bc

Ajian Keris Semar Mesem

book_age18+
146
FOLLOW
1K
READ
dark
drama
twisted
serious
mystery
scary
ambitious
supernatural
poor to rich
weak to strong
like
intro-logo
Blurb

Kecantikan Laila memang tiada duanya. Rahmadi adalah salah satu yang terpikat cinta gadis tersebut. Gayung bersambut, Laila meminta Rahmadi untuk segera melamar. Sayangnya, lamaran Rahmadi ditolak karene perbedaan kasta.

Penolakan beruntun membuat Rahmadi gelap mata, ia rela bersekutu dengan bangsa jin demi mendapatkan Keris Semar Mesem yang dipercaya mampu menyelesaikan segala masalah Rahmadi.

Benarkah demikian? Bagaimana jika keris tersebut justru meminta imbalan yang tidak mampu Rahmadi berikan?

chap-preview
Free preview
1. Laila, kembang Desa Sukatani.
“Sarapan dulu, Pakde. Biar kuat panennya,” ujar Laila setengah berteriak, tangannya membuka bungkusan daun jati yang berisi gorengan. Semilir angin pematang sawah berhembus, memainkan anak rambut Laila. Dengan sebelah tangan yang lain, ia selipkan anak rambutnya di belakang telinga. Sementara tangan satunya beralih membuka bungkusan lain yang berisi kue cucur.   Sekelompok petani menghentikan pekerjaan mereka, dengan segera mengerubungi gubuk guna mendapatkan sarapan. Tidak terkecuali Rahmadi, pemuda jangkung itu meletakkan segengam batang padi yang baru ia tebas di pinggir sawah. Menumpuk dengan gundukan padi setinggi betis orang dewasa di depan gerobak.   Setelah masa tanam yang melelahkan, panen besar adalah impian para petani. Batang-batang kering padi yang penuh berisi tampak berkilauan. Itulah emas kebangaan Desa Sukatani. Tengkulak mulai bermunculan, menawarkan harga beli yang tinggi. Beberapa petani tergiur dengan penawaran si tengkulak, sisanya justru mengomel karena sudah terlalu sering ditipu para lintah darat itu. Kebahagian dan suka cita masa panen tidak hanya dirasakan para pemilik sawah, mereka yang tidak memiliki tanah juga ikut menikmati limpahan rejeki. Biasanya, para tuan tanah mempekerjakan orang lain untuk memanen hasil sawahnya.   Salah satunya adalah Juragan Darno, kepala desa sekaligus tuan tanah yang paling luas di desa Sukatani. Untuk masa panen kali ini, Juragan Darno mempekerjakan hampir lima belas orang. Dua belas pria untuk pekerjaan di sawah, sementara tiga wanita untuk membantu  memasak  makan siang dan sarapan untuk para buruh tani tersebut. Istrinya sudah lama meninggal, ia tidak rela putri kesayangannya kerepotan memasak di rumah.   “Gorengannya, Pakde. Baru sempat dianterin, tadi agak telat pulang dari pasar, ketinggalan mobil colt” jelas Laila, suranya yang lembut dan mendayu terdengar nyaman di telinga. Laila adalah anak Juragan Darno, gadis itu terkenal dengan kecantikannya. Tangannya halus karena ia jarang melakukan pekerjaan kasar. Kulitnya putih terawat, berbeda dengan penduduk lain yang umumnya berkulit hitam karena terbakar sinar matahari. Sepasang lesung pipit tercetak di pipinya kala ia tersenyum, tidak heran jika Laila dijuluki kembang desa. Kecantikan gadis itu memang tidak terkalahkan jika dibandingkan dengan penduduk Sukatani yang lain.   “Kamu ngapain ke sawah, Cah Ayu? Ireng ngko ra payu.” (anak cantik, Hitam nanti nggak laku) (cah ayu; cara untuk memanggil anak perempuan) Laila hanya tertawa, tidak ingin menanggapi lelucon warga desa. Meski jika boleh jujur, ia tidak suka diperlakukan berbeda karena warna kulitnya yang kuning langsat atau karena dirinya adalah putri kepala desa. Sejak kecil, Laila selalu menerima perlakuan berbeda karena status sosial orang tuanya. Saat anak sebayanya berburu belalang di tengah sawah, Laila hanya diam di rumah bermain dengan boneka mahal pemberian orang tuanya. Pernah sekali, ia nekat ikut pergi ke sawah. Sialnya ia terjatuh hingga lututnya berdarah, Juragan Darno mengomeli Pakde Darmaji, orang yang membawa ia ke sawah. Sejak saat itu, Laila dijauhi teman-temannya karena takut dengan amarah Juragan Darno. Teman-temannya juga tidak ingin berkunjung, malu karena rumah kepala desa bukan tempat yang lazim untuk bermain.     “Nggak laku gimana? Itu gula jawa makin hitam kan makin manis.” Rahmadi menimpali.   “Hahaha….’ Suara tawa terdengar bersahutan, Laila tersipu menanggapi gurauan Rahmadi. Lesung pipinya mengintip malu-malu. Keduanya saling curi pandang, senyum malu-malu Laila membuat Rahmadi berdesir.   Bermula dari gurauan gula jawa, benih-benih cinta mulai bermunculan diantara keduanya. Tidak hanya sering bertemu di sawah, Rahmadi juga yang sering datang ke rumah untuk mengantarkan rumput yang akan dijadikan makanan ternak sapi dan kambing milik sang juragan. Mereka biasa bercakap-cakap sambil Rahmadi menyelsaikan tugasnya. Lalu, keduanya pun mulai menjalin hubungan.   *** “Bapak lihat, kamu sering menemani si Rahmadi di kandang.’ Juragan Darno menyampaikan laporan beberapa anak buahnya. Sudah sering ia mendengar desas-desus antara putrinya itu, ia mengira itu hanya gosip belaka. Hingga seminggu ini, Juragan Darno sering mendapati keduanya terlihat di tempat yang sama. Laila memang memanfaatkan kedatangan Rahmadi setiap sore untuk bercakap-cakap di depan kandang. Laila juga sering ikut ke pasar, ia selalu menyempatkan diri untuk makan di warung yang sama dengan Rahmadi. Padahal biasanya gadis itu lebih nyaman makan di rumah karena warung itu didominasi laki-laki.   Laila membuang napas, ia tidak menduga kedekatannya dengan Rahmadi akan secepat ini terdengar ke telinga bapaknya. Ia sudh bias menduga arah pembicaraan ini.   “Kebetulan saja, Pak. Mungkin pas aku angkat jemuran atau nyapu. Kan nggak enak kalau nggak ngobrol basa-basi.” Laila berkilah. Dengan tergesa, ia melipat cucian hari ini. Ia merasa bapaknya akan mulai berceramah, karenanya Laila harus segera kabur. “Kamu kan tahu asal-usul si Rahmadi itu, derajatnya jauh berbeda dengan kita. Dia anak yatim piatu, buruh serabutan dengan penghasilan tidak menentu. Bapak ndak mau ada omongan yang tidak-tidak antara kamu dan kuli itu,” tegas Juragan Darno. Laila menganguk, lalu pergi dengan setumpuk lipatan baju di tangannya.   *** “Kamu kenapa, Dik? Ngelamun terus.” Rahmadi mencolek lengan Laila, gadis itu tergagap untuk sesaat, lalu menggeleng seraya memamerkan lesung pipinya.   Rahmadi tahu ada yang tidak beres, biasanya Laila akan menyambutnya dengan tersenyum semringah. Sambil menunggu Rahmadi memberi makan ternak, Laila akan berceloteh tentang hal-hal menarik yang ia alami hari ini. Tetapi, sore tadi Laila bahkan tidak menyadari jika Rahmadi sudah tiba di kandang. Padahal para sapi itu sudah berisik sejak Rahmadi terlihat mata mereka.   “Dik?” Panggil Rahmadi lagi.   “Ya, Mas? Aku lagi kurang sehat kayaknya, Mas. Mungkin efek kemarin sore kehujanan.” Laila tersenyum, jelas terlihat senyum itu tidak sampai ke mata. Rahmadi mengangguk mengerti, ia tidak ingin memaksa Laila untuk bercerita. Mungkin gadis itu masih perlu waktu untuk berpikir.   “Rencana Mas untuk melamar aku jadikan, Mas?” Laila bersuara setelah hening lama.   “Jadi, Dik. Hanya saja Mas masih butuh waktu untuk mengumpulkan modal.”   Laila terdiam sejenak, “Aku ada ide, tapi Mas jangan tersinggung ya?” cicitnya kemudian.   Melihat Rahmadi mengangguk, Laila mulai memberanikan diri untuk meneruskan ucapannya, “Sewaktu magang di kota, upahnya Laila tabung. Ada yang di bank, ada yang berbentuk perhiasan. Kalau Mas tidak keberatan, Laila mau jual untuk tambahan modal Mas melamar Laila,” jelasnya perlahan, Laila harus hati-hati memilih kalimatnya, ia tidak ingin niat baiknya justru malah melukai harga diri Rahmadi sebagai lelaki.   Rahmadi tersenyum teduh, ia mengelus surai hitam Laila penuh sayang.   “Terima kasih ya, Dik. Mas paham maksud baik kamu. Tapi, tolong mengerti kalau Mas ini agak sedikit sombong. Mas bukan nggak mau merima pemberian kamu, tapi biarkan Mas berusaha dulu ya? Nanti kalau Mas butuh bantuan, pasti Mas bilang ke kamu,’ ujar pria itu tenang.   Laila ikut tersenyum, ia bersyukur Rahmadi tidak mempemasalahkan bantuannya. Pria ini cukup dewasa untuk diajak berbicara baik-baik dan berdiskusi tentang banyak hal. Meski Rahmadi hanya tamatan bangku sekolah dasar, pengetahuan pria itu cukup luas. Mereka sering berdiskusi tentang ekonomi dan cara pandang manusia. Rahmadi bahkan mampu memberikan pola sederhana tentang gaya hidup, penjelasan yang lebih mudah dimengerti ketimbang yang Laila terima di bangku kuliah.   “Sabar sedikit lagi ya, Sayang. Mas masih berusaha untuk mengumpulkan modal. Mas mau meminang kamu dengan cara yang layak, dengan cara yang luar biasa untuk wanita yang paling berharga di hidup, Mas.” Rahmadi mengecup punggung tangan Laila.   Keduanya asyik mengobrol, hingga terdengar suara Juragan Darno memanggil Laila. Juragan Darno selalu pulang jam lima sore. Akan berbahaya jika juragan Darno melihat mereka berduaan. Sebelum pamit, Rahmadi menyempatkan diri mencuri satu kecupan dari bibir mungil Laila. Laila yang terkejut, lantas memukul pelan pundak Rahmadi, hal itu justru membuat Rahmadi tertawa karena menyadari senyum lebar yang berusaha Laila sembunyikan.   *** “Jadi begitu rencana saya untuk melamar anak Bapak.” Kata seorang pria, sementara Juragan Darno tersenyum senang seraya menyeruput kopinya.   “Beberapa hari lalu, Laila memang sudah bilang akan ada yang datang melamar. Saya pikir cuma bercandaan dia saja. Ternyata beneran,” Timpal Juragan Darno.   “Laila, ini tamunya sudah menunggu loh, Nduk. Jangan kelamaan dandannya.” “Mungkin Laila malu, Juragan. Biasalah anak gadis suka malu-malu mau.” Gurau Pakde Darmaji. Sontak kalimat itu disambut tawa, Lamaran ini memang cukup mendadak, Laila mengatakan tamunya akan datang dalam waktu dekat, gadis itu mengatakan mungkin akhir pekan ini. Namun, rombongan pelamar justru datang hari ini. Laila yang tengah tidur siang pun bergegas dibangunkan dan diminta untuk bersiap-siap.   “Jadi lamaran saya diterimakan, Juragan?” Tanya si pemuda, Juragan Darno mengangguk mantap, ia tertawa bahagia hingga perut buncitnya bergoyang-goyang. Akhirnya, putri tunggalnya akan segera menikah.   Gumaman rasa syukur terdengar bersahutan. Laila si Kembang Desa Sukatani akhirnya menerima pinangan Bagus, kakak tingkatnya sewaktu berkuliah.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Scandal Para Ipar

read
692.7K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K
bc

Sang Pewaris

read
52.9K
bc

Dilamar Janda

read
318.8K
bc

Marriage Aggreement

read
80.1K
bc

JANUARI

read
37.0K
bc

Terjerat Cinta Mahasiswa Abadi

read
2.6M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook