Menaruh Harapan PadaMuktamar NU ke 34 di Lampung

1826 Words
Sepekan terakhir, jelang Muktamar NU ke 34 di Lampung, seluruh warga nahdliyin berharap, pada 22-25 Desember mendatang akan tepat waktu. Mengingat, karena alasan pandemi Covid-19, pelaksanaan forum permusyawaratan tertinggi itu telah diundur beberapa kali dalam satu tahun terakhir ini. Rasanya, tak berlebihan pula jika kita semua menambatkan harapan bahwa Muktamar yang akan digelar di Lampung itu membawa dampak perubahan, sekaligus kemaslahatan. Tidak saja bagi elit (pengurus) jam’iyah, tetapi juga bagi seluruh warga jamaah. Bahkan untuk Indonesia dan dunia. Jika warga nahdliyin hanya bisa berharap, lain halnya dengan para pengurus NU. Baik Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, maupun Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten dan Kota), tanpa kecuali Pengurus Cabang Istimewa (dari luar negeri), tentu mempunyai tanggungjawab agar forum permusyawaratan tertinggi itu terlaksana dengan baik. Mereka adalah muktamirin, para peserta muktamar, yang terlibat secara langsung dalam proses perhelatan itu. Tantangan SDM Abad Kedua Inilah muktamar NU di pengujung satu abad masa khidmahnya. NU akan memasuki abad kedua. Dalam perhitungan hijriyah, pada 16 Rajab yang akan datang, NU memasuki usia ke 99. Pada 31 Januari 2022, NU berusia 96 tahun. Artinya, hasil muktamar kali inilah yang akan mengantarkan NU memasuki abad kedua. Di sini pula strategisnya. Tentu, gelaran muktamar itu sangat ditunggu. Bukan hanya oleh warga nahdliyin. Bangsa Indonesia, dan bahkan dunia, pun menantikannya. Maklum, NU adalah ormas terbesar. Dengan jumlah pengikut sekitar 116 juta, berdasarkan survei LSI Denny JA pada Pebruari 2019, organisasi para kiai ini menjadi kekuatan raksasa dunia. Sejarah telah mencatat demikian besar peran NU dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Salah satu aspek terpenting, bagaimana NU secara elegan menuntaskan hubungan antara paham keagamaan dan paham kebangsaan sebagai landasan kenegaraan, justru dengan jawaban agama, haruslah diakui bukan pekerjaan ringan. Bagaimanapun, jargon “Pancasila final dan NKRI harga mati” juga bukan sekadar slogan atas dasar kepentingan pragmatis belaka. Inilah perwujudan dari komitmen kebangsaan tertinggi. Hubbul wathan minal iman, demikian Hadlratus-Syaikh KH Hasyim Asy'ari merumuskan, menjadi bagian mendasar. Dengan prinsip keimanan inilah komitmen kebangsaan disandarkan. Sekali lagi, itu bukan pekerjaan ringan. Kalau boleh ditegaskan, itulah prestasi terbesar NU dalam satu abad pertama masa khidmahnya. Yakni, tuntasnya hubungan antara agama dan negara. Peran kesejarahan ini harus terus dikawal dan diteladankan. Kepeloporan yang semestinya ditebarkan untuk menjadi inspirasi dunia di saat banyak negara sampai kini masih selalu saja ribut dengan konflik “ideologis” atas nama agama. NU Mendunia Kita tidak memungkiri, NU juga telah menorehkan capaian yang membanggakan. Setidaknya, pada satu abad pertama ini, NU telah mendunia. Secara struktural, sampai akhir 2020 saja, jejaring kepengurusannya sudah ada di 137 negara. Tidak hanya di Timur Tengah atau negara muslim di Benua Afrika, bahkan juga di Amerika dan negara-negara besar di Eropa. Rintisan yang dimulai sejak awal 2000 an itu, tentu semakin membuktikan bahwa “gerakan” para kiai memang diterima dengan sangat baik. Bukan karena modal “kekuasaan” NU bisa diterima di banyak negara, tetapi karena nilai-nilai ajaran yang ditawarkan. Adalah Gus Dur yang sejatinya telah cukup lama mengkampanyekan itu ke berbagai belahan dunia. Ke depan, melalui jaringan struktural itulah nilai-nilai ajaran NU dipromosikan, tentu harus lebih massif dan sistematis, dengan kreasi dan inovasi sesuai perkembangan zaman. ke depan NU tentu harus memiliki blue print pengembangan sumber daya manusia untuk kemajuan NU dan bangsa Indonesia ke depan. NU sebagai organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia memiliki kontribusi besar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan membangun dan meningkatkan kesejahteraan warga NU, maka hal itu sekaligus membangun dan mensejahterakan warga Indonesia. Karena itu, NU harus terus berperan aktif dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan kesejahteraan warga NU. Pengembangan sumber daya manusia sangat erat kaitannya dengan menuju Indonesia maju. Indonesia yang maju harus tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas, professional dan terdidik. PBNU di bawah kepemimpinan Prof KH Said Aqil Siroj mampu melahirkan puluhan perguruan tinggi Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) di Indonesia. Selain itu, juga pengiriman kader-kader NU belajar ke luar negeri. Hal ini menunjukkan perhatian besar NU terhadap pengembangan sumber daya manusia. NU mampu menjadi lokomotif pengembangan sumber daya manusia di Indonesia karena memiliki perguruan tinggi sebagai lembaga pencetak sumber daya manusia, akademisi yang tersebar di berbagai perguruan tinggi dan lembaga lainnya. Selain itu, kader NU juga banyak tersebar di berbagai negara baik sebagai mahasiswa maupun akademisi di perguruan tinggi luar negeri. Melalui Muktamar ke-34 NU di Lampung, selain berbagai agenda pembahasan, pengembangan sumber daya manusia diharapkan tetap menjadi topik yang perlu mendapat perhatian muktamirin dalam sidang-sidang komisi. Muktamar ke 34 di Lampung 2021 ini bisa dicatat sebagai muktamar yang istimewa. Karena hasil muktamar ini – antara lain kepengurusan, akan mengakhiri masa satu abad dan masuk abad baru. Jika dihitung secara Hijriyah, 16 Rajab 1444 (bertepat 17 Feb 2023) usia NU mencapai satu abad. Sementara secara hitungan Masehi baru 31 Januari 2026 nanti kita merayakan seabad NU. Karena itu bisa dimaklumi siapa pun ingin ikut mengisi pejalanan bersejarah NU dalam memasuki abad baru, meski dalam partikel terkecil sekalipun. Siapapun dia yang nantinya terpilih sebagai pimpinan NU dia akan menyaksikan berkibarnya bendera NU di atas langit dunia. Tentu abad yang akan datang tidak sama dengan abad sebelumnya. Masyarakat semakin cerdas. NU yang akan datang harus bisa menjawab kebutuhan dan tantangan itu melalui tampilan pemimpinnya. Kita fahami jika dalam penyelenggaran Muktamar ke 34 ini banyak kendalanya dan semoga menjadi jendala keberhasilan NU ke depan. Soal Pandemi yang membuat jadwal kacau balau yang bisa kita ambil hikmahnya. Menatap NU memasuki abad Kedua adalah sebuah tekad bersama dalam memasuki hari-hari ke depan. Agenda regenerasi dan estafeta kepemimpinan akan ditentukan oleh Muktamirin di Lampung. Muktamar NU diprediksi akan berlangsung mulus dan penuh iklim sejuk, seperti jauh-jauh hari direncanakan. Sebagian pihak menyebut Muktamar bukan ajang Gegeran tapi lebih banyak Ger geran (penuh canda) namun tetap fokus dengan agenda Muktamar yakni regerasi kepemimpinan serta agenda NU menyongsong lima tahun ke depan. Waktu berputar sedemikian cepat, pendora tahun tak terasa mendekati tepat pada 2026, Nahdlatul Ulama akan berusia satu abad. Sebuah usia yang lebih dari cukup untuk disebut matang. Tetapi bukan satu abad itu yang perlu disongsong. Yang perlu disiapkan adalah bagaimana mewarnai perjalanan abad berikutnya yakni menyongsong NU memasuki abad kedua.Menyongsong NU memasuki Abadkjedua adalah sebuah upaya untuk meluruskan cara pandang dalam meneropong dimensi waktu yang akan datang(future). Dalam dua-tiga tahun terakhir, bahkan sejak Muktamar ke-33 NU di Jombang, semangat menyongsong satu abad NU telah didengungkan.NU lahir sejak awal sebagai jami'yah keumatan yang lahir dan selepas itu musnah ditelan bumi.Sebagai jami'iyyah yang keberadaan dibelakangnya banyak kyai dan santri berkelidan dengan waktu, NU selalu tampil mewarnai sejarah kebangsaan yang patut diperhitungkan. NU, ditahbiskan lahir di Indonesia dan illa yaumil qiyamah akan menjadi jami'iyah berpegang teguh dengan ahlus sunnah wal jama'ah.Sehingga keberadaan NU senantiasa dibutuhkan ummat sebagai sandaran kekuatan sosial dan keagamaan dalam konteks kebangsaan di Indonesia. Jadi keberadaan NU tidak ditentukan oleh berbagai ceremonial miladnya, apalagi tradisi NU hampir meliputi seluruh aspek kegiatan keagamaan. Yang lebih penting adalah bagaimana perkhidmatan NU di abad kedua nanti, yang ditandai dengan revolusi digital, namun keberadaan NU tetap terorganisasi dan SDM tetap tertata serta terintegrasi lebih sistemik lagi. Beberapa gagasan dan elaborasi penting disajikan antara lain; terkait upaya pengembangan organisasi dan reorganisasi yang berorientasi tidak lagi pada pendekatan geografi melainkan pendekatan komunitas. Tentu orang rindu, ketika era 90-an NU penuh dengan komunitas pemikiran anak muda NU yang progresif.Komunitas imaginer, yang tampil menjadi kekuatan kelas menengah serta melakukan berbagai penguatan (empowering) masyarakat sipil (civic education). Dan keberadaan komunitas NU itu hidup di luar struktur NU namun banyak berisi kalangan muda NU.Keberadaannya kemudian bermetamorfosa masuk ke berbagai lini partai politik, LSM, dunia pendidikan bahkan kursi eksekutif yang dikemudian hari dipuncaki dengan tampilnya Gus Dur sebagai Presiden RI. Gerakan kultural yang di kemudian hari merebut supermasi struktur negara adalah dialektika sejarah yang tidak perlu disesali, karena NU akan selalu mendapat beban sejarah, mengemban amanat tugas-tugas kebangsaan.Di sinilah letak, penyiapan kader ummat dan kader bangsa dari kalangan NU untuk berbagi tugas dan selalu dinamis mengaklerasi setiap perubahan jaman, tanpa harus NU terjun berpolitik praktis. Model road map, high polutik yang dipernalkan KH Sahal Mahfudz bisa menjadi rujukan dalam berpolitik namun secara santun dan sarat muatan politik kebangsaan. Tinjauan struktural Struktur organisasi NU saat ini secara hierarkis-demorafis mengikuti pola pemerintahan negara. Secara pararel dapat dilihat, NU berkantor pusat di Jakarta. Membawahi seluruh wilayah di Indonesia. Pengurus wilayahnya berkantor pusat di ibukota provinsi, dan seterusnya ke bawah. Pertanyaannya, apakah NU akan berkhidmat dalam kerangka sistemik yang sama persis dengan pemerintah? Dengan mengikuti model hierarki pemerintahan yang rentang kendalinya sangat panjang ini, sementara SDM dan pendanaan yang dimiliki relatif terbatas. Dengan pola hierarki ini, efektifkah NU selama ini menjalankan tugas pokok dan fungsinya? Di sinilah reorganisasi NU dibutuhkan. Pengembangan struktur futuristik ini, ke depan perlu mempertimbangkan dinamika stakeholders yang semakin terdiferensiasi seiring perkembangan zaman. Contoh, dinamika masyarakat urban yang tumbuh di perkotaan sudah mengalami diferensiasi yang semakin rumit. Ada masyarakat industri perkotaan seperti kalangan perbankan, kalangan industri kreatif dan jasa, yang pertumbuhannya sangat pesat. Perlu langkah antisipasi agar tokoh-tokoh NU tidak tersedot habis di jalur politik praktis (PKB,PPP dan berbagai parpol), namun NU harus terus senantiasa memperkyat kaderisasi internal untuk regenarasi kepengurusan di berbagai tingkatan.Ada banyak stok organisasi, dengan meluvatkan kader-kader militan NU dari lembaga pesantren, lembaga pendidikan yang bernaung di bawah NU.Ini semua sangat memerlukan pendekatan khusus. Dalam arti pengorganisasian tidak cukup hanya dengan pendekatan geografi. Tetapi perlu juga mempertimbangkan pengembangan struktur organisasi di komunitas-komunitas baru sesuai dengan perkembangan masyarakat urban, yang sangat dinamis, yang tak bisa dijangkau oleh eksistensi struktur organisasi yang terlalu administratif seperti pemerintahan negara. Menatap NU ke depan, NU harus berjejaring dan berinteraksi dengan komponen potensial yang lebih luas lagi, baik di tingkat domestik maupun internasional. Selama lima belas tahun terakhir tidak dapat dipungkiri terjadi interaksi yang semakin meningkat antarorganisasi dari berbagai jenis dan bidang. Berbagai perkumpulan, yayasan, jaringan kerja, perhimpunan, lembaga bantuan, kelompok hobi, bahkan instansi dan perusahaan swasta telah memperluas jangkauan kegiatan mereka ke bidang yang selama ini hanya menjadi trade mark kegiatan klasik organisasi nirlaba.Penguatan ekonomi warga NU berbarengan dengan penguasaan iptek sebagai perangkat memenangkan persaingan era digitalisasi menjadi penting dipersiapkan dengan hadirnya kader NU milenial yang baru namun jangan lupa untuk tidak tercerabut dari akar dan tradisi NU. Dalam perkembangan situasi ini, akan muncul berbagai lembaga, instansi pemerintah maupun swasta yang bakal mengincar kompetensi, expertise dan waktu pengurus NU yang sangat berharga. NU tidak mungkin mengelak dan harus berjejaring dan bekerjasama dengan pihak tersebut. Sebab jika tidak, NU akan merasakan kesulitan menghadapi ragam persoalan kemasyarakatan secara sendirian di zaman yang semakin multidimensional itu.Jadi pilihannya, NU harus aktif masuk ke wilayah sistem yang lebih besar, baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Ketidaksiapan masuk ke wilayah sistem yang lebih besar ini akan membawa NU hanya pada saling ketergantungan dalam berbagai dimensi. Kekurangan di daerah dilimpahkan ke pusat, kelemahan di pusat dilemparkan ke daerah, dan seterusnya. Inilah situasi yang amat sangat tidak boleh terjadi. Situasi yang menempatkan NU menjadi bagian dari suatu kesatuan sistem, dimana NU akhirnya hanya menjadi sub-sistem peradaban.Padahal, NU masa depan, NU harus hadir sebagai aktor pengubah dan pembaharu peradaban. (***) Aji Setiawan, mantan Litbang Pengurus Cabang PMII Jogjakarta Aji Setiawan Simpedes BRI a/n Aji Setiawan ST KCP Bukateja no cc: 372001029009535
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD