bc

Story Of Preman Jakarta

book_age16+
187
FOLLOW
1K
READ
revenge
student
gangster
tragedy
comedy
no-couple
ambitious
male lead
others
school
like
intro-logo
Blurb

Story Of Preman Jakarta:

Menceritakan seorang anak remaja bernama— Adrian Carlos Eilote yang baru saja masuk ke sebuah SMK di mana, di penuhi oleh anak-anak brandal seperti dirinya.

Pertama kali Adrian menginjakkan kaki di sekolah itu, dia langsung membuat heboh seantero sekolah dengan teriakan yang membuatnya menjadi incaran seluruh Top Preman (TP) yang ada di sana.

"Gue— Adrian Carlos Eilote akan menguasai seluruh kota Jakarta! Jadi, kalian harus ingat wajah orang yang akan menghancurkan gank Jalanan Berdarah ini!" teriak Adrian dengan berkacak pinggang, membuat anj*ng-anj*ng SMK Bisa Jaya yang tengah berkumpul di kantin, menatap tajam ke arahnya.

chap-preview
Free preview
Part 01. Awal Mula
Jakarta Pusat Suara riuh pikuk kendaraan yang berlalu lalang di jalanan Sidoarjo begitu terdengar jelas menyalami gendang telinga seorang bocah berusia lima tahun yang di mana, saat ini sedang berjalan di trotoar. Cara jalannya yang menunduk, dengan tangan kiri yang membawa sebuah karung, dan tangan kanan yang menggenggam sebilah kayu kering dengan ujung yang di pasangkan paku menandakan, kalau bocah kecil itu iyalah seorang pemulung. Lelah menenteng karung yang sudah terlihat dipenuhi oleh botol dan gelas plastik, bocah lima tahun itu bergerak memindahkannya ke belakang punggung untuk memikulnya, membuat baju lusuh yang dia kenakan semakin kotor. Namun, biar begitu. Dia tetap saja tersenyum, dan tidak memperdulikan tatapan-tatapan jijik yang dilayangkan setiap orang yang berlalu lalang bersamanya di trotoar jalan. Bocah itu semakin menunduk, pun tangan kanannya yang membawa sebilah kayu yang ujungnya terpasang paku itu tidak berhenti menusuk-nusuk bagian atas gelas-gelas plastik, dan setelahnya. Dia memasukkannya ke dalam karung. Itu dia lakukan berulang kali, hingga disaat rasa pegal menyerang pinggangnya. Bocah laki-laki lima tahun itu menegakkan tubuhnya. Dia bergerak ke kanan, dan kiri untuk merenggangkan tulang-tulang punggungnya. Setalah dirasa kembali nyaman untuk menunduk. Bocah lima tahun bertubuh kurus kerempeng dengan wajah cemong itu kembali melakukan pekerjaannya untuk mengumpulkan sampah plastik daur ulang. "Carlos!" Sebuah suara teriakan yang bercampur dengan bisingnya suara kendaraan yang melaju di jalanan Sidoarjo tertangkap oleh gendang telinga bocah kurus kerempeng itu, membuat langkah bocah itu terhenti, dan langsung menolehkan kepala ke belakang. "Carlos!" Bocah yang memikul karung itu memicingkan matanya, saat dia lagi-lagi mendengar namanya diteriaki oleh seorang bocah perempuan yang tengah berlari mendekat ke arahnya. "Lena?" Bocah lima tahun bertubuh kerempeng yang dipanggil dengan nama— Carlos itu bergumam dengan dahi mengkerut. Bertepatan dengan itu bocah perempuan yang tadi dia panggil dengan sebutan Lena. Berhenti tepat di depannya dengan peluh bercucuran di keningnya, pun napasnya yang terdengar tersengal. "Carlos." Bocah perempuan bernama Lena itu berucap dengan tangan kanan bergerak melepas genggamannya dari sebuah karung, dan dia langsung memindahkannya untuk memegang pundak kurus Carlos. "Ada apa, Lena?" tanya Carlos dengan satu alis terangkat. Bocah laki-laki bernama lengkap Adrian Carlos Eilote itu menunjukkan raut penuh kebingungan. Dia bergerak menyugar rambut bagian depan yang panjang dan bergelombang miliknya ke belakang, membuat tatapan matanya yang penuh akan tanda tanya langsung mengarah ke wajah Lena. "Ibu ...." Carlos langsung menjatuhkan karung dari punggungnya, dan kedua matanya yang dipenuhi tanda tanya, langsung berubah penuh kepanikan. "Ibu gue kenapa, Lena?" tanya panik Carlos, dan berhasil membuat bocah perempuan didepannya itu bergerak menegakkan tubuhnya. Tangan kanannya yang sedari tadi bertengger di pundak Carlos, mulai menjauh dan kembali ke sisi pinggangnya. Lena menarik napas, dan membuangnya dengan teriakan keras. Baru setelahnya, bocah perempuan yang usianya sama dengan Carlos itu kembali melayangkan tatapan matanya melihat wajah panik bocah laki-laki bertubuh kurus kerempeng yang ada di depannya. "Di lahan kosong sana terjadi perang antar genk, dan aku lihat ibumu ada di sana." Dalam sesaat otak Carlos berhenti bekerja, diikuti napasnya yang tiba-tiba tercekat. Namun, sedetik kemudian dia tersadar. Paru-paru dalam tubuhnya mulai memompa darahnya dengan begitu cepat, membuat dadanya bergerak naik turun dengan gerakan tak menentu, pun napasnya juga perlahan mulai memburu. 'ibumu ada di sana,' Perkataan yang tadi terlontar dari dalam mulut Lena kembali terngiang di dalam otaknya. Carlos menggelengkan kepalanya saat suara itu semakin gencar mengganggu indera pendengarannya yang tiba-tiba menuli, dan tidak bisa mendengarkan lagi suara mobil dan motor yang berlalu lalang di jalanan Sidoarjo. "Ibu." Carlos berucap dengan kepala yang semakin gencar menggeleng, dan Lena yang melihat itu bergerak menepuk pundak Carlos. Carlos membuka mata lebar-lebar saat dia merasakan tepukan tangan Lena dipundaknya, dan bertepatan dengan itu indera pendengarannya kembali normal. Dia menoleh ke arah jalan raya, dan kedua matanya seperti biasa melihat kendaraan-kendaraan berbahan bakar bensin melaju mengeluarkan suara khas mereka. Sedangkan tidak jauh dari tempatnya berdiri, atau tepatnya. Dari arah datangnya Lena tadi. Carlos melihat banyak sekali orang-orang berlarian keluar dari sana. Paru-parunya semakin memompa dengan tidak masuk akal, pun keringat dingin yang disertai tatapan mata yang begitu memancarkan kekhawatiran begitu nyata keluar dari netra hitam bocah laki-laki itu, dan jangan lupakan sekujur tubuhnya yang mulai bergetar menandakan kalau Carlos saat itu juga tengah dilanda ketakutan. Lena yang melihat keadaan Carlos, hendak kembali meletakkan tangan kanannya di atas pundak bocah laki-laki itu. Tetapi, gerakannya terhenti saat gendang telinganya berhasil menangkap sebuah suara ledakan peluru sebuah pistol. Lena menoleh ke arah kiri, sedangkan Carlos yang posisinya sekarang berada di hadapan Lena menoleh ke arah kanan, "Suara tembakan." Mereka berdua bergumam berbarengan, dangan kedua mata saling menatap satu sama lain. "Carl—" Lena tidak melanjutkan perkataannya, karena tiba-tiba saja Carlos berlari ke tempat di mana tadi dia keluar, dan itu tentu saja ke arah jalanan bertanah padat yang akan membawanya ke sebuah lahan kosong yang banyak di kunjungi orang-orang. *** Suara tembakan senjata api semakin gencar menyalami gendang telinga Carlos yang sekarang sudah masuk ke kawasan lahan kosong tempat di mana, sekarang tengah terjadi peperangan antar genk. Carlos masih berlari masuk ke dalam kawasan kosong yang ada di kecamatan Menteng walau dia tahu di sana pasti sudah menjadi lautan darah, karena tempat itu sekarang tengah dijadikan medan perang. Sebenarnya keadaan seperti ini sudah biasa terjadi di kota Jakarta, bahkan bisa dibilang. Ini sudah menjadi rutinitas semua genk yang ada di pusat kota Jakarta. Yaitu melakukan peperangan untuk memperebutkan kekuasaan. Karena pada zaman ini, para preman lah yang berkuasa di setiap tempat yang ada di Jakarta. Bahkan pemerintah negara, dan para aparat penegak hukum tidak bisa menghentikan mereka semua, walau mereka selalu mewaspadai setiap para preman melakukan hal seperti ini. "Nak! Pergi! Jangan ke sana sebelum polisi datang menghentikan mereka!" Suara teriakan seorang pria paruh baya menyalami gendang telinga Carlos, dan itu berhasil membuatnya mengehentikan langkah, tapi tubuhnya masih tetap menghadap ke depan, melihat ke arah tengah-tengah kawasan tanah lapang yang di mana, sekarang tengah terjadi peperangan besar-besaran. "Nak— ayok kita kembali. Di sana bahaya." Dari banyaknya orang yang Carlos lewati, hanya pria paruh baya inilah yang menaruh empati kepadanya. Carlos menolehkan kepalanya ke belakang dan dia dengan gerakan lembut menyingkirkan tangan pria paruh baya itu dari lengannya. "Saya harus melihat ibu saya, pak." Carlos kembali berlari meninggalkan pria paruh baya yang tadi memintanya untuk tidak mendekat ke tanah lapang. "Semoga kamu bisa menemukan ibumu, nak." Pria paruh baya itu bergumam, dan dia kembali melanjutkan larinya untuk menjauh dari kawasan tanah lapang. *** Carlos masih berlari dengan waspada, karena sedikit saja melakukan kesalahan. Dia pasti akan kena tembak. Dia sudah tidak perduli lagi dengan napasnya yang tersengal, pun peluh yang sudah membasahi sekujur tubuhnya. Ingin rasanya Carlos beristirahat, tapi disaat gendang telinganya mendengar suara tembakan yang saling bersahutan. Keinginannya untuk beristirahat sejenak itu dia urungkan. Hingga setelah berlari beberapa meter, Carlos akhirnya berhasil berdiri tak jauh dari kawasan tengah-tengah tanah lapang. Awalnya setelah sampai di medan peperangan itu, dia ingin menarik napas dalam-dalam terlebih dahulu untuk mengusir rasa penat yang menggerogoti sekujur tubuhnya. Namun, semua itu urung dia lakukan karena tepat saat dia sampai di sana. Kedua mata Carlos langsung menangkap sosok wanita paruh baya dalam posisi berdiri mematung, dengan kedua mata membulat sempurna, dan mulut yang menganga seolah ingin mengeluarkan sebuah jeritan. Carlos kembali dilanda keterkejutan yang membuat sekujur tubuhnya menegang, pun telinganya menuli. Tetapi, biar begitu. Degup jantung bocah kurus kerempeng itu malah semakin gencar berdetak dengan sangat cepat. Dalam keterkejutan itu, Carlos mulai menggelengkan kepalanya, pun kedua kakinya terasa lemas, dan tidak bisa lagi menopang tubuh kerempengnya. Alhasil, Carlos duduk bersimpuh bersaman dengan tubuh wanita paruh baya itu yang terbaring jatuh ke jalanan bertanah padat kawasan tanah lapang itu. "Ibu!" Carlos berteriak dengan suara yang sangat keras, tapi biar begitu. Teriakannya tidak bisa menghentikan perseteruan tersebut. Napas Carlos mulai keluar masuk dengan cepat dan bocah laki-laki itu mendekat ke tubuh wanita yang tadi terjatuh dengan merangkak. "Ibu— ibu." Carlos berucap dengan nada panik. Kedua tangannya bergerak untuk membalik posisi tidur wanita paruh baya yang di mana, itu adalah ibunya sendiri. "Ibu ...." Carlos berucap lirih sembari dia mulai bergerak menepuk pipi ibunya setelah tadi, dia memindahkan kepala wanita paruh baya itu ke atas pangkuannya. Carlos semakin panik saat darah mulai keluar semakin deras dari arah d**a ibunya. Dia semakin gencar untuk menepuk pelan pipi ibunya, tapi tetap saja wanita itu tidak merespon. "Ibu!" Carlos kembali menjerit, dengan kepala mendongak melihat ke atas langit. Dada Carlos bergerak naik turun dengan cepat. Bocah laki-laki berusia lima tahun itu terlihat menolehkan kepalanya ke kanan, dan kiri. Matanya masih melihat keadaan yang sama di mana, kedua genk masih saling berada tinju, dan menembak. Carlos yang merasa tidak dianggap, hanya bisa menajamkan tatapan matanya untuk melihat ke jalanan tanah padat yang dipenuhi oleh darah. "Akan aku balas ini semua, b*****h!" Carlos berteriak bersamaan dengan terdengarnya kembali suara tembakan yang keluar dari senjata api kedua belah pihak.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

PLAYDATE

read
118.6K
bc

Scandal Para Ipar

read
692.7K
bc

Marriage Aggreement

read
80.1K
bc

Menantu Dewa Naga

read
176.4K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
622.7K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
859.4K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook