bc

Pesona Istri yang disia-siakan

book_age18+
27
FOLLOW
1K
READ
HE
arranged marriage
blue collar
tragedy
city
like
intro-logo
Blurb

Marisa selalu dihina jelek, hitam dan kucel oleh suaminya, Raka. Raka selalu menyesal sudah menikah dengan Marisa. Marisa selalu sabar menghadapi sikap Raka. Latar belakangnya yang berasal dari kampung membuat ia dewasa dalam berpikir. Marisa selalu mengalah dan berharap suatu saat Raka berubah menjadi suami yang lebih baik. Ia tidak mau membuat ibunya sedih dengan pulang ke kampung menyandang status Janda.Puncak konflik terjadi ketika Raka satu kantor dengan sepupu Marisa dan tergoda. Ia selalu membandingkan penampilan Anggi dan juga Marisa. Anggi selalu dapat menjadi wanita idaman yang ada di dalam hati Raka apalagi energi cerdas pintar dan juga sexy.Sementara Marisa selalu berpakaian panjang, berdaster berambut panjang lurus persis kuntilanak bagi Raka Marisa sama sekali tidak menarik. Diam-diam Raka dan Anggi akhirnya berselingkuh. Bagaimanakah perselingkuhan itu akhirnya diketahui oleh Marisa? Apa yang Marisa lakukan dan bagaimana ia membuktikan pada dirinya sendiri dan juga orang-orang di sekelilingnya terutama Anggi dan juga Raka bahwa ia adalah wanita cerdas dan juga pintar dengan latar belakangnya yang dari kampung serta kulitnya yang hitam dan bergelombang tak membuatnya menyerah, justru ia membuktikan bahwa dirinya juga bisa menarik dengan potensi yang ia miliki.

chap-preview
Free preview
Hinaan suami
“Marisa!” panggil seorang pria dengan suara baritonnya dan menandakan rasa tak sukanya kepada orang yang sedang ia panggil itu. “Ya, Mas,” jawab seorang wanita yang terburu-buru untuk mendekati pria yang memanggilnya itu. Pria itu bernama Raka, suami dari Marisa. “Nanti temanku yang bernama Andre akan datang ke rumah.” “Iya, Mas. Nanti mau aku siapkan apa?” Marisa bersiap menerima perintah dari Raka. “Tidak perlu banyak menyiapkan apapun. Tapi satu hal yang aku minta.” Tatap pria itu dengan wajah tak suka dengan penampilan istri yang telah ia nikahi beberapa tahun belakangan ini. “Apa itu, Mas?” “Nanti saat temanku datang, jangan mengaku sebagai istriku! Tapi katakan bahwa kamu itu pembantu di rumah ini!” ucapnya dengan lantang, tanpa memikirkan perasaan wanita yang berstatus sebagai istrinya. “HAH!” Bak disambar petir di pagi yang cerah. Marisa sangat sakit hati dengan ucapan suaminya itu. Benar-benar tak menghargai dirinya sama sekali. “Katakan kepada temanku bahwa istriku sedang pergi ke mall untuk perawatan diri!” tegas Raka memberi alasan dan tak mau dibantah oleh istrinya itu. “Ke-kenapa, Mas? Aku ini istrimu. Aku bukan pembantu kamu. Aku istri kamu yang sah!” Marisa berusaha membela dirinya sendiri dari hinaan sang suami, tentunya dengan bulir air mata yang masih membendung di pelupuk matanya. “SALAH SENDIRI! KAMU ITU JELEK SEPERTI NENEK-NENEK! Mana pantas aku yang begitu tampan menikah dan hidup bersama denganmu? Nenek-nenek buta saja tahu dan bisa memastikan bahwa kamu itu pembantu, bukan istriku! PAHAM!” hina Raka dengan sangat jahatnya, sungguh ucapannya begitu menyayat hati. Rasanya Marisa ingin sekali merobek mulut sampah dihadapannya itu. "Astaghfirullah Mas." “Aku tak mau dibantah lagi! Jangan sampai kamu membuatku malu karena mengaku sebagai istriku. Dasar KUMAL! MENJIJIKKAN!” “Mas, jangan berkata seperti itu. Aku itu istri kamu!” Raka menarik tangan Marisa untuk berjalan ke depan cermin di ruangan tamu. Kemudian pria itu menunjuk-nunjuk wajah Marisa dengan hinanya. “NGACA! SEKARANG KAMU NGACA! TUH KACA DI RUMAH UNTUK DIPAKAI BERKACA, BUKAN SEBAGAI PAJANGAN!” sambil memperlihatkan wajah istrinya di depan cermin. Air mata dari Marisa sudah tak bisa ditahan lagi. Kini bendungan itu sudah roboh, yang membuat pipinya basah karena linangan air mata. Penampilan Marisa yang lusuh dan sungguh menyedihkan itu, di karenakan pekerjaan yang terlalu banyak dan tak ada yang membantu, sehingga ia tak mampu untuk merawat tubuhnya. Sementara nafkah yang diberikan suaminya semakin hari semakin sedikit. Entah bagaimana Marisa bisa merawat diri jika semua pekerjaan itu ia lakukan sendiri? Bahkan mertuanya yang lumpuh pun, harus ia urus sendiri. Dari makan hingga kotorannya. Lalu kapan Marisa bisa mempercantik diri? Waktu dua puluh empat jam seakan terlalu cepat untuknya, dan sekarang suaminya itu meminta Ia untuk mengaca? Katanya Marisa tak cantik dan layak bagai seorang pembantu? Sungguh miris nasibnya, suaminya itu sangat keterlaluan. Jika tak menikah dengan Raka, atau mungkin Marisa masih sendiri sampai saat ini, ia akan cantik seperti dulu. Merawat diri dengan telaten. Suaminya ini sungguh tak menghargai dirinya. “Coba kamu lihat wajahmu yang dekil dan kumal itu. Mungkin pembantu saja lebih cantik dari pada kamu!" Raka pergi dari hadapan Marisa. Meninggalkan goresan luka di hati wanita yang sangat mencintai pria itu. Pria yang beberapa tahun lalu masih mencintainya. "Awas ya, kalau Andre datang dan kamu mengaku jadi istriku. Kamu tanggung sendiri akibatnya, dan ingat kamu itu harus mengaku sebagai pembantu di rumah ini. Kamu sampaikan padanya, istriku sedang pergi. Paham!" Suara Raka masih berteriak mengancam sambil berlalu pergi meninggalkan Marisa. Sore itu Andre salah satu teman kantor, bertamu kerumah Raka. Raka sedikit terkejut namun karena Andre sengaja datang untuk membicarakan urusan pekerjaan besok Raka tak bisa menolak. Andre tahu-tahu sudah ada di depan kompleknya. "Sore Ka, sorry ganggu sore lo " ujar Andre berbasa-basi. "Ah datang juga. Nyasar gak?" "Gak lah gue kan udah sering lewat sini cuma gak tahu rumah lo disini." "Gimana nih buat meeting besok gue butuh bantuan lo. Tiba-tiba saja Farhan ga bisa masuk. Klien kita orang penting. Bisa kabur nilai kontrak kita yang lumayan besar ini. "Ya udah lo aja lah, Dre. Masa gue." "Ya iya lah tim kita kan merger kata bos. Gue pilih lo. Lo lebih layak. Klien kita Bu Anjani. Jendes, kaya Ka. Seleranya cowok kayak lo. "Hah apaan, jendes apaan sih?" tanya Raka penasaran. "Janda, Ish gak up-date banget lo." "Lo pikir gue umpan?" "Yes umpan yang bisa cerita prospek produk perusahaan kita." Marisa datang menyajikan minuman. Kopi hangat dengan aroma harum yang membangkitkan selera. "Terima kasih, Bu." "Sama-sama." Marisa masuk membawa nampannya menunduk. "Itu istri Lo?" "Nggak lah masa selera gue kayak gitu." "Trus siapa?" "Pembokat. Kenapa emang?" "Iya sih agak kucel. Poles dikit bisa lah itu di pinjem." "Gila lo, Lo pikir barang. Di rumah rada m***m otak lo ya?" 'Apaan sih Andre ini. Apa dia suka Marisa. Marisa kan jelek. Apa aku biarin aja ya Andre sama dia. Nggaklah demi nama baik gue nggak. Di atas kertas dia masih punya gue. Lumayan ada yang beres-beres rumah. Ya kan?' pikir Raka di hati. "Oke, besok sampai ketemu di kantor ya. Oh ya istri lo gak ada, sama pembantu nggak nyetrum?" Tanya nakal Andre. "Pulang lo, ngeres aja. Mo cuci mobil gue?" jawab Raka sembari bercanda, padahal dalam hatinya udah malas sekali meladeni Andre. "Bercanda bro, galak banget. Baru pembantunya aja kayak bininya yang di omongin." balas Andre yang membuat hati Raka sedikit memanas. Namun, ia masih bisa menyembunyikannya. "Apaan sih nih bocah udah di usir masih aja komen." "Hihihi ... Ngamuk beneran. Bye Raka. See u di kantor." Andre menghabiskan minumannya, lalu Raka masuk. Sementara itu Marisa merapikan ruang tamu. "Cha, kamu suka gak sama Andre. Aku ngasih kebebasan loh sama kamu kalau kamu suka." tanya Raka yang sepertinya sudah melupakan cintanya dahulu. "Hah? Apa Mas?" tanya Marisa yang biasa di panggil Icha dengan bingung. "Kamu nawarin aku apa? Andre?" lanjutnya bertanya, yang tak habis pikir dengan pertanyaan suami gilanya itu. "Barangkali kamu minat aku jadi ada alasan buat pisah sama kamu." "Astaga Mas. Kamu keterlaluan banget. Aku salah apa sama kamu?" Fokus Raka memainkan ponselnya. "Ga ada salah sih. Cuma kenapa Aku baru sadar ya kamu sekarang jelek, hitam dan kucel kayak baju banyak noda yang gak hilang di cuci. Padahal udah mandi." jawab ketus Raka Marisa diam pergi ke taman kecilnya sibuk menyiapkan tanaman yang ia koleksi. 'Kenapa Mas Raka tega banget sama aku ya? apa aku sejelek itu? Ia menengok ke kaca ruang tamu. Dia melihat wanita berambut singa, berkulit hitam dan wajahnya sembab oleh tangis. Marisa akui ia memang jelek. Tangis yang keluar begitu saja membuat wajahnya semakin jelek. Ia kesal pada wajahnya itu. Ia berjalan ke arah koleksi bunganya. Menghirup nafas dalam, lalu ia buang perlahan. Tiba-tiba Raka menghampirinya "Cha, aku mau makan malam pake tongseng ayam dong. Bisa kan belikan yang di depan jalan Mahakam itu?" Marisa menjawab dengan malas. "Nggak bisa Mas, ban motorku pecah." "Oke ku antar tapi aku ga mau ikut turun ya." "Kenapa Mas, makan bareng disana kan enak. Udah lama kita gak makan bareng di luar." usul Marisa penuh harap. "NGGAK. AKU MALU MAKAN SAMA KAMU! udah cepetan beli tongseng. Duduk di belakang, aku antar pakai mobil." Marisa terburu-buru pergi ke kamarnya, kemudian ia menyisir rambutnya dan mengambil dompet "Tapi Mas, uang kita harus di hemat. Bulan ini Ibu harus 6 kali terapi. Uang belanja harian tidak boleh lebih dari dua puluh ribu kalau di pakai akhir bulan kita kehabisan uang." jelasnya menerangkan. Raka mendelik kesal. Tangannya terangkat mengepal. Marisa mengkerut, menunduk ketakutan. 'Apa ada yang salah dengan ucapanku?' pikirnya dalam hati hingga membuat tangannya berkeringat dingin, karena ketakutan jika tangan Raka melayang ke pipinya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Her Triplet Alphas

read
7.5M
bc

The Heartless Alpha

read
1.5M
bc

My Professor Is My Alpha Mate

read
460.7K
bc

The Guardian Wolf and her Alpha Mate

read
492.8K
bc

The Perfect Luna

read
4.0M
bc

The Billionaire CEO's Runaway Wife

read
598.4K
bc

Their Bullied and Broken Mate

read
462.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook