bc

KARMA

book_age18+
20
FOLLOW
1K
READ
others
tragedy
comedy
sweet
heavy
serious
mystery
like
intro-logo
Blurb

Haiii, pembaca terkasih... Kisah fiktif 'KARMA' menceritakan tentang keluarga Mark Claire Zurk yang sangat mencintai Adriana Lim dalam diam. Sahabat kecil hingga mereka berkeluaga dan memiliki anak. Anak-anak mereka menjadi pewaris tunggal bisnis keluarga mereka.

Putri tunggal Mark Claire Zurk diberi nama Fene Claire Zurk...

Putra tunggal Adriana Lim diberi nama Adrian Moreno Lim...

Diawali dari Fene yang menjadi partner bisnis Adrian, Kevin, dan Bram.

Adrian telah memiliki kekasih hati Veni Smith anak pengusaha restorant terkenal William Smith.

Tapi dalam diam, Adrian mencintai Fene.

Oya, Bram dan Adrian adalah saudara tiri. Ternyata Bram lebih mencintai Fene.

Adrian yang tampan, hanya bisa mengikhlaskan Fene untuk menghabiskan waktu bersama Bram.

Edward Lincoln Daddy Bram Lincoln, membuka tabir semua cerita... siapa keluarga Mark Claire Zurk sebenarnya.

Komitmen, dan persahabatan mereka merubah KARMA dari pertikaian keluarga mereka selama ini.

Pepatah mengatakan...'apa yang engkau tebar, itu yang akan engkau tuai.'

Hingga Bram, Adrian, Kevin mengambil langkah yang berbeda... Setelah kehadiran Holi Parker, yang merupakan adik kandung Fene.

Mereka memiliki merubah jalan hidup mereka, tentu dengan suport penuh dari Edward Lincoln. Sebuah keputusan untuk merubah semua menjadi lebih baik.

Bram memilih menikahi Fene di Frankfurt,

Kevin menikahi Nichole di Paris.

Adrian memutuskan hubungannya dengan Veni Smith, dan menikahi secretarisnya Jasmine di Berlin.

Mereka terus berjuang menyelesaikan 3 project mereka, yang selama ini masih menajadi rahasia.

Mohon maaf, jika dicerita ini ada kata-kata kasar, sedikit hot, pertumpahan darah, karna ada actionnya.

Author

chap-preview
Free preview
Fene, Adrian dan Veni.
"Semoga berjalan dengan baik bisnis kita Fene." Kevin berdiri mencium dan merangkul tubuh Fene yang semampai sebelum meninggalkan ruangan Fene. "Nice to meet you." Sambung Kevin. "Nice to meet you to vin." Fene membalas rangkulan Kevin sambil berjalan membukakan pintu untuk Kevin. Fene menarik nafas panjang kembali ke kursi kebanggaannya. Memijit pelipis mata yang terasa lelah. "Shiiit...." Fene bangkit mengambil hpnya, menghubungi seseorang. Nada panggil yang cukup lama, belum di angkat oleh orang di seberang, membuat Fene menelfon berulang kali. "Ya..." "Lo dimana.?" Fene berjalan meninggalkan ruangan kantornya menuju tempat parkir mobilnya. "Office.." Telfon tertutup. "Uuuuugh...." Kesal Fene sambil membanting hpnya di jok mobil saat mau memasuki mobil. Fene melajukan mobilnya, beberapa kali menerobos lampu merah dan kemacetan kota Jakarta menuju kantor Adrian. Sesampai di kantor Adrian, Fene memberikan kunci kepada security untuk di parkirkan VIP. Menekan tombol lift, dan memasuki ruangan lift menuju lantai 25 khusus vip milik kantor Adrian. Tiiiiing.... Pintu lift terbuka, mata Fene tertuju pada gadis bertubuh sintal bernama Jasmine. "Adrian di dalam.?" Fene bertanya kepada Jasmin secretaris Adrian. "Ada Mba, tapi lagi virtual." Fene mengetuk sambil membuka pintu secara perlahan, matanya tertuju pada wajah Adrian masih sibuk dengan meeting virtualnya. Fene berlalu menuju sofa ruangan Adrian yang sangat empuk, sambil mengutak ngatik hpnya, tanpa sengaja mata Fene memandang wajah Adrian yang sangat tampan itu. Putih, bersih, mapan, selalu rapi. Benar-benar perfect, batin Fene. Adrian menutup laptopnya, beranjak ke sofa tepat di samping Fene. "Udah beres dengan Kevin, Fen.?" Adrian menyuguhkan minuman kaleng yang dia ambil dari kulkas. "Udah, gue lagi mikir. Takut kalau otak gue terbagi sama kerjaan gue yang sekarang." Fene menyandarkan tubuh langsingnya agar lebih nyaman lagi. "Gue bantu lo kok. Tenang aja." Adrian tersenyum sambil meremas paha Fene yang dari tadi menjadi pusat perhatian Adrian. "Realy.?" Fene menatap ragu. "Of cours" Adrian berdiri memandang bingkai foto di atas meja kerjanya. Foto keluarga Adrian dan keluarga Fene saat masih di Jakarta. Menghabiskan Tahun Baru bersama. Adrian dan Fene teman dekat, memiliki bisnis yang sama yaitu Garmen. Perusahaan sedang berkembang pesat saat dialihkan kepada Fene dan Adrian. Keluarga mereka saat ini stay di Swiss. Karena tersangkut hutang piutang. Dari usia 20 tahun, Fene dan Adrian focus meneruskan perusahaan keluarga mereka, hingga berkembang pesat ke seluruh Eropa. "Gue besok akan ke Shanghai." Sambil memeluk lengan Adrian. "Ok... gue antar lo besok ke bandara. Semua sudah di urus Bram kan.?" Adrian mengecup dalam puncak kepala Fene. "Sudah. Makan yuuk." Fene menarik tangan Adrian keluar dari ruangan menuju resto yang berada di lantai 4 gedung yang sama. Tiiiiiing. Pintu lift terbuka. Mata Fene tertuju pada meja biasa, tapi telah di isi oleh karyawan kantor Adrian. "Kita disana aja yuuk." Mata Adrian menuju ke luar. "Gue pengen ngerokok." Adrian berjalan sambil menggandeng tangan Fene. Seluruh karyawan Adrian beranggapan Fene adalah adik Adrian. Secara wajah mereka hampir mirip. "Nanti malam lo nginap di apartmen gue yah.?" Fene menatap Adrian berada tepat di depannnya. "Iya, tapi gue ketemu Veni dulu yah." Adrian menghebuskan asap rokoknya perlahan. Fene hanya mengangguk. Sambil memesan makan siang mereka. Adrian memesan expresso. Saat hidangan mereka datang Fene melahap secara perlahan makanannya. Mata Adrian melihat Fene yang sangat santai, di sela-sela sendokan Fene ke mulutnya, Adrian menggoda Fene karena status jomblonya hingga saat ini. "Kapan lo kenalin pacar lo ke gue.?" Senyum Adrian. Fene tersedak."Uhuuuug.... eeeegh." Fene meremas tangan Adrian, dari tadi berada di atas meja. Fene mengambil air mineral, untuk menetralkan hatinya akan pertanyaan Adrian. "What.? Pacar.?" Fene tertawa. Tangan mulusnya menarik tisyu yang ada dihadapannya. "Why.?" Mata Adrian menatap Fene penuh tanda tanya. "Gue malas mikirin pacar, gue nggak pernah jatuh cinta, dan gue nggak penah tau cinta itu apa. Yang gue tau, lo selalu ada buat gue." Fene melanjutkan melahap sisa makanannya dengan santai. "Berarti loe cinta donk ama gue.?" Adrian mengedipkan matanya. "Hmmmmm..... nggaklah, gue ama lo maaah apa yah.? Gue juga nggak ngerti." Fene menyuapkan sendok terakhirnya sambil menenggak air mineral hingga habis. "Bram...?" tanya Adrian penasaran. Fene hanya tersenyum mengalihkan pandangannya. Adrian tersenyum menatap Fene. "Lo normalkan Fen.?" Fene tertawa terbahak-bahak, "Ya iyalah. Cuma belum ketemu yang pas saja Tuan Adrian." Senyum Fene. "Gue..?" Adrian menunjuk dirinya. "Lo cinta ama gue.?" Fene balik bertanya sambil menatap mata Adrian dengan santai membuat Adrian merasa gugup di depan Fene. "Hmmmm....eeeee.... ya nggak lah. Gue pengen tau aja. Kali aja lo naksir gue." Adrian memberikan senyuman kudanya. "Kita itu temen, keluarga, saudara, secara lo tau gue anak semata wayang pewaris tahta." Gelak Fene lepas seketika. Membuat beberapa mata tertuju pada candaan mereka siang itu. Suasana malam kencan Adrian... "Kamu habis ini mau kemana.?" Tangan Veni menarik lengan Adrian. "Besok Fene akan ke Shanghai, jadi aku nginap di tempat Fene." Veni menatap Adrian. "Kok nggak nginap ama aku aja.?" Cemberut Veni. "Nggak bisa, banyak hal yang harus aku bereskan bersama Fene." Adrian masih focus pada jalan yang ada di hadapannya. "Fene itu adik mu yah Dri.?" Pertanyaan Veni membuat Adrian menghentikan laju mobilnya. Adrian mengambil lajur kiri, kebetulan ada café di depannya memarkirkan mobilnya. "Kita ngobrol di dalam aja." Adrian mematikan mesin mobilnya, dan berlalu keluar bersama Veni menuju dalam café. Veni terdiam mengikuti arah Adrian, beribu pertanyaan yang ada di kepala Veni tentang Fene. Veni adalah kekasih Adrian. Mereka sudah sering menghabiskan waktu bersama, tapi Veni merasa cemburu akan kedekatan Adrian dan Fene. KTP, Pasport Adrian dan Fene memiliki tahun lahir yang sama. Hanya beda hari. Tapi kenapa mereka deket seperti sepasang kekasih, terkadang Adrian menghabiskan waktu bersama Fene di Apartmennya, begitu pula sebaliknya. Adrian memeluk Veni saat berada duduk mereka berdampingan. "Kamu jeules sama Fene.?" "Nggak... Cuma selama kita pacaran yang aku lihat, Fene nggak pernah deket sama cowok." Jawab Veni lembut. Adrian mengusap punggung Veni dengan lembut. "Aku dan Fene itu seperti saudara, Mami dan Papi Fene berteman sejak kecil saat di Swiss, sampai mereka punya bisnis bareng kayak sekarang, hingga mereka pindah, bangkrut pun mereka tetap bersama hingga saat ini. 'Adrian menghela nafas.' "Awalnya, aku berfikir Mami Selingkuh dengan Papi Fene, ternyata aku salah. Mereka memang berteman seperti aku dan fene." Jawab Adrian. "Jujur aku sayang sama Fene, tapi hanya sebatas saudara. Nggak lebih. Aku dan Fene selalu bersama seperti kakak adik dikarenakan Fene nggak pernah punya pacar dari dulu hingga saat ini, jadi aku berniat melindunginya, aku pun nggak tau anak itu normal apa nggak." Adrian tersenyum membayangkan wajah Fene tadi siang. Veni terdiam mendengar penjelasan Adrian. "Hmmmmm.... Emang ada yah pertemenan seperti itu.?" "Buktinya ada, orang tua kami." Adrian merangkul tubuh Veni. "Kalau kamu mau, kita nginap di tempat Fene.?" Adrian meyakinkan Veni. Veni menarik tubuhnya dari pelukan Adrian,"Nggak aaagh.... Kali aja ada yang mau kalian bicarakan secara rahasia." Senyum Veni. Adrian mencium hangat puncak kepala Veni. "Thanx yah... you are a lover who really understands me." Veny mencium pipi Adrian, sambil menepuk dada bidang Adrian dengan lembut. "We go home now.?" Veni melirik Adrian. Adrian mengangguk sambil mengeluarkan beberapa lembar uang merah meletakkan di meja sambil berlalu pergi, tidak lupa merangkul pinggang Veni. Adrian sangat mencintai Veni, sangat peduli akan Veni setiap harinya, tapi kali ini harus focus akan pekerjaan mereka yang akan di jalankan oleh mereka. Erotis... Adrian memarkirkan mobilnya di loby Apartemen Royal Kanaya milik Fene. Adrian bersiul, memasuki lift menekan pasword rumah Fene yang ada di lantai 30. Tiiing.... Pintu lift terbuka. Fene dengan santai menyambut Adrian di ruang tvnya, sambil mengulurkan coffe kaleng kesukaan Adrian. Adrian menarik tangan Fene untuk duduk di pangkuannya. "Gimana kabar Veni.?" Tanya Fene santai sambil membukakan minuman kaleng kesukaan Adrian. "Good." Adrian menyeruput kopi dari kalengnya. "Hmmmm... you wanna kiss me.?" Mata Adrian terbelalak hingga tersedak kaget. Rasa tidak percaya akan permintaan Fene. "Seriosly.?" Adrian memindahkan tubuh Fene untuk duduk ke sampingnya. "I want to feel what a first kiss is before our illegitimate work begins." Dengan santai Fene mengambil remote tv untuk mengganti chanel lebih hot. Adrian tertawa terbahak-bahak, "Apa lo demam.?" Sambil memegang kepala Fene dengan punggung tangannya. "Gue pengen nyoba kali dri... tapi gue nggak punya pacar." Jawab Fene sambil tertawa. Adrian merasa aneh kepada sikap Fene selama ini, begitu santainya dia menjalani hidup tanpa ada pasangan. Hingga usia 24 tahun masih jomblo. Bisik Adrian. Adrian mengusap punggung Fene, "I will follow you once you reach the Netherlands." "Oooooh... apakah Kevin sudah menghubungi lo.?" "Belum, mungkin besok setelah keberangkatan lo." Adrian memeluk Fene, meyakinkan semua akan baik-baik saja. Fene menarik nafas panjang, sambil mencari nomor telfon Bram dan memanggil, mengingatkan agar datang tepat waktu untuk memberikan semua berkas dan kelengkapan Fene. "Siap nona fene. Bram di sini." Sayup-sayup suara Bram. "Besok, gue berangkat jam 11, jangan biarkan gue menunggu. Oke." Fene mematikan telfon, dan meletakkan keatas meja, duduk di pangkuan Adrian sambil berhadapan. Senyuman Adrian berubah seketika. "Gue normal yah Fen." Adrian menganggap Fene sedang mabuk. Tangan Fene sangat dingin tapi wajah agak sedikit ceria. "Kata lo normal, gue dari dulu di hadapan lo, lo pacaran sama Veni." Fene terdiam menutup mulutnya. Sambil menyembunyikan wajahnya di bahu Adrian. Adrian kaget mendengar pernyataan Fene yang tak pernah dia denger selama mereka bersama. Adrian mengatup wajah Fene dengan kedua tangannya, "Fene, you oke.?" Tanya Adrian. Seketika nafas Fene mendesah. Adrian tak bisa menahan sosoran pertama Fene ke bibir Adrian. Begitu lembut dan sangat bergairah. "Rasanya gue yang di perkosa cewek kali ini." Batin hati Adrian. Fene begitu liar dalam memainkan lidahnya didalam mulut Adrian, membuat Adrian terbuai dengan lembutnya bibir Fene. "Fene Claire Zurk... you oke.?" Nafas Fene makin memburu menciumi leher Adrian. Adrian mendengar desahan Fene yang tidak normal, Fene terus memaksa Adrian agar melakukan hal yang sama padanya. Adrian, menangkup wajah Fene, dan menggendong Fene menuju kamarnya. Adrian melihat satu lembar tisyu yang masih terletak di nakas samping tempat tidur Fene. "Shiiiit." Adrian berlari mengambil headset dan hp Fene menyalakan music ke telinga Fene agar Fene menikmati flynya. "Ini kerjaan Kevin." Bisik Adrian kesal. Fene berteriak-teriak memanggil nama Adrian. "Kiss me dri.... Dri... kiss me please." Desahan Fene membuat Adrian terus mencium bibir Fene. Adrian mengambil hpnya, mencari no Kevin. 'Angkat Vin....' Wajah Adrian mengeras geram kepada Kevin. "Yupz." Sahutan Kevin di seberang sana membuat Adrian marah. "Lo racunin Fene.?" Kevin yang sedang didalam room hanya ketawa, "Adrian...??? Bukannya... hmmm... udah deh, itu bagus banget buat Fene, secara itu nomor satu di Netherland." Kevin tertawa sambil menutup telfon Adrian. Adrian membanting hpnya dengan kesal. 'Sialan tu bocah, Fene kan nggak pernah begini.'Fene terus menggeliat dihadapan Adrian. Sambil memainkan payudaranya bak penari erotis. Adrian terus mencium bibir Fene, hingga terasa kebas. 'Kenapa gue nggak dikasih sih Vin.' Gerutu Adrian dalam hati. Adrian merasa ada yang tidak beres dalam celananya malam ini bersama Fene. 'Aaaaagh Fene, kamu begitu polos untuk menjadi penjahat.' Bisik Adrian. "Dri... hold me now." Erang Fene. Adrian membuka baju Fene, yang ternyata Fene tidak menggunakan branya. Melihat payudara yang menggemaskan, sangat cukup di telapak tangan Adrian membuat birahi Adrian tidak terkontrol, menikmati kedua gunung kembar Fene, hingga fene mendesah. Adrian menggigit pelan putting Fene, sambil melirik wajah Fene yang memerah dengan mata tertutup menikamti sentuhan Adrian. Fene melenguh, desahan anak perawan yang gila malam ini hanya dengan sebutir extasi erotix yang diberi Kevin tadi siang setelah meeting. "Dri... please..." Tangan Fene terus menekan kepala Adrian, rasanya Fene tidak mau menghentikan permainan Adrian pada payudaranya. Tangan Adrian terus bergerak liar ke bawah, dengan nafas memburu perlahan membuka kedua kaki fene dan membuka celana dalam yang menutupi bagian intim Fene. Adrian terus menciumi paha Fene, hingga terdengar erangan Fene sambil melepaskan headset yang ada di telinganya. "Dri... tonight is ours." Bisik Fene. Sambil membuka baju Adrian. "Fen.... Lo nggak normal Fen." Adrian terus melihat geliat tubuh Fene yang menari-nari di hadapannya. "Gue nggak bisa Fen." Adrian terus gelisah, antara lanjut atau berhenti. Fene terus meringis menggigit bibir bawahnya terlihat sangat sexi. 'gue nggak kuat fen." Adrian meremas rambutnya dengan perasaan frustasi. Dadanya bergemuruh, yes. Adrian duduk di tepi ranjang mendengar racau Fene malam itu memohon agar Adrian melakukan hal itu. Fene duduk memeluk Adrian dari belakang mengelus dada Adrian yang bidang, memainkan putting Adrian dengan jarinya. Adrian membalik, mencoba menatap Fene. Adrian menangkup wajah kiri Fene, sambil melumat dalam bibir Fene kembali dengan sedikit kasar, membuat Adrian masuk kedalam kegilaan Fene yang terus memohon. Pusaka Adrian sudah tiba di liang kemaluan Fene yang dari tadi di mainkan Adrian menggunakan lidahnya hingga terasa basah, Fene memohon agar Adrian melakukannya. 'ini yang pertama fen, ini pasti membuat lo nggak nyaman, tapi akan gue lakukan dengan perlahan. Janji gue tidak akan pernah meninggalkan lo setelah ini.' Terasa sangat keset, "Sreeeegh... aaaaaaaagh..." Adrian menembus keperawanan Fene. Fene menjerit sambil meremas tubuh Adrian. Air mata Fene mengalir, sambil menatap wajah Adrian dengan shook. Adrian yang sedang dalam keadaan on perlahan menggoyangkan pinggulnya hingga memberikan kepuasan kepada Fene sambil memainkaan payudara untuk mencapai orgasmenya. Adrian merasakan nikmat yang luar biasa. Dengan hati yang tidak karuan akan kejadian malam ini. Adrian menutup tubuh Fene yang terus menggigil sambil meracau dengan terus menangis memeluk Adrian. Adrian mengambil telfonnya. "Halo vin. Fene akan berangkat sama gue besok malam." "Wooow... berita bagus itu.. oke. Gue berangkat besok pagi. Lo gue tunggu di Shanghai." Kevin mematikan telfonnya. Mata Adrian terus menatap Fene yang masih setengah sadar, dengan cepat Adrian memberi Fene susu, agar pengaruh obat itu hilang lebih cepat. Setelah meminum beberapa gelas susu, Fene tiba-tiba tertidur di samping Adrian sambil memeluk erat tubuh Adrian. Adrian mengusap pipi Fene dengan jarinya."Bodoh sekali kamu fen." Bisik Adrian. 'Besok pagi, pasti semua berubah....' Mata Fene terbuka dengan tangan masih memeluk tubuh Adrian dan wajah bersandar di bahu Adrian."Eeeeeegh..." Erangan Fene terdengar di telinga Adrian. "Fen... you oke." Suara Fene terdengar pelan, "Sakit dri." Rengek Fene terdengar tidak biasa di telinga Adrian. "Istirahat dulu aja. Kita berangkat malam nanti ke shanghai, penerbangan terakhir." Jelas Adrian. Fene hanya menatap tubuhnya yang bugil di balik selimut bersama Adrian. Adrian menutupi tubuh Fene sambil berlari kecil menuju kamar mandi. Fene tersenyum sambil memegang kepalanya. Dalam hatinya ada perasaan bahagia. 'Apa ini cinta.?' Fene menikmati seraya tersenyum sendiri dalam hati. Flashback.. "Lo ama Adrian ade kakak.?" Tanya Kevin. Fene tersenyum sambil membuang tatapannya melihat keluar gedung dari kaca ruangannya. "Gue temenan doang. Papi ama Mami kita temenan dari dulu." "Bram.?" Tanya Kevin. "Teman, teman yang tidak akan pernah tau dimana ujungnya."Fene tersenyum menatap mata Kevin. "Oke... gue kasih ini, untuk meyakinkan hati lo terhadap Bram." Kevin memberikan bungkusan tisyu yang berisi extasi dari Netherland. Fene tidak pernah menggunakan obat terlarang itu, tapi ini akan menjadi salah satu bisnisnya bersama Kevin, Adrian, dan Bram. Fene menggeliatkan tubuh mulusnya di hadapan Adrian yang sedang mengibas rambut basahnya bak model majalah dewasa menggunakan handuk terlilit di pinggangnya. "Lo mau kemana.?" Fene mengerenyitkan jidat sambil mengangkat satu alisnya. Adrian menghampiri Fene, "Gue mau temuin Veni dulu, ngasih tau nanti malam kita ke shanghai. And..." Bibir Adrian terhenti. "And then.?" Fene mencoba mencerna ucapan Adrian. Adrian memeluk tubuh Fene, sambil mencium puncak kepala Fene."I Love You." Hanya kata-kata itu yang keluar dari bibir Adrian. Fene tertegun sambil berucap, "Love you too dri." Fene perlahan beranjak ke kamar mandi sambil berlari kecil seperti penguin. Mata Adrian terlihat liar saat melihat tubuh bugil itu berlalu dari hadapannya. Adrian membuka pintu kamar mandi melihaf Fene yang sedang berendam, untuk berpamitan. "Fen... gue pergi dulu yah. Nanti gue telfon lo." Fene hanya mengangguk sambil mengedipkan mata indahnya, Adrian berlalu menggunakan lift apartmen Fene Fene berendam sangat lama sambil memainkan busa yang memenuhi bathab, ditemani alunan lagu klasik kesukaan Papinya. 'Fene rindu Pi.' Tangisnya. Perlahan Fene menggapai telfonnya, mencoba menghubungi Kevin, tapi hp Kevin tidak aktif. 'kemana seeeh tu bocah.' Kesal Fene Fene mencari no Adrian. 'hmmmm' angkat dri. "Ya fen." "Lo pulang jangan lupa bawain gue makanan yang lain yah." Pinta Fene, sambil mendengar keberadaan Adrian di seberang sana. "Oke, nanti gue beliin. Wait yah." Adrian menutup telfonnya. Seberang sana.... "Kamu mau kita pisah dri.? Tadi malam kita baik-baik ajakan dri.?" Veni tidak bisa terima saat Adrian memutuskannya tanpa sebab. "Aku akan ke Shanghai Ven... daripada kamu nunggu aku nggak jelas, lebih baik kita pisah." Adrian terlalu menggebu. "Kasih aku alasan yang masuk akal. Lebih baik aku mendengar alasanmu walau sakit dri." Veni mencoba meyakinkan hatinya atas keputusan Adrian. "Oke.... Aku mencintai Fene." Adrian terdiam. PLAK... Pipi Adrian memanas seketika. "Kamu anggap aku cewek apa. Baru tadi malam kamu bilang kamu hanya menyayangi Fene, hari ini mencintai Fene, besok apalagi dri.?" Veni mengambil tasnya, berlalu pergi meninggalkan Adrian. Adrian sendiri masih bingung akan perasaannya, tapi dia tidak mau dalam posisi seperti saat ini, mempermainkan hati wanita. Adrian berusaha mengejar Veni untuk meminta maaf agar semuanya kembali ke awal, tapi sayang Veni begitu cepat menghilang. "Damn...." Adrian mengambil mobil di parkiran menuju restorant favorit Fene, dengan memesan beberapa makanan kesukaan Fene. Drrrrrt... drrrrt... hp Adrian bergetar. "Ya." "Adrian, gue udah di bandara, kalian dimana.?" Bram bernada kesal karena menunggu. "Astaga... sory bro... gue lupa kasih tau, kalau gue berangkat nanti malam bersama Fene." Tawa Adrian. "Bangke... bangke.... Gue udah nunggu dari jam 05.00 subuh di sini, setan." Bram mengakhiri telfonnya. 'Uuuugh... shiiit...' lupa gue telpon ni panglima. Adrian tertawa dalam hati sambil mendengar alunan music yang semakin lama, semakin merasakan kerinduan pada Fene. Setiba di apartmen Fene, Adrian tidak melihat Fene di ruang tv. "Fen... fene..." Adrian mencari Fene di tiap sudut ruangan. "I'm here..." Fene bersuara di kamar Mami dan Papinya. "Lo lagi ritual.?" Adrian memeluk tubuh Fene dari belakang sambil mengecup bahu Fene. Fene hanya diam sambil menikmati pelukan Adrian. "Udah makan.?" Adrian membalikkan tubuh Fene. "Udah, tadi gue minta masakin maid, nunggu lo kelamaan." Jawab Fene santai sambil mencium bibir Adrian dan mengalungkan tangannya di leher Adrian. Adrian hanya tersenyum, sambil memeluk tubuh Fene. "Makasih yah dri.?" Fene menarik Adrian ke ruang makan. "Thanx for what.?" Tanya Adrian. "Veni nelfon gue tadi, ngata-ngatain gue. Gue ngerti sekarang, ternyata lo cinta ama gue." Fene tertawa lirih dibalik telinga Adrian. Adrian hanya terdiam, sambil tersenyum. "Gue baru sadar setelah tadi malam." Sambung Adrian. "Lo terlalu cepat seeeh." Kekeh Fene sambil menjentik hidung mancung Adrian, persis pembalap Lorenzo. Mereka berdua bercerita tentang rencana pekerjaan mereka yang akan menghabiskan waktu lebih lama di beberapa negara. Shanghai... Kevin memeluk Adrian dan Fene, sambil tersenyum renyah. Matanya tertuju pada tubuh Fene. "You sexi girl." Goda Kevin sambil tetawa. "Kevin, lo kerjain kita yah, tunggu pembalasan gue." Adrian geram akan godaan Kevin kepada Fene yang saat ini sulit di jelaskan status hubungan mereka. Karena Fene meminta untuk Adrian menikmati hubungan ini dengan focus pada pekerjaan yang sedang mereka jalani. "Nyaman." Kata-kata itu yang selalu di jelaskan oleh Fene pada Adrian selama dalam perjalanan dari Jakarta ke Shanghai. Adrian Moreno Lim, Kevin Stuard, Fene Claire Zurk. Petugas imigrasi memberikan dokument mereka setelah melakukan pemeriksaan di ruangan khusus bandara. Fene membawa tas ransel yang telah di isi oleh Bram. Walau sedikit kesal Bram menunggu mereka di bandara, tapi Bram tetap setia menunggu sahabat seperjuangannya. Kevin di jemput oleh koleganya. Di fasilitasi dengan fasilitas kelas VIP, agar semua aman dan nyaman. Adrian dengan keahliannya bisa menggunakan bahasa Mandarin, membuat transaksi mereka sangat lancar untuk yang pertama. Misi mereka di shanghai berhasil membawa barang haram ke Netherland menggunakan kapal yang di kawal oleh Bram dan beberapa kolega dari shanghai. Bram pernah ikut pendidikan militer selama di Amerika membuat link mafia Bram beredar di manca negara. Bram Linkoln blesteran Amerika Indonesia memilih menjadi mafia selama di Amerika. Bertemu dengan Fene, saat perjalanannya ke Swiss bersama Kevin. Bram dan Adrian sangat akrab, tapi menjaga sikap saat bersama Fene. 'terkadang pria itu lebih cool untuk memperebutkan hati wanita.' Netherland... Adrian, Fene dan Kevin sedang asyik menghabiskan waktunya di apartemen yang mereka sewa. "Vin... Bram belum ada kabar.?" Tanya Adrian sambil menyeruput kopi expreso yang di pesannya melalui aplikasi. "Gue udah menghubunginya, tapi belum ada jawaban." "Bram udah menghubungi gue, dia minta jemput ke stasiun Amsterdam metro jam 12.00 ini." Fene membawa makanan kecil ke ruangan tv tepat di depan Kevin dan Adrian. Mata Kevin dan Adrian saling bertatapan seakan bertanya dalam hati. 'kenapa Bram tidak pernah menghubungi mereka.' "Oke."Adrian berlalu menuju kamar mandi kamarnya. Adrian kesal atas ketidakterbukaan Fene kepadanya. Kevin dan Fene hanya saling bercanda, menghitung keuntungan mereka. "500.000 million dollar" teriak bahagia Fene sambil memeluk Kevin. "Sssssst... kita jalani dulu dan secepatnya menemui Mr.Edward Lincoln." Kevin terdiam sejenak, melihat reaksi mata Fene yang hanya meracau soal shopingnya. Kevin hanya tertawa, sambil mengalihkan tangannya mengambil cemilan yang ada di depannya. Seketika Adrian muncul sambil melihat Fene dengan rona bahagia di wajahnya. "Dri, gue akan shoping ke Paris bersama Kevin." Sambil mengedipkan mata, membuat Kevin menjadi salah tingkah. "Kita jemput Bram dulu, baru kita lanjut perjalanan ke Paris dan pulang ke rumah." Sahut Adrian. Kevin hanya mengangguk, karena memahami perasaan Adrian. Selama di shanghai Fene sangat berubah, tidak manja seperti saat di jakarta. Adrian sedikit canggung akan sikap Fene, sepertinya diantara mereka tidak pernah terjadi apa-apa. Fene hanya sibuk dengan hpnya, sambil cengar cengir sendiri. Shanghai flashback.... "Ven... aku sangat memahami perasaanmu terhadap ku, tapi aku telah melakukan kesalahan kepada Fene, dan aku akan menebusnya Ven." Adrian menelfon Veni tanpa sadar semua pembicaraannya telah didengar oleh Fene. "Tunggu aku kembali, aku akan memperbaiki semua. Maafkan aku Ven." Adrian menutup telfonnya. Sambil merangkul bahu Kevin. Fene perlahan menutup pintu kamarnya, sambil menumpahkan kekecewaannya dibalik pintu tanpa di ketahui oleh Adrian. 'Begitu mudah Adrian ingin kembali tanpa mempedulikan perasaan ku.' Fene mengambil hp dan mencari nomor telfon Bram, untuk sekedar bertukar pikiran. Dadanya terasa sesak, terasa di permainkan oleh Adrian. "Bram... lo kapan sampai...?" Suara Fene terasa tercekat di tenggorokannya. Tak seperti biasa, sambil menahan tangis dan sesak didada. "Siap nona Fene, paling 2 atau 3 hari lagi gue sampai di Netherland. Kita akan menghabiskan waktu bersama bukan.?" Bram berusaha menghibur Fene. "Yes Bram... Cours..." sambil menutup bibirnya yang ingin berteriak. "Ok... see you sweety." Bram memberi ciuman dari jauh untuk Fene. Bram tau, akan hati Fene. Karena sebelum keberangkatannya Veni menemui Bram di bandara, stelah ribut dengan Adrian. Bram tidak terima akan sikap Adrian yang ingin memiliki mereka berdua. 'sangat egois.' Kesal Bram. Dalam diam Bram sangat mencintai Fene. Tapi Bram tidak pernah tau bagaimana cara dia mengungkapkan perasaannya. Bram tau perbuatan Adrian kepada Fene malam itu di Jakarta. Kevin telah memberikan bingkisannya kepada Fene, agar Fene menghabiskan waktu bersama Bram, bukan bersama Adrian. Tapi Adrian lebih cepat, dalam mempermainkan drama ini. Bisik Bram. Stasiun Amsterdam Metro.... Adrian berusaha merangkul pinggang Fene, tapi Fene seakan memghindar dari Adrian saat itu. Cuaca yang sangat dingin membuat Fene lebih sering menghebuskan nafasnya ke udara. Sambil bercanda bersama Kevin. Mata Adrian tertuju pada pria berkulit hitam yang dari tadi mengikuti mereka. Kevin yang sangat awas berusaha menjauh, dari tempat berdiri Adrian dan Fene. Kevin sudah memberi kode kepada Adrian agar Fene tetap stay cool dan menjauh dari posisi Adrian. "Vin.... Bram akan tiba sebentar lagi. Lo jangan jauh-jauh cari kopinya." Teriak Fene sambil memgambil koran yang ada disampingnya. Walau Fene tidak memahami bahasa belanda, setidaknya melihat gambar yang tertera saja sudah sangat cukup untuk menghindari Adrian. Bisik hati Fene. Adrian membisikkan untuk siaga kepada Fene. "Pria hitam di seberang sana sedang mengawasi kita. Jika dia melakukan sesuatu cepat amankan diri lo, kita akan bertemu di lokasi kedua." Fene mengangguk mengerti, sambil melipat koran yang ada ditangannya, memgambil hp dari kantong jaket dan menghubungi nomor Bram. Adrian menjauh dari Fene berjarak 500 meter. Tapi target pria kulit hitam bukan Adrian atau Kevin melainkan Fene. Mata Fene tertuju pada sosok Bram, pria bule amerika yang sangat tampan, mereka saling bertatapan. Ingin rasanya Fene berlari memeluk Bram, tapi apa daya, pria kulit hitam itu lebih dulu mendekati Fene. Fene mencari Adrian, dan menatap Bram dari kejauhan. Bram mengangguk. Sambil melambaikan tangan kepada Adrian. Fene di bawa oleh pria kulit hitam entah kemana. Jantung Adrian berpacu, sambil merangkul Bram berjalan dengan cepat meninggalkan stasiun. Apartemen... "Gue sudah menghubungi Fene berkali-kali, tapi hpnya tidak aktif." Risau hati Adrian sangat terlihat jelas di wajahnya. "Colling down bro... fene aman." Sahut Bram sambil mencari keberadaan Fene melalui kecanggihan laptopnya. "Apakah mereka orang lo Bram.?" Bisik Kevin. Bram berusaha melihat kebelakang mencari keberadaan Adrian. Tanpa sengaja mata Adrian bertatapan dengan sorotan mata Bram. "Apa lo sudah menemukan dimana Fene Bram.? Jangan ada yang kalian tutupi dari gue." Bentak Adrian dengan nada cukup tinggi. Kevin mendekati Adrian. "Santai bro... lo panik, gue juga panik. Gue juga nggak mau kenapa-napa sama Fene." "Lo urus, gue ada urusan sebentar." Adrian berlalu memasuki kamarnya. Kevin hanya mengangguk sambil menepuk pundak Adrian. Seketika memghampiri Bram kembali. "Kerjaan lo gila." Geram Bram. "Gue sengaja buat lo dan fene, bukan Adrian. Sory... gue salah akan hal ini. Tapi fene aman kan.?" Tanya Kevin. "Lo urus kelanjutan barang kita akan sampai jam berapa, gue akan menemui Fene. Jangan sampai Adrian mengetahui ini semua." Bram menepuk pundak Kevin sambil berlalu. Fene.... Fene terjaga dari tidurnya, yang rasanya habis dibius oleh orang berkulit hitam berakar besi, dengan mudahnya menggendong Fene. "Gue dimana...?" bisik fene. "Halllooo..." Fene melihat keluar jendela. Ternyata fene ada di suatu tempat kamar hotel yang tidak begitu jauh dari stasiun. Dari atas kamar, terlihat lalu lalang orang-orang yang melakukan aktifitasnya. Terdengar dari luar ada suara seseorang yang sedang menerobos masuk... 'siapa.' Batin Fene. Bram hadir di hadapan Fene, sambil tersenyum. Fene terlonjak, merasa tidak percaya. Bahwa yang ada dihadapannya adalah Bram. "What are you doing....?" Pekik Fene. "Jangan bilang lo mengkhianati kita Bram.??" Sejuta pertanyaan Fene terlontar. "kamu...?" Fene berlari mencari hpnya di nakas samping kasurnya, untuk menelfon Adrian. Bram mengejar Fene sambil memeluk tubuh Fene yang berhasil di dekapnya. Fene berusaha berontak, tapi Bram melempar Fene ke ranjang kamar hotel. "Bram..." tangis fene tiba-tiba terdengar. "Diam... sssst." Bram berusaha mendekati fene sambil mengelus puncak kepala dan memeluk fene yang ketakutan. "Gue kesini buat lo. Buat ngejauhin lo dari Adrian." Bram masih mengelus lembut kepala Fene. Tiba-tiba tangis Fene pecah, membalas pelukan Bram. "Gue kecewa Bram.... Hik hik hik..." tangis itu makin keras terdengar oleh Bram. "Fene... gue di sini buat lo. Buat kita, buat lo bebas dari Adrian." Pujuk Bram. "Tapi..." tangis Fene kembali terdengar. "Tapi apa.? Gue sayang ama lo Fen. Dari dulu sampai sekarang." Jelas Bram. "Teruuus..." wajah fene yang cantik, mengusap air matanya. "Kita akan ke swiss lusa. Setelah semua beres." "Adrian...?" "Adrian akan balik ke jakarta menyusul Veni." Bram terdiam sesaat. Fene memeluk Bram makin erat. "terus, maksud lo bawa gue ke sini apaan.?" Bram merenggangkan pelukannya, "Adrian itu saudara tiri ku fene." Kedua mata fene yang biru membesar. Serasa tidak percaya. "Tapi... nama kalian berbeda." Tanya Fene. "Ya... Aku Bram Lincoln anak satu-satunya Edward Lincoln... Sementara Adrian Moreno Lim, adalah anak Chiang Lim almarhum. Daddy Edward menikahi Mami Adriana setelah Papi Adrian meninggal." Mata Fene membelalak serasa tidak percaya. "Jadi Aunti mengenal mafia itu.?" "Bukan mengenal Fene, sampai saat ini Mami dan Daddy masih bersama. Hanya Daddy tidak ingin terjadi apa-apa terhadap Mami kalau tetap stay di Amerika." Jelas Bram panjang lebar. Fene terdiam sejenak. "kenapa Adrian tidak pernah menceritakan pada ku.?" "Karena bagi kami semua ini tidak penting Fene." "Ya pentinglah... " bantah fene sambil mengambil air mineral yang ada di sampingnya. Bram membuka tangannya lebar-lebar untuk memeluk Fene kembali. Fene malah tertunduk. Sambil menangis membayangkan semua kejadian malam itu. "Aku takut Bram." Tangis Fene. "Ada aku... kamu akan baik-baik saja. Aku akan menemui Adrian nanti malam. Kamu disini dulu yah... Mr.Alberth akan mengurus kepulanganmu ke Swiss." Jelas Bram. "Tapi, aku pengen ke Paris Bram." Rengek Fene. "Pulang dulu, nanti aku susul. Aku dan Kevin akan menyelesaikan project ini." Bram mencium puncak kepala Fene sambil mengelus lembut punggung Fene. Tanpa sengaja, Fene mengangkat kepalanya, dan mencuri bibir Bram. Bram dengan senang menyambut ciuman Fene. Fene mengalungkan tangannya keleher Bram saling menikmati ciuman hangat mereka berdua. Braaaak... Pintu kamar terbuka, Bram dan Fene terkejut, ternyata ada sekelompok mafia china yang mengetahui keberadaan mereka. Bram melindungi Fene untuk tunduk di bawah kasur. Bram mengeluarkan senjatanya, sementara Fene berusaha menghubungi Adrian dan Kevin. Suara tembakan menggema disisi ruangan, membuat Fene mencari tempat berlindung yang aman. Seketika Mr.Alberth, datang membantu Bram. Beberapa kali terdengar suara tembakan, hingga terkena bahu Fene yang sedang mencari tempat persembunyian. "Aaaaaagh.... Bram..." Fene mengerang memegang luka tembakannya. Suara Adrian hanya terdengar sayup-sayup. Fene sempat mengirim lokasinya ke Adrian. Fene bersembunyi di kamar mandi, sambil menahan sakit di bahunya. "fuck." Maki fene. Dengan bantuan Mr.Alberth bajingan china itu kabur. Sambil membopong Fene Bram dikejutkan dengan kehadiran Adrian dan Kevin. "Anjiiing... siapa mereka Bram.?" Tanya Adrian. "Gue nggak tau, bawa Fene dulu ke rumah sakit." Teriak Bram. Adrian mengambil alih tubuh Fene yang mulai melemah karena banyak mengeluarkan darah. Di temani Kevin, sementara Bram mencari mafia yang baru menyerang mereka. To be continue

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tide of Carnal Desire

read
17.8K
bc

Future Alpha Nix? (Book 3 -Azure Moon Series)

read
15.0K
bc

Revenge On The Rejected Alpha

read
12.7K
bc

The Alpha Assassin

read
41.9K
bc

The Luna he rejected

read
41.8K
bc

Spoiled by Her Second Chance

read
33.8K
bc

Descendants Of The Moon Goddess

read
92.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook