Delina Vs Rico

1137 Words
“Ma, minta uang, dong!” “Kamu mah pulang tuh cuma buat minta uang, kamu dari mana semalam?” tanya Linda geram. “Latihan Band lah, ngapain lagi atuh, Ma?” jawab Rico cuek. “Aa main Band di rumah Si A Ilham lagi?” sambung Delina. “Yo iii, kamu ngeceng Si Ilham ya?” tanya Rico dengan lirikan mata yang menggoda. “Ih, males banget!” Delina membalas Kakaknya dengan sengit, sambil memukulkan bulu kemoceng yang ada di tangannya ke arah Rico. “Sudah-sudah dari pada adu mulut, sana beres-beres, heran... bentar lagi magrib malah pada ribut.” “Ma, aku mau kerjakan PR dulu, ya,” kata Delina kepada Linda. “Nih, ambil, ingat... Be-res-be-res!!” Delina menekankan. Lalu menyerahkan kemoceng ke tangan Rico, dan pergi dengan gontai. “Eh, apa-apaan ini?” tanya Rico jengkel. Melihat mata Linda melotot, Rico dengan terpaksa buru-buru membersihkan perabotan yang ada dalam jangkauannya dengan kemoceng hingga debu-debunya hilang. Tidak berapa lama Delina sudah sampai di kamarnya, sebuah kamar berukuran 3 X 4 meter, interior kamar biasa saja, tidak ada yang aneh-aneh, kamar dengan nuansa pink dan ungu layaknya kamar anak remaja putri pada umumnya. Di pojok ruangan ada sebuah gitar dan boneka Hello Kitty berukuran jumbo, boneka itu hadiah ulang tahun dari Ilham teman Rico, untuk Delina tahun lalu. Bukan, jangan salah paham, tidak ada yang istimewa, Ilham memberikan boneka itu, lantaran Delina sudah membuatkan lirik lagu untuk dibawakan Bandnya bersama Rico. Hanya sebagai hadiah biasa. Ruang kamar Delina relatif sempit, hanya cukup satu buah kasur single bed, sebuah lemari kecil, dan meja belajar. Tapi meskipun sempit dan sesak, Delina itu orangnya resik, sehingga kamarnya selalu bersih dan wangi, tidak lupa ia selalu mengganti pengharum ruangan setiap tiga bukan sekali, karena kalau setiap bulan tidak ada budget. Selain terdapat gitar dan boneka pemberian Ilham, tertempel juga foto-foto Delina bersama geng nya, di cermin dan tembok di samping ranjang. Meja belajar sengaja diletakkan tepat dekat jendela, agar setiap kali mumet belajar, ia bisa refreshing dengan melihat lalu lalang motor di jalan. Kamarnya bersebelahan dengan kamar Kakaknya, Rico. Berbanding terbalik dengan suasana kamar Delina, kamar Rico seperti puing-puing kapal pecah. Kertas-kertas cord gitar bertebaran di mana-mana, belum pakaian kotor, bahkan kadang pakaian dalam tergeletak begitu saja di lantai. Memalukan sekali. Yang paling mencolok adalah foto seorang wanita, yang sudah diberi figura berwarna kuning keemasan. Rambutnya panjang, kulitnya putih, bibirnya pink, ya ampun, cantik banget, mirip Yoona. Tentu saja, itu kan memang dia. Menggelikan sekali ketika melihat perawakan Kakaknya Delina yang tegap dan macho abis, tapi diam-diam fans berat Im Yoon-ah. Pantas saja sampai sekarang ia belum punya pacar, seleranya seperti member Girl’s Generation, mau cari di mana? Tapi kabar baiknya, Rico masih normal, karena ia masih suka perempuan meski tak punya pacar. Delina sibuk membuka buku pelajaran Fisika, ia sudah menandai bagian mana yang merupakan PR yang diberikan tadi siang saat di sekolah. Fisika adalah salah satu pelajaran favorit Delina, ia sangat senang ketika pengumuman penjurusan bisa masuk kelas IPA. Baru saja Delina mengambil sebuah pensil dari kotak alat tulisnya, ia mendengar pintu di ketuk. “Aduh, apa lagi sih?” gumamnya dalam hati. Delina membuka pintu dengan wajah sedikit ditekuk, tampak Rico sudah berdiri di depan kamar. Di tangannya ada dua batang coklat kacang mete. “Apa lagi?” tanya Delina malas. “Bener nih gak mau?” “Mau apa emang?” Riko memamerkan dua batang coklat ukuran besar di depan muka Delina. Melihat coklat, Delina mendadak menjadi kalap, senyuman manis yang dibuat-buat tersungging di ujung bibirnya. “Eits, tunggu dulu!” kata Rico tiba-tiba. Kemudian kembali menyembunyikan coklat-coklat itu di belakang punggungnya. “Biaya kurir 50%,” lalu Rico memberikan sebatang untuk Delina, dan menyimpan sebatang lagi untuk dirinya. “Makasih, Kakakku!” kata Delina gembira. “Lama-lama kamu bisa-bisa jadian sama Si Ilham,” komentar Rico. “Profesional lah, business is business,” “Ya iya lah, belum tentu juga dia mau sama kamu,” Riko menyeringai kemudian kabur ke kamarnya. Rico itu Kakaknya Delina, usianya 21 tahun, terpaut empat tahun dari Delina, tapi tingkah lakunya masih kekanak-kanakan. Pekerjaan pokoknya adalah adu mulut dengan Delina, dan nyambi sebagai pemain Bass sebuah grup Band, Band biasa saja, tampil di cafe juga jarang. Tapi sekali latihan bisa tiga hari tiga malam, mengalahkan grup Band profesional. Delina membuka bungkus coklat dari Ilham, ini bukan coklat biasa, tapi coklat impor. Harganya pasti mahal. Ilham itu teman Rico, partner bisnis Delina. Ia sering minta dibuatkan lagu oleh Delina. Agar tidak terlihat gratisan, Ilham sering mengiming-imingi Delina dengan berbagai barang-barang, yang belum hanya Iphone saja. Posisi Ilham dalam hierarki grup Band adalah produser sekaligus vokalis. Dan biasanya vokalis memang yang paling ganteng. Usia Ilham sebaya dengan Rico, dulunya mereka satu SMA, hanya saja Ilham melanjutkan ke jenjang kuliah nyambi bermain Band, Rico tidak. Alasannya apa lagi kalau bukan biaya, selain itu Rico memang bukan tipe orang yang suka belajar, seandainya Sam mampu membiayai kuliah, sudah dipastikan Si Rico jadi mahasiswa tukang bolos kuliah. Jadi bersyukur Sam memang tidak mampu membiayai kuliah Rico, kalau pun mampu malah buang-buang uang nantinya. Tring... tring…. Notifikasi pesan masuk, Delina buru-buru menyambar HP yang tergeletak di meja belajar. “Coklatnya sudah sampai?” ternyata pesan dari Ilham. “Udah, A, makasih ya,” tulis Delina diikuti emot senyum. “Sama-sama,” balasnya lagi. “Order lagi gak, A?” tanya Delina, sudah cocok sebagai SPG di konter yang sedang meningkatkan penjualan. “Siap, sekalian tulis kunci gitarnya ya,” sepertinya Ilham memberi lampu hijau, positif akan kembali order lagu. “Beres, A! Temanya masih yang melow-melow kan, A?” “Iya, tapi jangan yang kaya putus cinta gitu ya, bikin mewek (menangis),” tulis Ilham dengan emot menangis sampai 2 baris. “A Ilham baru putus cinta ya? Wkwkwk" “Bukan putus cinta kalau aku sih, putus asa, bingung mau kasih ongkos nulis lagu apa lagi sekarang, masa bulak-balik coklat sama boneka, kalau kasih bunga nanti takutnya gimana-gimana gitu, ya kan,” Delina masih menggenggam HP di tangannya sambil berbaring di atas tempat tidur, membaca pesan Ilham membuat senyum kecil mekar dari bibirnya. Ketika sedang berpikir keras untuk membalas pesannya, tiba-tiba notifikasi pesan lainnya masuk di HP. “Udah jangan chatting-an mulu sama Si Ilham, tuh Mama suruh Shalat, udah Magrib!!!” pesan Rico dengan membubuhkan tiga buah tanda seru. Ternyata selain sedang berkirim pesan dengan Delina, di waktu yang bersamaan Ilham sedang chatting dengan Rico membicarakan urusan Band nya, dan iseng mengabari Rico bahwa ia tengah berbalas pesan dengan adiknya. “Huh… A Rico udah kayak hantu aja, tiba-tiba nongol. Iya… iya… bentar ah, berisik amat, ini juga mau Shalat!” balas Delina. Delina menyimpan HP di atas bantalnya, kemudian ke luar kamar, untuk bersiap Shalat Magrib. sambil membuka pintu kamar, Delina keluar, memang sulit mempunyai kakak yang kelewat perhatian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD