PERATURAN DARI SUAMI

1247 Words
Tepatnya malam minggu, pernikahan dadakan itu akhirnya terlaksana juga, setelah semua para saksi mengucapkan sah atas pernikahan itu. Tepatnya di rumah Adam. Meski guratan kecewa masih terpampang jelas di wajah keluarga Aura, namun setidaknya masih ada yang dibanggakan dengan kejadian itu.   “Untung saja, laki-laki itu tampan. Ditambah lagi kamu bilang kalau dia itu manager ditempat kamu bekerja,” ujar Sasmita bernada kecewa. “Tapi tetap aja, dia itu duda. Kamu harus bersedia mengurus anak yang bukan anak kamu sendiri,” sambung wanita paruh baya itu.   “Mungkin ini sudah takdir, Bu. Ayah dan ibu bisa percaya padaku, bagiku itu sudah lebih dari cukup,” sahut Aura.   “Lagian, kok bisa kalian ada di tempat yang sama?” Lily sang adik pun masih penasaran.   “Yang jelas, Adam waktu itu niatnya mau ke mesjid, Bu. Lewat situ lebih dekat. Nggak tahunya kejadian begitu. Addduuuhh, udah deh. Jangan dibahas lagi. Udah nikah juga,” gerutu Aura.   “Tapi bagaimana ibu harus menghadapi tetangga kita kalau mereka tahu kamu menikah di sini? Bukannya menikah di rumah kita? Bisa jadi orang-orang akan mengira kalau kamu bunting duluan,” Bu Sasmita berucap sedih sembari menimbang-nimbang apa yang melintas di fikirannya dengan resah.   “Huh, ibu. Ini ‘kan baru menikah. Belum resepsi. Kalau ada yang tanya, ibu bisa bilang kalau ini permintaan aku atau suami aku karena kami kerja di tempat yang sama. Hm, itung-itung menghindari pacaran, jadi diminta menikah. Jelas begitu saja. Ibu nggak usah khawatirkan omongan orang,” pinta Aura.   “Jadi, bagaimana? Apa malam ini, kita semua akan menginap di rumahnya ini?” tanya Bu Sasmita.   “Kalau ibu merasa tidak nyaman, ibu bisa ke kos-an aku. Lagian hanya untuk malam ini saja. Nanti aku kabari Selsi,” ujar Aura.   Belum sempat keduanya melanjutkan percakapan itu, Bu Zulaikha, ibunya Adam pun menghampiri sambil menggendong cucu laki-lakinya yang belum genap berusia 1 tahun.   “Ibu,” sapa Aura pada mertuanya itu. Bu Zulaikha hanya tersenyum simpul menanggapinya.   “Sebenarnya, saya juga terkejut dengan kejadian ini. Saya tidak menyangka kalau Adam akan mengambil keputusan secepat ini,” ujar wanita itu.   “Tapi, ibu tahu ‘kan kebenarannya seperti apa?” tanya Bu Sasmita. Wanita yang merupakan besannya itu pun mengangguk.   “Yah, saya tahu. Saya kenal betul bagaimana Adam. Ia tidak mungkin melakukan hal seperti itu,” jawabnya.   “Lalu, apa ibu juga merestui hubungan ini?” tanya Aura.   “Apa pun yang terjadi hari ini, tidak jauh dari campur tangan Sang Ilahi. Kita semua pasti akan mengambil hikmahnya,” ujar Bu Zulaikha. “Tapi, saya juga tidak akan menyembunyikan apapun dari keluarga baru ini. Tentunya, Nak Aura juga sudah tahu kalau Adam itu baru saja menduda,” sambung ibu mertuanya itu.   “I-iya, Bu,” jawab Aura.   “Nah, ini adalah Ezra. Pura dari Adam dan Almarhumah istrinya, Ismi. Masih belum genap 1 tahun. Saya hanya meminta agar kamu jadi ibu sambung yang baik, yang bisa memberikan kasih sayang pada cucuku ini,” ujar wanita itu dengan mata berkaca-kaca.   Aura hanya menatap anak laki-laki itu. “Anak yang belum puas dengan kasih sayang ibunya. Bahkan keluarga dari pihak ibunya, sangat ingin Ezra diserahkan pada mereka. Tapi Adam tidak membiarkannya. Karena bagaimana pun, anak ini adalah tanggung jawabnya,” jelas Bu Zulaikha.   Mendengar itu, hati Bu  Sasmita pun mengiba. “Aura pasti bisa menyanginya dengan baik. Karena ia juga sangat penyayang pada anak-anak. Yah ‘kan Aura?” ujar ibunya pada Aura.   “Eh? Aku-aku akan berusaha sebisaku, Bu,” jawabnya terbata.   Bu Zulaikha mengelus kepala Aura yang masih lengkap dengan accessories pengantin. “Aku percaya kalau kamu memang gadis baik yang tiba-tiba dikirim untuk mendampingi Adam. Membantu Adam untuk membesarkan Ezra. Ibu harap, kamu bisa bersabar menerima sikap Adam,” pinta Bu Zulaikha.   Kalimat wanita itu sempat membuat mereka yang mendengar saling bertatapan. “Memangnya, kenapa dengan Adam? Apa dia tidak setuju dengan pernikahan ini?” tanya Bu Sasmita menunjukkan keresahan.   “Tidak begitu sepenuhnya, Bu Sasmita. Kita tahu, kalau pernikahan ini terjadi karena kesalahpahaman. Jadi, mungkin saja kalau keduanya masih butuh waktu untuk beradaptasi antara satu dengan yang lain. Apa lagi Adam. Dia masih sangat terpukul dengan kepergian Ismi yang begitu mendadak. Belum genap 3 bulan. Jadi saya fikir, alangkah baiknya kalau saya mengingatkan Aura untuk bersabar,” papar wanita itu.   Dan akhirnya, mereka yang ada di situ mengerti dengan penjelasan wanita itu. Aura juga masih sempat menoleh ke arah Adam yang masih berbincang dengan beberapa rekannya. Termasuk Pak Rizal, ayah Aura sendiri.   “Tapi sepertinya, Adam juga laki-laki yang baik, Bu. Bahkan dia juga berbicara baik terhadap ayahku,” komentarnya pada mertuanya itu.   “Ibu harap semoga memang demikian Nak Aura,” ujarnya.   “Apa Ezra sudah mau tidur?” tanya Aura menatap anak kecil di pangkuan ibu mertuanya itu.   “Sepertinya begitu. Karena Ezra juga baru makan,” jelas Bu Zulaikha.   “Berikan dia padaku, Bu!” pinta Aura untuk memangku anak laki-laki itu. Bu Zulaikha dengan senang hati mempercayakan cucunya pada Aura.   “Apa keluarga dari pihak almarhumah istri dari Adam juga sudah tahu dengan pernikahan ini?” tanya Bu Sasmita. Aura yang baru saja menepuk-nepuk punggung bayi itu pun menatap ibu mertuanya.   “Itu dia. Aku juga belum tahu apakah Adam sudah memberi kabar pada mereka,” ujar Bu Zulaikha.   “Memang sebaiknya, keluarga itu juga harus diberi tahu,” lirih suara Bu Sasmita.   “Iya. Tapi memang sebaiknya Adam saja yang memberi kabar ke sana,” ujar Bu Zulaikha.   Terdengar suara mulai riuh yang ternyata pembicaraan di pihak laki-laki sudah mulai bubar. “Kalau begitu, kami juga permisi untuk pulang, Bu Zulaikha. Titip putri kami,” ujar Bu Sasmita yang sebenarnya masih tidak percaya dengan semua ini.   “Lho, memangnya Bu Sasmita mau kemana? Apa tidak sebaiknya menginap di sini dulu? Kita tidur rame-rame gitu?” Bu Zulaikha dengan ramah menawarkan.   “Ah, tidak usah. Terima kasih, Bu Zulaikha. Biar kami  tidur di kos-an Aura dulu bareng sama Nak Selsi,” tolak Bu Sasmita dengan halus.   “Iya, Bu. Biar Selsi juga ada temannya. Lagian, besok orang ibu juga bakalan pulang dan mempersiapkan pesta di sana untuk syukuran,” jelas Aura. Bersamaan dengan itu, Adam pun mendekat.   “Kalau begitu, biar Anto yang mengantarkan Bapak, Ibu, Adik dan juga Selsi pulang ke kos-an,” ujar Adam.   “Eh, ya. Terima kasih,” jawab Aura canggung.   Mereka pun kemudian mengantarkan keluarga Aura menuju mobil Adam. Walau sebenarnya kos-an Aura juga tidak terlalu jauh dari rumah Adam. Namun, itu sebagi penghormatan untuk keluarga barunya.   “Bisa kau ikut aku ke kamar?” bisik Adam sesaat keluarga itu baru saja beranjak dari hadapan mereka.   Fikiran Aura sudah melayang kemana-mana. “Apa? Secepat itu dia mengajak aku ke kamar?” gumamnya dengan jantung yang berdegup kencang. Meski begitu, Aura sebagai istri yang penurut tetap memnuhi ajakan Adam.   Sesampainya di dalam kamar, dan Aura menutup pintu menghadap Adam yang membelakanginya untuk membuka jas. Aura masih gugup bahkan gemetaran.   “Kau? Mau apa memanggilku ke kamar?” tanya Aura terbata.   “Jangan berfikir berlebihan. Aku memanggilmu ke sini hanya memberi peringatan. Kalau ujur saja, aku tidak bisa mencintaimu. Selama kamu masih bersamaku, tolong jangan banyak bicara! Kerjakan  mana  yang menjadi tugasmu, kecuali tidur bersamaku! Karena kita akan tidur di dalam ruangan yang sama, tapi tempat yang berbeda. Dan untuk biaya, tetap akan aku berikan. Peraturannya, terserah kamu! Dimana kamu lelah dan tidak tahan, kamu bisa mengajukan gugatan, kapan pun kamu mau! Aku rasa itu sudah sangat jelas,” papar Adam yang justru membuat Aura tercengang dengan perasaan yang berkecamuk.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD