Kedatangan Jia

1161 Words
Kayra sedang mempersiapkan kebutuhan Daren di hari pertamanya bekerja. Semalam ayahnya memberitahu jika Daren akan langsung diterima di perusahaan itu. Sampai Kayra merasa senang sekaligus bersyukur setelah mendengar kabar itu. "Udah mandinya?" Daren baru saja keluar dari kamar mandi dengan hanya menggunakan handuk setengah badan. Kayra pun langsung menyambut suaminya dan memberikan sepasang pakaian yang telah ia siapkan tadi. "Ini pakailah," ucap Kayra lagi. Daren pun tersenyum, ia mengambil pakaian itu dari tangan istrinya. "Makasih, Sayang." Begitu menerima pakaian dari tangan sang istri, Daren pun segera memakainya. Tentunya ia lebih bersemangat lagi. "Neng, kelihatannya kamu lagi seneng," cetus Daren yang sudah memperhatikan Kayra sejak tadi. Jarang-jarang istrinya tersenyum terus seperti ini. "Jelas aku seneng dong, kamu dapet pekerjaan lagi, Mas." Daren terkekeh. "Oya? Kalau begitu doakan aku agar aku betah kerja di sana." "Hmm, tentu, aku selalu doakan kamu yang terbaik." Daren tersenyum lebar dan mengelus ujung rambut Kayla. Istrinya ini memang begitu perhatian. Tanpa mereka sadari sejak tadi, di bawah sana terdengar suara ribut. Entah apa yang sedang terjadi, tapi sepertinya Kayra mengetahui asal suara itu. "Bentar, apa Mas denger di luar ribut? Kayaknya itu suara Kak Jia deh, apa Kakak ada di sini?" gumamnya tersadar. "Hmm, sepertinya iya, apa kita keluar untuk memastikannya?" tanya Daren demikian. "Ya udah yuk keluar!!" Ingin memastikan jika itu benar-benar suara sang kakak, mereka berdua pun keluar dari kamarnya dan segera turun. Rupanya Kayra tidak salah dan dia bisa tahu kalau sang kakak ada di sini. "Kak Jia!!" panggil Kayra. Seorang perempuan yang sedang menggendong bayi itu menoleh ke arah Karya dan Daren. Ia tersenyum. "Kayra? Hei, kamu apa kabar?" Kayra pun langsung memeluk sang kakak dan berkata, "Baik, kakak apa kabar?" tanya Kayra sebaliknya. "Baik juga, eh, kok kamu ada di sini sih!! Sejak kapan kamu ke rumah ibu?" "Kemarin, Kayra hanya numpang di sini," jawab Elisa menyela. Sementara tatapannya mengalih ke Daren yang sedang berdiri di sana. Bukan hanya Kayra saja yang kaget akan perkataan itu, akan tetapi Jia pun tidak mengerti kenapa sang ibu bisa bicara seperti itu sama anaknya sendiri. "Ibu ini bicara apa?" tanya Jia tak paham. Elisa dengan tangannya yang bersedekap dan kedua mata sedikit mendelik ke arah Daren itu pun meneruskan. "Ya, biasa lah, suami gak becus bahagiain istri dan malah ikut numpang di rumah orang tua istri itu namanya gak berguna, bukan?" cetusnya lagi. Elisa yang mendengar pun terkejut. Bagaimana bisa mereka tinggal di sini untuk sementara waktu? Bukankah Kayra sudah bahagia tinggal berdua di jauh tempat? "Kay ..." "Enggak Kak, bukan seperti itu." Kayra pun menyela, ia pun menjelaskan apa yang terjadi terhadap keberadaannya di sini. "Aku cuma ikut tinggal di sini untuk sementara waktu sampai Mas Daren dapat pekerjaan yang layak doang kok!!" "Ada apa ini? Loh, kok ada Kayra di sini?" bukan hanya Jia yang aneh dengan keberadaan Kayra, rupanya suami dari Jia sendiri pun merasa begitu. Jarang-jarang, sebab biasanya Kayra berkunjung hanya di waktu tertentu saja. "Ini loh sayang, katanya Kayra sama Daren numpang di sini selama Daren dapet pekerjaan yang layak katanya," timbal Jia. Hei!! Ada apa dengan mereka? Kali ini pun Jia seperti tidak menyukainya. Bukankah biasanya adik kakak itu akur dan saling mendukung? "Apa? Jadi Daren ini pengangguran?" kata Hans. Hans ialah pria dari keturunan luar, ia juga memiliki wajah tampan dan tubuh yang sempurna. Banyak orang yang menyukainya termasuk Elisa. Bukan hanya tampan, Hans ialah pria kaya dan bahkan hartanya tidak akan habis tujuh turunan. Itu sebabnya kedatangan mereka selalu disambut hangat. Namun, berbeda dengan Kayra dan Daren. Kalau dibandingkan, di mata Elisa Daren tidak ada apa-apanya dengan menantu kesayangannya yaitu Hans. Dari dulu, Elisa memang tidak suka dengan orang miskin seperti Daren itu. Pria yang bernama Hans itu pun mendekat ke arah Daren dan memperhatikannya dari atas sampai bawah. Tinggi badan mereka sepantar, hanya saja badan Hans lebih kekar dari pada Daren. "Kau ... pengangguran?" katanya lagi seolah sedang mengolok nya. Daren hanya diam di sana. Ia tak berkutik sedikitpun saat Hans memperhatikan penampilannya pagi ini. "Haha ..." tetapi Hans malah tertawa. "Astaga!! Ternyata masih ada cowok yang seperti ini di dunia ini. Bisa-bisanya dia numpang di rumah mertua dengan keadaan seperti ini. Haha ... apa itu artinya kau hanya ingin gratisan? Astaga ..." Hans pun kembali tertawa. "Ya kayaknya begitu. Makanya sejak awal ibu tidak menyukai Daren sebab dia lelaki payah yang tidak bisa membahagiakan istrinya sendiri. Apalagi Kayra itu anak ibu. Ibu mana yang gak kesel liat anaknya menderita seperti ini," cetus Elisa. "Kenapa? Apa kalian gak suka? Kalau begitu mulai sekarang aku gak mau tinggal di sini lagi. Walaupun suamiku baru mau melamar pekerjaan, tapi aku yakin dia bakalan diterima dan kalau suamiku sudah dapet pekerjaan, besok pun aku sama suamiku akan pindah dari sini." Kayra marah setelah apa yang Hans katakan terhadap suaminya. "Apa kamu bilang? Seyakin itukah kamu kalau suamimu bakalan diterima kerja?" sambung Jia. Kayra terlihat gugup. Walaupun ia mendengar kabar dari sang ayah jika Daren akan langsung diterima bekerja, tetapi hal itu masih meragukan. Masalahnya, Daren hanya menggunakan identitasnya dari kartu penduduk saja tetapi tidak dengan menggunakan pendidikan terakhirnya sebab semuanya telah lenyap sejak rumahnya terbakar. "Itu ..." "Nah kan!! Makanya kamu itu jangan langsung kepedean kalau suamimu bakal langsung diterima kerja. Bukankah suamimu gak pernah menunjang pendidikan?" cetus Jia lagi. "Mas Daren sekolah, dan dia punya pengalaman bekerja sebelumnya, hanya saja cv Mas Daren tidak lengkap sebab semuanya sudah terbakar. Kak, kenapa kakak seperti ini? Bukankah kakak suka mendukung apa saja yang aku suka?" "Jadi, apa kamu suka sengsara seperti ini? Suami kamu pengangguran dan lebih milih untuk numpang sama ibu di sini?" kata Jia lagi. Kali ini sikapnya seolah berubah. "Ini semua bukan keinginan Mas Daren, tapi keinginan aku," balas Kayra. "Apa? Jadi maksud kamu, kamu sendiri yang saranin buat tinggal di sini dan membiarkan pria ini tidak berpikir demikian? Enak banget kamu." "Ini semua memang keinginan Kayra, tapi kalau kalian tidak suka kami tinggal di sini aku akan bawa Kayra pindah sekarang juga. Maaf telah mengganggu kenyamanan ibu dan aku juga akan bertanggung jawab atas istriku. Ibu tidak usah khawatir, sebisa mungkin aku bakal bahagiakan anak ibu." Geram dengan ucapan mereka seolah menekan sang istri, akhirnya Daren angkat suara. "Apa katamu? Pindah sekarang? Hei!! Apa kau lupa kalau kamu ini pengangguran sekarang? Uang dari mana sampai kamu mau bawa Kayra buat tinggal sama kamu lagi, huh?" balas Elisa. "Seharusnya yang pergi dari sini itu kamu sendiri, gak usah bawa-bawa Kayra segala. Lebih baik Kayra tinggal di sini dan kamu yang angkat kaki dari rumah ini," sambung Elisa lagi. Kali ini pun Daren angkat suara. "Bu, Kayra itu istriku dan aku tidak mungkin meninggalkan dia sendiri di sini. Jadi, Kayra harus ikut denganku." "Apa katamu?" "Cukup!!" Kali ini Darma menghentikan perdebatan mereka. "Sebaiknya kita berangkat sekarang, Daren. Dan kalian juga. Seharusnya kalian mengerti posisi Kayra dan Daren seperti apa sekarang, terutama kamu, Elisa. Ibu macam apa sampai kamu terus menekan anakmu sendiri." "Tapi aku ..." "Sudah, aku gak mau mendengar apapun lagi. Kita berangkat sekarang, Daren," tegasnya lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD