bc

Mengejar Cinta Perjaka Tua

book_age18+
961
FOLLOW
14.7K
READ
revenge
HE
age gap
brave
bxg
lighthearted
bold
war
like
intro-logo
Blurb

Kisah cinta seorang tentara berusia 35 tahun dengan gadis berusia dua puluh tahun.

Sang gadis yang waktu usia lima tahun begitu polos pernah mengatakan ingin dinikahi sang lelaki namun sang lelaki selalu mengelak dan akhirnya lima belas tahun kemudian mereka bertemu kembali hingga lelaki itu yang balik mengejarnya.

sequel dari : Perawan Tua DiKejar Duda (Perwira) apk Fi zo. kisah cinta orang tua Hasna Nia dan Haris

chap-preview
Free preview
1. Gendhis
Tok.. Tok.. Tok.. "Silahkan masuk," jawab yang di dalam. "Kamu masuk duluan," ucap gadis bernama Hesti "Kamu yang masuk duluan," gadis bernama April juga berucap "Kamu yang masuk," gadis bernama Gendhis juga tidak kalah berucap. "Aku takut," kata April. "Lhaaa ?!? Kamu pikir aku juga tidak takut apa?" Ujar Hesti. "Kalian berdua takut, aku juga takut, jadi gimana dong?" ujar Gendhis. "Dis, tumben nyali kamu malah menciut. Mana jiwa bar - bar mu? Healing?" "Gila lu ye, Pril. Kalau masalah militer ya nyali ku ciut juga kaleee. Jin dalam tubuhku mendadak kabur." Mereka bertiga malah heboh sendiri hingga terdengar dari dalam ruangan sampai penasaran hingga membuka pintu ruangannya. Hesti, April dan Gend his sampai terlonjak kaget seorang pria gagah membuka pintu. Dengan mengernyitkan keningnya, sempat lelaki ini heran dengan ada tiga gadis belia berdiri di depan pintu ruangannya. Aaah.. Lelaki ini pun ingat bahwa sebelumnya mendapat info dari anggotanya bahwa ada tiga mahasiswi dari salah satu universitas swasta di kota Bandung hendak kuliah kerja mahasiswa atau magang di tempat dinasnya. "Siapa yang tadi mengetuk pintu?" Tanya lelaki berseragam dan dua gadis menunjuk pada seorang gadis berkuncir kuda. "Hehehe.. Saya pak," jawab Gendhis sambil nyengir. "Kalian mahasiswi yang pengen magang di sini, bukan?" "Iya, pak," jawab ketiganya serempak "Silahkan masuk, kita ngobrol dulu di dalam." Ketiga gadis itu langsung masuk dan ketiganya belum berani duduk karena belum dipersilahkan sama yang punya ruangan. "Kenapa malah diam, silahkan duduk." Ketiganya memilih duduk saling mepet di sofa panjang. "Jangan pada tegang karena saya tidak makan orang." Lelaki ini ke arah mejanya untuk mengambil sebuah map lalu duduk bersebrangan dengan ketiga gadis tersebut. Membuka map, membaca lembar demi lembar lalu melihat satu - satu gadis yang duduk di depannya. "Yang mana April?" "Saya pak." April mengacungkan ke atas lima jari kanannya. "Yang mana Hesti?" "Saya pak." Hesti pun sama mengacungkan ke atas lima jari kanannya. "Yang satu lagi sudah tentu Gendhis, benar begitu?" "Iya, saya pak." Lelaki ini memperhatikan Gendhis, serasa pernah ketemu atau melihat Gendhis tapi dia lupa di mana. "Saya Mayor Chk Emran Fauzan Harja, S.H., M.H.Saya yang membimbing kalian selama kalian magang di sini." Ketiganya menganggukkan kepalanya. 'Buset dah lengkap banget nyebut pangkat, nama panjangnya sampai titlenya," ujar Gendhis dalam hatinya. "Kalian bisa panggil saya pak Emran." "Iya, pak!" "Baik, pak!" "Siap, pak!" Ketiga menjawab tidak kompak membuat lelaki bernama Emran ini tersenyum. "Kalian bisa mulai belajar mulai hari ini, pesan saya kalian harus pelajari, pahami dan praktekkan." Ketiganya menganggukkan kepala, lebih baik menganggukkan kepala daripada jawabannya tidak kompak. "Mari ikut saya, kalian memiliki ruangan yang sama dengan anggota saya." Semuanya berdiri, ketiganya mengikuti Emran dari belakang hingga tiba di sebuah ruangan, dimana ruangan tersebut sudah ada dua wanita dan seorang pria yang menggunakan seragam yang sama dengan Emran namun berbeda pangkat. Emran memperkenalkan semua anggotanya pada tiga mahasiswi. "Yang berkumis tipis itu namanya pak Abi, yang jangkung itu namanya pak Riki, sedangkan yang paling cantik di sini itu namanya ibu Sri." Mereka saling bersalaman "Kalian sudah resmi menjadi anak didik saya dan anak didik ketiga anggota saya. Sekarang kalian bisa berbaur bersama semua anggota saya, saya harap kalian di sini tidak untuk berleha - leha karena saya tidak suka hal itu, apalagi bergosip, saya lebih tidak suka akan hal itu. Paham?" "Mengerti, pak!" "Paham, pak!" "Siap, pak!" Kembali ketiganya menjawab tidak kompak, Emran hanya tersenyum tipis. "Tanya sama bapak-bapak atau ibu-ibunya apa yang bisa kalian bantu atau kalian lakukan, mereka bukan maksud menyuruh tapi yang pasti agar kalian bisa belajar." "Paham, pak!" Syukurnya mereka menjawab kompak. Emran melihat Gendhis, serasa beneran pernah melihat Gendhis. Kalau tadi hanya menduga - duga kalau kali ini Emran sangat yakin pernah ketemu tapi sayangnya Emran lupa di mana. Emran masih sibuk berpikir sampai menggaruk pipinya yang tidak gatal tanpa sadar. "Bapak kenapa? Bapak kena kaligata?" Tanya Gendhis. Emran pun tersadar saat tiga mahasiswi masih berdiri di depannya, sedangkan anggota sudah pergi entah ke mana. "Gendhis... " Panggil Emran karena beneran dia masih penasaran. "Siap, pak." Emran tersenyum melihat tingkah anak kecil di depannya. "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Gendhis berpikir sambil mengelus dagunya. "Euum, saya rasa tidak pernah deh pak." "Apa kamu punya saudara tentara?" "Punya, pak." "Siapa?" "Om saya, kakak sepupu saya, suami kakak sepupu saya juga ada. Kenapa pak?" "Kalau boleh saya tahu nama kakak sepupunya siapa?" Hp Gendhis berdering, Gendhis melihat hp yang dari tadi dalam genggamannya, tertera nama IBU. "Pak, boleh saya izin menjawab telepon dari ibu saya?" "Silahkan Gendhis." Gendhis pun memilih menjauh dari orang lain, agar bebas bicara dengan ibunya. "Kalian bisa mulai belajar dari sekarang, jangan takut untuk bertanya." "Saya tinggal ke ruangan saya dulu." "Siap, pak," Hesti dan April menjawab kompak. Emran kembali ke ruangannya tapi masih penasaran dengan gadis yang bernama Gendhis itu. Emran hanya menebak satu orang yang Emran ingat karena hanya satu nama Gendhis yang Emran kenal. Tidak kenal betul sih tapi tapi kenal biasa, hanya sekali jumpa. Emran termenung di ruangannya, masih menebak - nebak buah manggil siapa itu Gendhis. Emran pun memilih menghubungi sepupunya. "Assalamualaikum," sapa sepupu Emran bernama Keenan. "Waalaikumsallam, Kee.. " jawab Emran. "Tumben nelpon, ada apa gerangan lur?" "Gue ganggu, gak?" "Enggak, kenapa?" "Gue mau nanya serius." "Masalah apa?" "Sepupu adek gue itu siapa namanya?" "Sepupu siapa? Yang mana?" Keenan balik bertanya. "Yang itu loh, sepupu bini lu Kee.. " Emran malu nanyanya juga. Istrinya Keenan sudah dianggap adik sendiri sama Emran. "Yang mana sih? Istrinya Idar? Luna, Lintang, Langit, Hani, siapa lagi yah? Hesa, Juna, Ambar, Gendhis, Sabda, Sapta, aah.. Siapa lagi yah.. Memangnya kenapa sih?" Keenan kan jadi penasaran. "Gak papa." "Kenapa? Lu ketemu sama sepupunya istri gue?" "Kagak apal gue, gue kan jarang datang ke acara keluarga lu, ke nikahan lu saja sepuluh atau sebelas tahun yang lalu saja gue kagak datang, termasuk datang ke nikahannya Idar juga." "Lu datang, amnesia lu? Makannya cari jodoh jangan kelamaan membujang, ingat itu burung lu keburu karatan." "Nyumpahin gue?" "Eh.. Gue bicara fakta. Tapi sungguh gue penasaran, masa lu nelpon cuma nanya sepupunya istri gue sih? Ngomong saja secara jujur deh." "Kee.. " "Yo.. " "Lu tahu Gendhis kan?" "Ya tahulah, Gendhis anaknya om Bima dan tante Meda. Kenapa? Lu ketemu dengan dia? " "Bukan, gue ketemu cewek mirip sama itu si Gendhis, tapi gue kagak yakin sih makannya gue nanya." "Hahahahaa... Gendhis yang ngajak lu nikah dulu? Mati lu kalau beneran itu cewek beneran Gendhis." "Ah lu, diajak ngomong serius juga." "Hayo looo... Kalau saja Idar tahu pasti lu habis diledek dia." "Ya lu jangan ngomong ke Idar lah." "Gue kirim foto keluarga dulu yah, kebetulan pas lebaran kemarin pada kumpul di rumah mertua gue, nanti gue tandain yang mana Gendhis, lu perhatiin baik - baik anaknya. Gue kirim terus gue kasih waktu lima menit nanti gue telpon lagi." Tak lama Emran pun menerima kiriman foto dari Keenan. Foto keluarga yang Keenan kirimkan sudah ditandai Keenan yang mana itu Gendhis. Emran memelototkan matanya melihat wajah Gendhis. "Ternyata bener itu Gendhis, jangan sampai anak itu tahu aku Emran. Pastilah dia tidak tahu bahkan bisa jadi tidak akan ingat secara dia waktu itu berumur lima tahun," gumam Emran sendiri sambil terus menatap foto di layar hpnya. Keenan nelpon lagi sepupunya. "Gimana, lur? Pasti benar itu Gendhis kan?" "Iya," lirih Emran. "Huaaaahahaha, jadi gue kudu syukuran nih lur?" "Syukuran dari hongkong!"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
95.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.4K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook