bc

Global Virus

book_age16+
257
FOLLOW
1.7K
READ
adventure
doctor
tragedy
brilliant
genius
icy
male lead
sniper
high-tech world
special ability
like
intro-logo
Blurb

Novel ini sudah TAMAT

Rudi, seorang cenayang yang berprofesi sebagai profesor. Dua puluh lima tahun yang lalu sudah memprediksi jika akan ada pandemi di dunia. Virus dunia yang membuat indera penciuman hilang, demam, sesak nafas dan mendorong nafsu makan berlebih, hingga lapar mengalahkan akal pikiran dan menjadi kanibal.

Karena itu selama dua puluh tahun terakhir, Rudi membuat serum untuk menangkalnya. Serum itu dimasukkan ke dalam tubuh anaknya yang bernama Gita Pradipta. Obat untuk pendemi ini bercampur darah di dalam tubuh Gita.

Gita, gadis berusia 22 tahun. Dulu dia seorang anak kecil yang sering sakit. Memiliki kekebalan imun yang rendah. Karena itu sang ayah yang telah mengetahui akan adanya pandemi, dari kelebihannya yang bisa melihat masa depan, memberikan Gita serum antibodi yang sekaligus obat untuk pandemi yang melanda dunia ini.

Pandemi global ini bukan hanya sekedar penyakit biasa yang diturunkan oleh cobaan Tuhan. Tapi ada sekelompok orang yang ternyata sengaja membuat pandemi ini berlangsung terus menerus untuk memajukan usahanya dan ingin satu-satunya yang paling berkuasa di dunia.

Keberadaan Gita adalah ancaman. Maka dia diburu dan ingin dilenyapkan.

Lucas seorang pria misterius menolong Gita. Lucas juga sama nasibnya dengan Gita. Dia dikejar dan ingin dilenyapkan. Akhirnya mereka bersama-sama saling membantu satu sama lain untuk bertahan hidup di dunia yang sudah tidak aman lagi.

Dapatkah mereka lolos dari para penjahat yang menginginkannya mati? Dapatkah mereka menyelamatkan dunia dan juga menyelamatkan makhluk hidup yang tersisa? Atau justru virus ini akan terus ada dan melanda dunia?

Simak ceritanya, ‘Global Virus’

fantasi fiksi ilmiah bertabur romansa (kisah cinta segitiga)

Cover by Canva.

chap-preview
Free preview
Malam gelap
Tahun 2024. Di sebuah Kota yang sudah mati dan hancur. Seorang gadis berambut sebahu tergerai dan berantakan itu berlari sekuat tenaga. Dengan tas ransel di punggungnya, ia berusaha sebisa mungkin segera tiba di sebuah mini market yang mungkin isinya sudah habis dijarah orang lain. Perutnya memaksanya untuk keluar malam ini juga, mengais sisa-sisa makanan instan yang mungkin masih ada di mini market itu. Nafas Gita terengah-engah, berlari dalam kegelapan malam. Rembulan saat ini bersinar terang menggantung indah di langit gelap. Harusnya tidak ada yang boleh keluar saat malam. Mungkin saja Gita bisa dimangsa oleh salah satu manusia yang sudah terinfeksi virus Orthovirinae-18. Virus yang sudah empat tahun ini melanda dunia. Awalnya virus ini menjangkiti salah satu negara. Lalu dengan cepat virus ini menyebar ke seluruh penjuru di dunia. Gejala yang ditimbulkan adalah hilangnya fungsi indera penciuman, demam, flu, batuk hingga sesak nafas. Setiap orang yang terinfeksi virus ini mengalami gejala yang berbeda. Tergantung imunitas bawaan tubuh setiap individu. Lalu badan kesehatan dunia membuat vaksin untuk masyarakat dunia. Namun sayangnya, tidak semua tubuh individu menerima baik serum vaksin tersebut. Sebagian orang, baik-baik saja setelah mendapatkan vaksin. Tapi sebagian orang lagi justru mendapatkan efek samping. Awal dari efek samping ini adalah pulihnya indera penciuman yang justru semakin tajam, hingga mampu menghirup aroma darah yang menurut mereka beraroma harum dan lezat. Dan juga mendorong nafsu makan berlebih hingga lapar mengalahkan akal pikiran dan orang-orang menjadi kanibal. Sebagian manusia yang sudah menjadi kanibal itu resisten terhadap cahaya. Mereka membuat komunitas sendiri dan hanya keluar di malam hari. Rasa lapar yang membabi buta membuat mereka menyukai daging manusia. Dan mirisnya mahluk hidup yang sudah terinfeksi dan berubah menjadi kanibal ini lebih banyak dari pada manusia yang normal. Manusia yang masih normal, harus berjuang hidup untuk melawan dan memulai kehidupan baru, berdampingan dengan para manusia kanibal yang biasa disebut Sumanto. Gita berlari sangat kencang karena takut salah satu dari manusia kanibal itu memangsanya. Dari jarak sepuluh meter, sudah terlihat sebuah mini market yang lampunya masih menyala. Sepasang matanya mengkilat senang, menduga mini market itu masih buka dan tidak habis dijarah. Gita masih mampu membayar makanan yang dibelinya. Walau hidup sendiri, ia memiliki uang tunai yang kemungkinan bisa menjaminnya untuk bertahan hidup selama enam bulan lagi. Rudi, ayah Gita yang seorang profesor dan kebetulan memiliki kelebihan indera ke enam sebagai cenayang, mampu melihat apa yang terjadi di masa depan. Membuat Gita banyak mendapatkan pelatihan bertahan hidup dari ayahnya itu sebelum pandemi melanda. Pelatihan yang sangat bermanfaat ketika sang ayah tidak lagi bisa menemaninya. Rudi sudah memprediksi akan terjadinya pandemi virus global ini. Hingga ia terus bereksperimen untuk menemukan obatnya. Namun nahas sebelum serum obat virus ini berhasil ditemukan, ia keburu wafat dibunuh oleh pria misterius. Rudi dibunuh oleh seseorang tidak dikenal dan Gita tidak tahu apa alasannya. Pria misterius itu juga nyaris melenyapkannya. “Kamu harus hidup dan temui profesor Ismunandar. Dia ada di Kota B. Dia akan membantumu, untuk me− ....” Belum sempat semua kalimat diucapkan dengan benar. Rudi meninggal dengan sepasang mata terbuka dan menghembuskan nafas terakhirnya di pangkuan putri tersayangnya. Membuat Gita bertanya-tanya akan kelanjutan kalimat yang belum sempat tuntas diucapkan oleh almarhum ayahnya itu. Kini Gita harus mencari Profesor Ismunandar, seperti yang diamanatkan. Mungkin Profesor Ismunandar tahu apa yang ingin diucapkan oleh ayahnya itu. Memikirkan untuk harus menuju Kota B dan menemui Profesor Ismunandar segera. Saat ini yang terpenting dari itu, ia harus memikirkan perutnya yang berbunyi lapar sejak tadi. Kaki sebelah kiri Gita baru saja menapak di pelataran depan mini market. Betapa senangnya dia, beberapa langkah lagi akan sampai. Tapi tiba-tiba saja kaki kanan Gita ditarik seseorang dari belakang. “Brak!” Gita pun jatuh tersungkur. Kepalanya terbentur lantai yang keras. Ia mengaduh sebentar dan kemudian membalikkan badan. “Wah, kita mendapatkan makan malam yang lezat,” kata salah seorang pria dengan kumis hitam lebat. Tiga orang pria memandanginya sangat tajam. Mereka mengamati tubuh Gita yang terbaring di atas lantai. “Aku ingin bagian kakinya,” kata pria yang memakai jaket berwarna cokelat yang telah lusuh. Gita berusaha bangkit dari jatuhnya, menelan ludah dengan bibir gemetar. Ingin rasanya berteriak minta tolong. Tapi percuma tidak akan ada yang menolong. Bahkan tidak ada polisi di jaman ini. Polisi tidak akan berani bergerak di malam hari. Pemerintah pun sudah mengumumkan agar warga normal tidak berkeliaran saat tidak ada cahaya matahari. Jam malam sudah diberlakukan sejak tiga tahun yang lalu. Saat matahari sudah tenggelam tidak ada yang boleh keluar rumah. Jika ada yang nekat keluar rumah, maka resikonya ditanggung individu masing-masing. Pria yang mengenakan kaos abu-abu dengan beberapa bagian sudah sobek, menarik kaki Gita dengan kasar. Menyeretnya begitu saja. Gita menendang-nendang. Berusaha melepaskan cengkeraman di pergelangan kakinya. “Daging ku tidak enak! Lepaskan aku!” serunya lantang. Tapi tidak ada yang mendengarkannya. Tiga pria itu justru mengobrol satu sama lain. Jika dilihat dari sekilas tidak ada yang berbeda dari manusia normal dan manusia Sumanto ini. Mereka berjalan seperti biasa dan bersosialisasi seperti biasa dengan ‘sesamanya’. “Toloooong!” teriak Gita akhirnya. Sudah tiga tahun dia dapat melarikan diri dari para Sumanto ini. Tapi malam ini akankah menjadi akhir dari hidupnya?, batinnya perih. “Diam, percuma kamu berteriak! Tidak akan ada yang menolong, justru teman-teman sebangsa kami yang akan mendengar. Aku tidak ingin berbagi makanan lagi. Kamu hanya untuk keluarga kami. Hanya cukup dibagi tiga!” bentak pria berkumis tebal itu. Spontan Gita langsung diam. Tapi ia tidak menyerah dan terus melawan. Sambil tubuhnya ditarik paksa dan punggung membentur bebatuan kerikil di atas tanah, kaki Gita terus menendang-nendang tidak bisa diam. Membuat pria berkaos abu-abu dengan banyak robekan itu kesal. “Berhenti!” ucap pria itu. Langkah kaki kedua temannya spontan berhenti. “Ada apa?! Kenapa menyuruh kami berhenti?!” “Aku risih dengan dia!” jawabnya penuh amarah sambil menunjuk ke arah Gita yang sudah menahan sakit karena punggungnya menabrak-nabrak bebatuan. Spontan kedua kaki Gita yang meronta-ronta itu diam seketika. Saat pria berkaos abu-abu itu menunjuk dirinya, air mukanya menjadi lebih takut dari pada yang tadi. Pria itu melihat ke sekeliling. Mencari sesuatu. Hingga sepasang matanya berhenti pada sebuah batu besar dan kemudian mengangkatnya. Gita menelan ludah. Firasatnya tidak nyaman. Menatap nanar pria itu yang berjalan ke arahnya dengan batu besar di tangan. “Lebih baik, heningkan suaranya saat kita membawanya ke rumah. Kepalaku sakit mendengarnya!” serunya marah dan kemudian mengayunkan batu besar itu ke arah kepala Gita. Gita membulatkan kedua matanya. “Aaaaa!!” teriaknya sangat takut.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Menantu Dewa Naga

read
177.0K
bc

Marriage Aggreement

read
80.8K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
624.3K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
850.2K
bc

Scandal Para Ipar

read
693.7K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K
bc

Aku Pewaris Harta Melimpah

read
153.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook