bc

AnTara Kita

book_age12+
824
FOLLOW
5.6K
READ
second chance
friends to lovers
playboy
arrogant
goodgirl
comedy
sweet
humorous
enimies to lovers
first love
like
intro-logo
Blurb

“Hidupku sudah terlalu sulit . Jadi tolong jangan membuatku semakin sakit dengan kisah kita yang rumit. Kamu tahukan bahwa segalanya sudah diatur oleh semesta. Bukankah kamu orang yang mengajarkanku untuk percaya pada takdir? Bahagia bukan selalu berakhir dengan saling memiliki. Merelakan juga adalah salah satu cara untuk mencintai. Jadi, dimanapun nanti kamu berada dan tangan siapa yang kamu genggam, jangan lupa bahagia ya.”

Resky Tara Ardinanta atau biasanya dikenal dengan Tara, seorang most wanted di Ardinanta High School. Popularitasnya tidak perlu diragukan lagi. Cerdas dan tampan sudah melekat pada dirinya. Tidak ikut campur dengan urusan orang lain adalah prinsip hidupnya. Namun terpaksa menjadi tidak berlaku ketika ia tanpa sengaja masuk dalam kisah hidup tetangganya - Anzela Ziensi karena rasa iba. Anzela adalah sosok perempuan yang mampu bersembunyi dari setiap hal buruk yang menimpanya dibalik sifat periang. Menjadi tetangga dari teman sekolah seorang famous seperti Tara adalah sebuah hal yang tidak pernah dipikirkan, entah itu akan menjadi sesuatu yang indah atau justru mimpi buruk baginya. Apalagi ketika hal yang berusaha ia sembunyikan dengan selalu bersikap periang diketahui oleh Tara hingga membuat mereka saling terkait satu sama lain.

#Kontes Menulis Innovel II All The Young

chap-preview
Free preview
TIBA DI JAKARTA
Musim pancaroba di bulan September kali ini benar-benar luar biasa. Mungkin saat ini semua orang mengeluhkan panas terik yang cukup membuat fisik dan batin gerah. Bahkan saat sekarang yang masih terbilang pagi sudah terasa sangat panas. Menurut ramalan cuaca berdasarkan data pengamatan BMKG, suhu maksimum di wilayah Jakarta saat ini mencapai 33-35 derajat C dengan suhu hingga 35 derajat Celsius di sekitar wilayah Ciputat. Katanya hal itu karena kondisi tingkat per-awan-an di wilayah Jabodetabek sangat rendah sehingga pada siang hari suhu udara terasa lebih terik. Mungkin itu juga disebabkan karena bulan ini akan mengalami puncaknya kemarau. Seorang perempuan yang kini tengah mengenakan kaos polos berwarna putih dengan luaran kemeja bermotif kotak-kotak, celana jeans hitam dan sepatu kets berwarna putih terlihat berdiri seorang diri. Sejak tiba di Bandara Soekarno – Hatta ia terus berjalan ke arah luar sambil membawa koper yang berada dalam genggamannya. Lengan kemejanya digulung sedikit ke atas. Lalu ia berhenti sebentar sebelum benar-benar keluar dari bandara. Tangannya berusaha mencari sesuatu di dalam tas, setelah menemukan apa yang dicari dengan cepat tangannya mengikat rambut yang sebelumnya terurai. Rambut hitam indahnya itu ia ikat menjadi satu karena gerah. Sesekali ia mencoba menggerakkan telapak tangan seperti tengah mengipas. Hari ini, untuk pertama kalinya seorang Anzela Ziensi datang ke Ibukota setelah satu bulan lamanya berada di Bandung. Ya, liburan semester tahun ini ia habiskan berada di Bandung bersama neneknya. Jika sudah berada di Bandung rasanya ia tidak ingin kembali ke Jakarta. Alasannya satu, karena bosan. Ia bosan dengan hiruk-pikuk ibukota dan kesendirian. Beberapa orang yang tadi berada satu pesawat dengannya sudah berlalu disambut dengan ceria oleh orang tersayang mereka. Sedangkan ia masih berjalan seorang diri. Anzela menghela napas, sebelum akhirnya bersuara. “Semangat An, waktunya kembali ke dunia sesungguhnya!” Tegasnya pada diri sendiri. Seperti tahun-tahun sebelumnya, berangkat tidak diantar lalu pulang tidak dijemput. Itu adalah kata yang tepat untuk Anzela. Setiap tahunnya selalu sama, ketika liburan semester dia pasti pergi ke Bandung. Pergi ke Bandung seorang diri lalu kembali ke Jakarta juga seorang diri. Seperti sekarang, tidak ada yang menyambut kedatangannya. Anzela menarik napas sebentar, matanya sempat menyipit kala sinar surya menembus retina mata. Lalu dengan cepat ia berjalan menghampiri taksi yang sudah dipesannya lewat aplikasi. Untung saja zaman sekarang sudah modern. Tidak perlu berpanas-panasan menunggu di pinggir jalan untuk mencari taksi. Cukup dengan satu klik saja semua sudah bisa. "Kemana neng?" Tanya sopir taksi ramah saat Anzela sudah duduk di bangku penumpang. "Perumahan Pandawa ya pak," sahut Anzela tak kalah ramah. Sesaat keadaan hening, hanya suara tape radio yang terdengar. Sampai akhirnya Anzela bicara. "Bapak udah lama kerja jadi sopir taksi?" Bukan Anzela namanya kalau sanggup berdiam diri tanpa bicara jika bertemu orang lain. Ya, Anzela adalah sosok perempuan yang humble, ia ramah kepada siapapun. Perbincangannya pun selalu menyesuaikan dengan siapa ia berbicara. Wajahnya terbilang standar, wajah perempuan Asia pada umumnya. Anzela memiliki tinggi badan rata-rata seperti perempuan remaja pada umumnya. Hidungnya mancung, kulitnya putih, rambutnya panjang berwarna hitam, dan memiliki senyum manis saat tersenyum. "Iya, udah lama neng, mungkin sekitar 4 tahun," sahut pak sopir sembari tetap fokus menyetir. "Neng namanya siapa, jarang-jarang perempuan seumuran neng gini yang pulang dari bandara nggak dijemput sama keluarga," lanjut pak sopir dengan logat Jawa yang terdengar kental. Anzela membenarkan posisi duduknya. "Nama saya Anzela pak, panggil aja An. Dan kenapa saya nggak dijemput keluarga karena..." ia menjeda kalimatnya sebentar, lalu, "yah mungkin next time kalo kita ketemu lagi saya cerita deh pak, hehe," tawa Anzela pelan tanpa menjelaskan alasan dari pertanyaan pak sopir karena ia tidak ingin mengungkapkan permasalahan hidupnya pada orang lain. "Bapak sendiri siapa namanya pak, kan nggak enak ya bapak tau nama saya, tapi saya nggak tau nama bapak," tanya Anzela ramah untuk mengalihkan perhatian. Sopir tersebut tersenyum, "panggil aja Pak Kusdi neng." "Nggak usah neng, An aja pak." "Oke siap neng, eh An," tawa pak Kusdi pelan. Kurang lebih tiga puluh menit akhirnya Anzela sampai di depan rumah. Jarak bandara dan rumahnya memang cukup jauh. Banyak hal yang dibicarakan dengan pak Kusdi. Pak Kusdi sendiri bercerita banyak, mulai dari alasan ia berada di Jakarta sampai tentang anaknya yang saat ini sudah wisuda. Anzela tinggal di sebuah komplek perumahan Pandawa. Perumahan ini termasuk dalam perumahan elit. Rumahnya sendiri bernuansa putih coklat. Di depannya terdapat halaman berbentuk balok yang tidak begitu luas namun sangat nyaman dipandang mata dengan hamparan rumput hijaunya. Konsep rumahnya memang sama seperti rumah lain yang juga berada di komplek ini. Hari ini komplek perumahan tampak lengang, semuanya tampak sunyi karena para penghuninya yang mungkin tengah sibuk berlibur atau mungkin saja justru tidak berniat untuk keluar rumah. Komplek Pandawa sendiri memiliki ciri khas berbeda dari perumahan lain. Halaman rumah-rumah yang berumput hijau, lalu warna rumah yang dominan putih, serta disudut jalan yang terdapat sebuah taman. Taman asri itu terdiri dari berbagai pepohonan rindang yang tidak begitu tinggi, terdapat banyak tempat duduk bersantai serta sebuah ring basket dipojoknya. Namun taman itu hanya bisa digunakan oleh orang komplek tersebut saja. Di sebelah kanan rumah Anzela ada sebuah rumah yang saat ini tampak terlihat orang-orang sedang mengeluarkan furniture dan memindahkan kedalam pick-up. Kabarnya tetangga Anzela itu ingin pindah keluar negeri karena anak pemilik rumah meninggal saat menjalani perawatan di Singapura. Info yang ia tahu sang anak dikuburkan di sana dan pemilik rumah tidak ingin jauh-jauh dari makam anaknya sehingga menjual rumah mereka. Anzela terkadang suka bergidik ngeri jika mendengar cerita tentang orang terkasih yang meninggal. Sesekali hatinya pilu, karena sudah cukup rasanya adik yang paling ia sayangi meninggal dengan mengenaskan. Semenjak kepergian adiknya sekitar dua tahun silam, ia di rumah selalu menyendiri. Anzela merebahkan diri di atas kasur sesaat setelah meletakan kopernya. Rasanya hari ini ia ingin menghabiskan waktu untuk beristirahat saja setelah perjalanan jauh karena besok sudah harus kembali masuk ke sekolah. Ia bersekolah di Ardinanta High School, sebuah sekolah yang cukup jauh dari rumahnya tapi tidak sejauh ke Bandara, mungkin hanya memakan lima belas menit jika menggunakan motor. Ardinanta High School sendiri sudah berdiri sejak belasan tahun silam oleh Ardinanta Group. Masuk dalam jejeran sekolah favorit di Jakarta membuat banyak orang di setiap tahun yang mendaftar di sana. Mereka harus bersaing dengan ribuan orang demi mendapatkan sebuah bangku. Ardinanta High School terkenal dengan fasilitas kelas atas, siswa yang cerdas serta berwajah dewa-dewi yang diidamkan semua orang. Di sana persaingan memang sangat ketat, jika tidak memiliki otak yang cukup cerdas ataupun keahlian di bidang lain maka jangan harap untuk diterima. Anzela sendiri masuk kesana karena keberuntungan memiliki otak yang cerdas, itupun bukan keinginannya. Semua keinginan orang-tuanya waktu itu. Hampir setengah jam ia merebahkan diri di kasur, matanya menerawang jauh ke langit-langit kamar lalu mencoba untuk memejamkan mata hingga akhirnya tertidur.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
101.5K
bc

My Secret Little Wife

read
94.0K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook