih mengenaskannya lagi dalam kondiri lumpuh dan bisu keduanya kembali mengakhiri hidupku. Namun, aku mendapatkan keajaiban di luar nalar, bukannya mati aku justru mendapatkan kesempatan mengubah takdir.

chap-preview
Free preview
Kecelakaan
Satu jam sebelum kecelakaan terjadi. "Ibu, saya pulang duluan, ya. Pacar saya sudah jemput," ucap Lani sambil menyembulkan kepalanya di pintu. Hal itu membuatku cukup terkejut karena dia tak mengetuk pintu dahulu dan aku sedang menggunakan nada tinggi ketika bicara dengan suamiku di telepon. "Oke Lani, hati-hati di jalan." Sambil kulirik Lani sebal. "Oh, iya ini, Bu. Pak Rudi sudah pulang tadi, " ucap Lani sambil berjalan masuk ke ruanganku. "Ini tadi dititipkan ke saya," jelas Lani sambil meletakan kunci mobil. "Loh, kok sudah pulang?" protesku setelah mendengar supirku pulang. "Anak Pak Rudi sakit. Jadi, Pak Rudi buru-buru pulang," terangnya. "Ya Tuhan, padahal aku butuh bantuan Pak Rudi," ucapku sedih. "Hmmm, mau gimana lagi kalau dia udah pulang. Ya udah kamu boleh pulang," kuizinkan Lani pulang walau berat. Lani, sekretaris pribadiku itu kemudian pergi setelah mendengar jawabanku. Hari ini adalah ulang tahun pernikahanku yang ke empat belas. Entah apa alasannya semakin lama setiap tahun suamiku selalu meminta hadiah yang tidak masuk akal. Kali ini ia meminta sebuah jam tangan mewah, sebenarnya kado ini tidaklah masalah yang membuatku kesulitan adalah karena suamiku meminta makanan kaki lima yang tidak bisa kubeli secara online. Makanan itulah yang menjadi perdebatan kami sekarang. Membuat aku sedikit kesal dan frustasi karena dia benar-benar ingin memakannya hari ini juga. "Gimana bisakan, Nuri?" tanya mas Diki dari saluran telepon yang sejak tadi tidak terputus. "Aku capek banget Mas seharian kerja, terus tempat itu kan berlawanan arah sama lokasi kita ketemu. Kenapa sih kamu gak beli sendiri kalau mau makan itu? Kamu kan gak kemana-mana," tuturku. "Kamu ngeremehin aku? Mentang-mentang kamu yang nyari duit," mas Diki merasa tersinggung dengan ucapanku. "Bukan, Maa, bukan gitu. Aku hanya minta kamu ngertiin. Aku ngantuk dan Pak Rudi udah pulang. Aku gak bisa kalau..." Perkataanku di potong oleh mas Diki. "Udah-udah aku gak mau denger alasanmu lagi. Pokoknya aku tunggu di hotel A. Bawa hadiahku karena aku juga udah siapin hadiah buat kamu! Jam sebelas, ya. Aku tunggu!' "Jam sebelas, Mas? Ini aja udah...," Tut-tut-tut. Suara telepon yang dimatikan. Aku kesal tapi tidak bisa berbuat apapun. Bagaimanapun mas Diki adalah suamiku. Permintaannya adalah titah dan keberkahan. Aku menghirup napas panjang mencoba menenangkan diri. "Oke, Nuri ini gak seberapa, cuma kue." Aku pergi setelah merapikan barang dan membawa jam tangan kado mas Diki. "Oh, iya, kopi." Tadi sebelum pulang Lani sudah membuatkanku kopi panas. Namun, belum kuminum karena terlalu panas. Kuteguk sedikit kopi yang sudah berubah jadi hangat itu, berharap rasa ngantuk hilang karena kopi ini. Aku keluar ruangan, selalu ada rasa bangga dan bahagia saat melihat isi kantorku. Aku membangun semua ini dari nol hingga bisa berjaya seperti sekarang. Setelah selesai mengagumi isi kantor, aku segera turun menuju basment. "Hoaaam, harusnya tadi aku minta Lani antarkan saja," ucapku pada diri sendiri. "Ya Tuhan, ngantuk banget. Apa sebaiknya naik taksi saja, ya? Tapi kalau naik taksi pasti waktunya gak akan cukup. Udahlah aku naik mobil aja," menggerutu. Akhirnya aku berkendara ke sebuah food court untuk membeli cup cake mini yang sedang viral di sosial media. Apa sih hebatnya makanan ini sampai-sampai suamiku begitu menginginkannya sebagai hadiah. Setelah selesai aku langsung menuju hotel A yang letaknya berada di Utara ibu kota. Lima menit lagi waktu menunjukan pukul 11 malam. Sedangkan, waktu yang dibutuhkan untuk sampai di hotel A sekitar satu jam. Sebaiknya dia tidak mengomel karena aku sudah susah payah mengantri makanan yang dia inginkan. Sepanjang perjalanan aku mempertanyakan kenapa sih kami tidak berangkat bersama saja ke sana. Dia malah memilih menunggu di sana padahal dia bukan tipe orang yang akan memberikan kejutan juga. Namun protes ini lagi-lagi hanya bisa tertahan dalam hati bukan karena aku tidak berani mengutarakan tetapi karena tidak akan ada jalan keluar. Hasil akhirnya hanya dia menuding jika aku sombong karena aku yang mencari uang. Jalanan macet sudah berhasil kulewati. Kini, aku telah memasuki kawasan Hotel A. Udara dan bau laut sedikit memasuki mobil. Di samping kanan nampak pantai malam dengan ombak besar berderu. Pantai itu terbatasi oleh tebing curam, sedangkan di samping kiri jalan adalah tebing-tebing ke arah hutan. Kawasan ini dulunya terasa mengerikan tapi setelah pantai ini dijadikan objek wisata dan dibangun banyak hotel jadi tidak seram lagi. Aku terbuai oleh jalan sepi, lurus dan suara ombak sehingga tertidur sesaat. Tiiiin! Suara klakson membangunkanku. Ternyata aku hampir keluar jalur. Untung saja aku bangun sebelum hal mengerikan terjadi. "Gila gak boleh ketiduran, nih." Kunaikan suara radio. Jalanan semakin menurun dan berkelok. Anehnya laju mobil menjadi semakin kencang, padahal aku tidak menekan gas terlalu dalam. Lalu kucoba mengurangi pijakan gasku. Namun, semakin lama bukannya berkurang malah justru semakin cepat. Kuinjak rem, tapi tidak ada sedikitpun pengurangan kecepatan. "Eh, kenapa, nih?" Kuinjak beberapa kali namun tidak berfungsi. Aku mulai panik lantaran di depan sana ada turunan dengan tikungan tajam. "Ya Allah tolong selamatkan aku," ucapku sambil terus menginjak rem. Ketika sampai di tikungan, aku bisa mengontrol stir walaupun kecepatan tak terkendali. Namun masih ada satu tikungan curam di depan yang tak bisa kulewati dengan baik sehingga mobil tidak bisa berbelok malah melaju lurus menabrak tebing. Bruuuk! Hantaman mobil ke tebing sangat keras. Air bag keluar tapi tubuhku tetap merasa nyeri ketika menabrak air bag lantaran saking kerasnya mobil menghantam tebing. Setelah itu, mobil terpental masuk ke jurang. Hal terakhir yang kuingat adalah kepalaku menghantam keras atap mobil. *** Aku terbangun karena sakit kepala yang luar biasa. Sakit ini pula yang membuat pandanganku terlihat buram untuk beberapa saat. Samar kulihat langit-langit bangunan bercat putih. Kudengar juga suara mesin pendeteksi detak jantung dan suara lalu lalang orang yang cukup jauh. Aku ada di mana? Kucoba untuk menggerakan badan, tapi sedikitpun tak ada gerakan. Seolah kekuatanku hilang begitu saja. Setelah gagal menggerakan badan, aku coba menggerakan bola mata ke kiri-kanan. Kulihat ada, Alika! Seruku tanpa suara. Ia sedang berada di samping ranjang tertunduk dengan suara isak tangis yang begitu pelan. Ingin kupegang kepalanya sambil berucap 'Mama sudah bangun, Nak.' tapi lagi-lagj tidak ada tenaga atau suara yang keluar. Aku menyerah mencoba memanggil Alika. Biar kutunggu saja anak ini mengangkat kepalanya. Dalam penantian itu aku mencoba mengingat alasanku berada di sini. Oh, kecelakaan! Aku mengalami kecelakaan saat pergi menuju hotel. Rem... rem mobil blong? Ya, aku kecelakaan karena rem mobil yang tidak berfungsi, tapi, bagaimana mungkin rem mobilku blong? Pak Rudi kan selalu menyervisnya tiap bulan. "Mama!" Aku cukup kaget ketika Alika berteriak gembira. Alika kemudian memanggil perawat melalui tombol darurat, selanjutnya dokter dan seorang perawat datang untuk mengecek kondisiku. "Ibu, apakah Anda mendengar saya?" tanya dokter. Iya, Dok. Kalimat yang hanya bisa terucap dalam pikiranku. "Jika iya tolong kedipkan mata Anda tiga kali," perintah Dokter. Aku mengedipkan mataku sebanyak tiga kali sesuai perintah dokter. "Tolong ikuti arah gerak tangan saya, Bu," pinta dokter lagi Dokter itu mengangkat telunjuknya di depan wajahku, dengan perlahan telunjuk itu digerakannya ke kiri dan ke kanan. Sesuai instruksi akupun mengikuti gerakan tangan itu dengan bola mata. "Saya akan memegang kaki Ibu. Kedipkan mata sebanyak tiga kali, jika Ibu merasakan tangan saya ada di kaki, jika tidak kedipkan satu kali." "Bagaimana, Bu? Apa Ibu merasakan tangan saya?" Saya gak merasakan apapun, Dok. "Silahkan untuk mengedipkan mata!" Kemudian aku berkedip sekali. Suasana ruangan itu begitu tegang menanti jumlah kedipan mataku. "Saya sudah mendapatkan hasil observasi pasca siuman sementara," ucap dokter itu setelah melakukan rangkaian tes lainnya lagi. "Dok, gimana Mama saya?" menyela ucapan dokter. Terdengar suara orang berlari menuju ruangan ini. "Dok bagaimana istri saya?" Mas Diki muncul dari pintu dengan terengah-engah. Sepertinya dia datang berlari ke sini setelah mendapat kabar kalau aku sadar. Tak lama setelah mas Diki masuk ruanga, Lani datang berlari, napasnya ngos-ngosan saat sampai di depan pintu. "Saya akan bacakan observasi pasca Ibu Nuri sadar. Diagnosa pasca sadar sama dengan setelah kecelakaan. "Bahwa Ibu Nuri mengalami trauma kepala dan cedera tulang leher yang mengakibatkan lumpuh total dan tidak bisa berbicara. Hal baiknya pendengaran, penglihatan dan kesadaran bu Nuri semuanya normal." Lumpuh total dan bisu, aku cacat?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Her Triplet Alphas

read
7.0M
bc

The Heartless Alpha

read
1.5M
bc

My Professor Is My Alpha Mate

read
460.7K
bc

The Guardian Wolf and her Alpha Mate

read
492.8K
bc

The Perfect Luna

read
4.0M
bc

The Billionaire CEO's Runaway Wife

read
598.4K
bc

Their Bullied and Broken Mate

read
462.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook