bc

Cinta Seorang Mayor

book_age16+
1.0K
FOLLOW
11.9K
READ
revenge
love after marriage
fated
mate
sensitive
brave
tragedy
genius
friendship
naive
like
intro-logo
Blurb

Book Completed.

Jangan lupa untuk tab love and follow ya, terimakasih.

Ledakan di markas militer terdengar dasyat! Beruntung sang Mayor dapat terselamatkan oleh rekan nya yang setia, kini mayor jendral menatap nanar markasnya yang telah rata dengan tanah itu. Ia menggeram marah, karna lawan nya terlah berbohong tentang genjatan senjata selama satu jam itu! yang akibatnya menewaskan Brigadir Jendral setianya itu "Aku pasti akan bertanggung jawab, Aksa!" Gumam sang mayor itu menundukan pandangan nya dan berdoa untuk Brigadir Jendral nya yang telah mati sahit itu.

Ini tidak adil! Mereka berdua selalu saja mengambil semuanya dariku! Aku tidak akan membiarkan mereka berdua bersatu! "Air mata harus dibayar dengan air mata bukan?" Gumam Helina menangis memeluk perut buncitnya besarnya dan tertunduk lemas di lantai yang dingin ini.

Love Yourself, dengan tidak mempelagiat novel atau bab serta isi nya. Jadilah penulis yang bijak. Thank you for reading my novel.

Putripurnamasari-Ekslusif 2021.

chap-preview
Free preview
1. KEMATIAN BRIGJEN.AKSA ANGGARA.AD
Markas sudah hancur dan rata dengan tanah yang saat ini ia pijak itu, misi nya memang terlaksan dan menang! namun sesuatu terjadi di relung hati sang MAYOR JENDRAL, ia merasa ada yang hancur dan terpecah belah mengingat sang BRIGJEN, yang setia dan termaksud teman baik nya yang selalu bersama nya telah tiada! untuk melindungi sang MAYOR JENDRAL di sisa-sisa akhir hidup nya. Jakarta, 4 0ktober 2015.. Suara tangisan terdengar begitu hebat dari lantai bawah, seorang wanita menangis meraung-raung di depan jasat suami nya yang sudah di mandikan itu, dengan air mata yang bercucuran deras dan perut buncit besar yang dapat terlihat jelas membuat semua orang yang ada disana menyaksikan seorang istri yang baru saja menjadi janda karna di tinggal mati. "Sudah nak, ikhlas kan.. biarkan Aksa tenang disisi sana.." Ucap seorang wanita paruh baya itu terdengar serak karna sehabis memangisi anak nya yang datang namun tinggal nama saja. "Ibu, ibu.. Helina harus bagaimana Bu? anak Helina harus lahir tampa Ayah, Buu." Ucap wanita yang menangis meraung-raung itu terdengar menyayat hati di setiap telinga yang sedang menyaksikan nya itu. "Sabar Nak, ada Ibu dan Bapak yang akan membantu kamu membesarkan nya disini." Ucap wanita paruh baya itu berusaha tetap tegar agar menantunya tenang agar tak berpengaruh apa pun pada bayi yang ada di dalam kandungan nya itu. "Mengapa Aksa ingkar janji Buu? Aksa sudah berjanji akan memakaikan kaos kaki untuk putra nya setelah lahir buu.. Aksa jahat, Ibu." Ucap Helina terisak tangis dengan kedua mata yang sebab terus saja berlilang air mata itu. "Sabar, Nak.. ada Ibu disini." Ucap wanita paruh baya itu akhirnya ikut menangis pertahanan nya hancur membayangkan anak nya yang telah tiada dan cucunya yang lahir tampa ia tak sempat melihat atau pun mendengar suara ayah nya itu. "Huhuhu.. Aksa jahat, Ibu.." Ucap Helina di sela-sela tangisan nya itu di samping jasat Aksa yang sudah selesai dan ingin di kuburkan itu. Helina menangis kembali di depan makam bernisan BRIGJEN.AKSA ANGGARA.AD, ia memeluk batu nisan itu dengan sangat erat sangat berat baginya kehilangan seseorang yang selalu menemaninya dalam suka maupun duka selama ini, Helina terhenyak setelah mendapat sentuhan di pundaknya. "Ayo, Nak.. ini sudah hampir malam mau sampai kapan kamu terus disini? tidak baik buat anak mu.." Ucap wanita paruh baya itu berusaha membujuk Helina untuk pergih dari sana ia sudah berada di sana hampir empat jam lamanya. "Iya, buu.." Ucap Helina singkat sebelum ia berdiri ia mengecup batu nisan itu dengan penuh perasaan. "Mas, aku pergih dulu yaa.. nanti aku dateng lagi." Ucap Helina sendu menunduk diam dan segera melangkah pergih dari makam itu dalam diam. "Nak, usia kandungan mu masih 7 bulan.. jangan terlalu memikirkan suami mu, anak mu juga butuh di perhatikan.. kamu belum makan seharian loh." Ucap wanita paruh baya itu berusaha tegar dan memberikan sebungkus roti agar Helina memakan nya. "Tidak Bu, Helina tidak lapar.. Ibu simpan saja." Ucap Helina sendu memandang setiap makam yang berjejer dekat dengan jalan dari kaca mobil nya kini. "Ibu baru bilang loh, anak mu juga butuh perhatian.. apa kamu mau Aksa disana marah sama kamu karna kamu ngga kasih anak nya makan seharian?" Tanya wanita paruh baya itu terdengar sedih namun tersamarkan oleh sikap nya yang tegas memang ia sudah menguatkan hati nya saat anak tunggal nya itu masuk ke angkatan darat yang tidak menutup kemungkinan bahwa hal ini bisa terjadi suatu saat. "Tidak Buu.. maafkan Helina, kemarikan roti nya, Buu." Ucap helina cepat meminta sebungkus roti untuk ia makan. Helina makan dalam diam sesekali terdengar suara isakan tangis dalam setiap ia menggit roti itu mengingat kenangan bersama suaminya dulu, sementara itu pria paruh baya yang sedang mengemudi di depan pun langsung melihat ke arah istrinya yang berada di sampingnya kini, pria paruh baya itu menggenggam tangan istri nya erat berusaha menyalurkan kekuatan untuk istrinya itu agar tetap tegar dan memalui nya secara bersama-sama. Seorang Ibu pasti akan hancur ketika kehilangan anaknya yang ia besarkan dan ia cintai dengan seluruh jiwa nya itu! bukan tak mau bersedih atau pun menangis, wanita paruh baya itu hanya berusaha tetap tegar walau setengah jiwa nya telah tiada, ia harus menjaga menantu nya dan cucunya yang akan lahir di dunia ini. Suasana di malam hari terkesan lebih dingin dan sepi dari sebelumnya, tak ada tawa atau pun percakapan apa pun di dalam rumah keluarga Anggara hanya terdengar suara tv yang memang menyala namun tak dilihat itu di dalam kamar Helina. "Lina, apa kau sudah meminum s**u kehamilan mu?" Ucap wanita paruh baya itu mengingatkan helina yang sedang termenung di atas kasur itu tentang s**u kehamilan yang selalu ia minum sebelum tidur itu. Helina hanya terdiam dan menatap kedepan dengan pandangan kosong, tak ada sepatah kata ia ucapkan untuk menjawab pertanyaan wanita paruh baya itu, Helina bahkan tak mendengar suara apa pun hanya pikiran kosong yang jauh ke depan. Brak.. suara terjatuh mengejutkan lamunan Helina ia pun sontak melihat ke arah itu dan langsung membantu wanita paruh baya itu berdiri dari lantai yang dingin itu namun sang wanita itu menolak dan menangis menutupi wajahnya dengan kedua tanganya. "Ibu, ibu.. ada apa? ayo pindah ke kasur Buu.." Ucap Helina panik melihat sang Ibu mertuanya terjatuh dan terduduk lemas di lantai yang dingin itu. "Tidak Lina! Ibu tak kuat lagi rasanya.. Ibu lelah rasanya, Ibu ingin mati saja! Ibu tak kuat menyaksikan putra tunggal Ibu tiadaa.. Ibu juga lelah terus berusaha tegar di hadapan mu dan semua orang! Ibu ingin menyusul Aksa saja.. Ibu lelah Helina, Ibu tak kuat lagi.." Ucap wanita paruh baya itu menangis sejadi-jadinya meluapkan segala perasaannya yang selama ini ia pendam dan tertutupi dengan rapat oleh ketegarannya ia buat-buat itu. Helina yang mendengar semua perkataan wanita paruh baya itu pun terserentak, selama ini ia selalu murung dan berlarut dalam kesedihan sendiri! sampai-sampai ia tak memikirkan perasaan seorang Ibu yang baru saja di tinggal oleh putra tercintanya namun ia tetap berusaha tegar untuk keluarganya dan cucu nya yang akan lahir di dunia ini, Helina sontak memeluk wanita paruh baya itu ikut menangis dan meluapkan perasaannya sejadi-jadinya karna telah kehilangan orang yang selalu berada disisinya selama ini. "Maafkan, Lina Buu.. Lina telah jahat dan memikirkan perasaan Lina sendiri! tak memikirkan perasaan Ibu, maafkan Lina." Ucap Helina sesegukan setelah melerai pelukan dengan wanita paruh baya itu. "Tidak Lina, Ibu mengerti perasaan mu.. pasti sangat berat bagimu semua ini! namun kau pun harus tetap tegar, kau sedang mengandung anak nya Aksa! suami mu.. kau harus menjaga nya dengan baik, jangan terlalut dalam kesedihan Lina.. yang sudah tiada tak boleh terus kau tangisi agar ia disana merasakan ketenangan." Ucap wanita paruh baya itu berusaha memberikan kekuatan untuk Helina agar ia bisa bertahan di dunia ini. Helina menatap perut buncit nya beberapa menit kemudian ia menitihkan air mata nya kembali, berpikir sebegitu jahat nya ia menyiksa bayi yang belum lahir itu dengan tidak perhatian atau pun makan dengan teratur seharian ini, Helina menangisi dirinya yang begitu rapuh dan bodoh itu, membiarkan bayi tanda cinta mereka berdua kelaparan seharian di dalam kanduangnnya saat ini. "Sudah, sudah Lina.. jangan menagis kembali kita makan bersama-sama ya, akan Ibu panggilkan pelayan untuk membawakan makanan.. kau duduk saja di sofa terlebih dahulu." Ucap wanita paruh baya itu cepat dan membantu Helina pindah tempat ke sofa yang berada di kamarnya itu. Wanita paruh baya itu segera keluar kamar setelah membantu Helina duduk dengan nyaman di sofa memanggil pelayan untuk membawakan mereka berdua makanan. Helina menatap perut nya sedih, ia mungkin telah kehilangan suaminya namun bayi ini telah kehilangan ayah nya tampa bisa bertukar sapa atau pun melihat wajahnya, Helina memeluk erat perut buncitnya itu berusaha memberikan rasa nyaman untuk si bayi yang sekarang mulai bergerak kembali setelah seharian ini ia terdiam di dalam kanduangan sang Ibu mungkin sang bayi ingin ikut menghibur Ibunya yang seharian ini menangis yang membuat sang bayi tak nyaman berada di kanduangannya seharian ini. Pagi hari yang cerah, Helina berusaha menjalani hari-harinya kembali ia mulai menata riasan di wajahnya untuk sedikit menutupi bekas-bekas sisa menangis seharian kemarin. Helina melangkah kan kakinya menuju ke arah dapur disana sudah ada wanita paruh baya yang tengah sibuk turun tangan untuk membuat sarapan keluarga, Helina menyapanya dan ikut turun tangan membuat sarapan walau ia sudah berulang kali di larang ikut membuat sarapan oleh wanita paruh baya itu. Sehabis sarapan pagi pun Helina memutuskan duduk-duduk santai di sofa ruang tengah bersama dengan wanita paruh baya yang ikut duduk mengobrol di sampingnya itu. "Lina, sejam lagi akan ada guru senam yang akan datang.. kau mau melakukan senam kehamilan mu dimana? ruangan senam atau di taman belakang?" Tanya wanita paruh baya itu lembut sambil mengusap kepala Helina pelan. "Di taman saja buu, Lina ingin suasana yang sejuk." Ucap Helina cepat dan tersenyum menjawab pertanyaan wanita paruh baya itu dengan lembut. "Ohh baiklah, akan ibu suruh pelayan menyiapkan tempat nya." Ucap wanita paruh baya itu cepat dan segera mendatangi pelayan untuk menyiapkan tempat senam Helina nanti. "Dede tenang saja yaa, ibu tidak akan mengabaikan dede lagi.. kita akan senam bersama di taman." Ucap Helina pelan berbicara pada perut buncitnya itu memeluknya erat dan tersenyum kecil ketikan mendapatkan persetujuan dari sang bayi lewat tendangan di perutnya bagian kanan. "Hey, Bumil.. sudah kembali ceria toh? padalah baru sehari loh di tinggal mati oleh suami.. berati janda dong sekarang." Ucap seorang wanita yang baru saja datang itu tertawa kecil menertawakan Helina yang sedang duduk di sofa ruangan tengah itu. "Lebih tepat nya dua hari, Bu Lastri.. allmarhum Aska sudah meninggal sehari sebelum ia sampai disini Bu." Ucap Helina pelan mengingatkan kematian Aksa sudah sehari sebelum jasat nya sampai ke rumah kepada seorang wanita yang memang terkenal nyinyir itu. "Hahaha.. Bumil, Ibu tadi cuma bercanda kok jangan di ambil hati yaa." Ucap wanita bernama Lastri itu berusaha menjilat lidahnya sendiri yang memang sudah kebiasanya ia nyinyir seperti itu. Helina hanya tersenyum kecil menanggapi omongan Ibu nyinyir itu, ia merasa tak akan baik bagi kandungannya jika ia harus marah-marah sehabis seharian kemarin menangis tak berhenti dan bahkan ia mengacuhkan kanduangan itu. "Ehh, Bu Rt.. ada apa kesini? perasaan uang arisan nya sudah saya kirimkan lewat Art tadi pagi sekalian belanja." Ucap wanita paruh baya cepat yang baru saja kembali ke ruang tengah itu berusaha basa-basi dengan ibu-ibu nyinyir itu. "Haha.. bukan urusan soal itu Buu, saya kemari ingin memberikan santunan untuk Dede bayi yang ada di kandungan Lina.. para ibu-ibu pengajian merasa iba katanya melihat bayi yang di kandungan Helina yang akan lahir namun tampa ayah itu, ehh.. maksud saya tampa bisa melihat wajah ayah nya gitu loh maksud saya Bu Ani." Ucap Ibu Lastri itu tertawa kecil entah apa yang ia tertawakan tak ada hal yang perlu di tertawakan dalam hal yang ia sebutkan tadi! namun memang dasarnya ia sudah nyiyir dari dahulu, wanita paruh baya yang bernama Ani itu hanya berusaha menenangkan Lina agar tak terpancing amarah oleh ucapan Ibu-ibu nyinyir itu. "Oalah, begitu maksud kedatangan Ibu RT kesini.. yasudah Ibu duduk saja dulu, akan saya panggilkan pelayan untuk mengambilkan air minum untuk Ibu Lastri." Ucap wanita paruh baya itu yang bernama Ani berusaha tetap berbicara ramah pada Ibu-ibu nyinyir itu. "Ahh, tidak usah Bu Ani.. tenggorokan saya ngga akan mau nerima makanan atau minuman bekas orang mati! saya langsung pulang saja.. lagi banyak urusan saya sibuk orangnya tak seperti Bu Ani yang dirumah mulu!" Ucap Ibu Lastri menyindir namun secara halus pada Bu Ani tersebut membuat Helina geram dan mengepalkan kedua tangannya kesel mendengar sedari tadi ucapan nyiyir dari Ibu-ibu itu. "Ini lina, santunannya.. di jaga ya kanduangannya, sekarang lagi banyak Bumil yang keguguran akibat teledor loh." Ucap Ibu Lastri kembali setelah menyerahkan amplop kuning kepada Helina yang langsung Helina acuhkan dan membuang pandangannya ke lain arah. Amplop kuning tersebut pun langsung di ambil oleh Bu Ani dan berusaha tersenyum memperbaiki keadaan yang hening itu. "Makasih ya, Bu Lastri.. kami menerima nya dengan segenap hati kami." Ucap Bu Ani tersenyum kaku karna ia pun merasa kesal namun harus menjaga sikapnya kepada Ibu nyinyir yang satu ini agar ia tak berbicara aneh di luaran sana. "Baikalah sama-sama Bu Ani dan sampai jumpa lagi Lina." Ucap Ibu Lastri itu berpamitan dengan sedikit ada nada sindiriannya dan bergumam kesal pada tingkah Lina di sepanjang jalannya yang masih bisa Lina dengan begitu pun juga Ibu Ani. "Hah, bagimana bisa Ibu RT mempunyai mulut nyiyir seperti itu? aku tidak bisa percaya! berati memang benar julukan nya adalah Ibu teryinyir di kampung ini." Ucap Bu Ani kesal meluapkan kekesalannya yang sempat ia tahan sedari tadi itu. Sementara itu Helina hanya terdiam dan memeluk erat perut buncit nya itu, yang mana membuat bu Ani langsung menanyakan ke adaan nya, ia pun berucap "Kau tidak apa-apa kan Lina, jangan terlalu di pikirkan omongan Ibu-ibu nyiyir itu!" Ucap Bu Ani cepat mencemaskan perasaan Helina yang memang gampang sekali bersedih. "Lina, tak apa Buu.. Lina pun tak ambil pusing omongan tak berfaedah itu! hanya saja Helina semakin merasakan pergerakan bayi di dalam kanduangan Lina ini semangat sekali bergerak dari kemarin." Ucap Helina tersenyum lebar melihat perut buncitnya yang bergerak-gerak terus menerus itu. "Benarkah? cucu Ibu semangat ya mau senam? iyaa.. uhh, Ibu jadi ingin segera menggendong nya, Lina." Ucap Bu Ani semangat berbicara pada perut buncit Lina sesekali ia mengusapnya lembut dan mendapatkan tendangan dari si bayi yang membuat mereka berdua tertawa kecil bahagia.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.6K
bc

My Secret Little Wife

read
85.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook