Curiga

1017 Words
Sepeninggalan Daren, Kayra sudah kembali masuk ke dalam kamarnya sendiri. Untuk saat ini keluarganya memang sudah keterlaluan. Padahal selama ini Daren tidak pernah melakukan kesalahan. Namun, bagaimana bisa keluarganya sendiri memperlakukan Daren seperti itu? "Ibu, Kak Jia, kenapa kalian bisa sebenci ini sama suamiku, memangnya suamiku salah apa sampai kalian terus menghinanya," gumamnya. Di dalam kamar itu ia terus berpikir. Apa selama ini ia dan Daren tidak pernah memberikan apapun terhadap keluarganya? Sementara di bawah sana, nampak Jia masih kesal akan sikap Kayra tadi. Ia bahkan malas untuk berbicara dengan sang ibu. "Ji, sudahlah, biarkan saja adikmu, nanti juga dia sadar kalau dia hanya membela seorang yang payah seperti suaminya itu," kata Elisa. Namun, Jia masih cemberut. "Aku cuma gak habis pikir aja, bisa-bisanya Kayra cinta sama cowok dekil, miskin itu. Apalagi dia terus membela lelaki tak berguna itu. Sudah pengangguran, nyusahin orang aja, pake numpang segala lagi, emangnya rumah ini rumah neneknya apa!!" Elisa hanya tersenyum melihat anak pertamanya kesal. Memang, dia sendiri pun kesal akan kehadiran menantu yang selama ini tidak ia sukai. Selama ini Elisa memang tak pernah menganggap Daren sebagai menantunya. Dalam benaknya, ia hanya mengakui Hans saja sebagai menantu satu-satunya. "Hei, hei, sudahlah. Dari pada mikirin orang itu, lebih baik kita keluar jalan-jalan. Yaa ... kita cari angin sekaligus beli sesuatu atau apa, gitu!!" lanjut Hans. Mendengar suaminya berkata seperti itu, Jia pun kembali tersenyum senang. Ya, untuk apa dipikirkan, bukankah itu tidak penting? "Hmm, boleh juga tuh, apa ibu boleh minta belikan sesuatu sama kamu?" pinta Elisa. Hans pun menjawab. "Tentu saja, dan lagi, sudah lama aku tidak membelikan sesuatu untuk ibu." "Benarkah itu, menantuku?" Elisa gembira. Menantu kesayangannya memang tidak pernah perhitungan. "Ya, kalau begitu tunggu apa lagi?" Elisa pun menarik Jia. Ia sudah tidak sabar untuk membeli sesuatu yang dia inginkan. Pergi tanpa Kayra memang sudah kebiasaan mereka. Namun, dengan adanya Kayra di rumah itu, apa mereka juga melupakan Kayra begitu saja? Kayra hanya bisa diam di dalam kamarnya dan melihat mereka pergi tanpa dirinya. Apa selama ini ibunya dan sang kakak seperti itu? Sejak tadi, Kayra mendengar apa-apa saja yang mereka katakan. Bahkan, mereka tidak mempedulikannya dan malah memilih untuk pergi begitu saja. Mereka terlihat sangat senang terutama sang ibu. Haahh!! Kayra hanya bisa menghela napas panjang dan kembali duduk di sana. Ternyata keberadaannya di sini memang tidak berguna. Keadaan ekonominya memang pas-pasan. Namun, bukan berarti dia diperlakukan seperti ini oleh keluarganya sendiri, bukan? "Andai aku orang kaya, mungkin ibu bakal terima aku dan Mas Daren di rumah ini. Aku seolah tak punya siapa-siapa. Ibuku sendiri bahkan sudah tak peduli akan anaknya yang lain," gumamnya. Cklek!! Pintu kamarnya tiba-tiba saja terbuka. Kayra terkejut. Bagaimana bisa? "Loh, Mas, kenapa balik lagi?" Kayra kaget ketika suaminya kembali ke rumah. Bukankah dia sudah berangkat dengan ayahnya barusan? "Hehe, ada yang ketinggalan." Daren mengambil amplop besar dan ternyata itu cv yang belum sempat ia bawa tadi. Astaga!! Kenapa dia bisa sampai melupakannya? "Ya ampun, maafin aku Mas, tadi aku lupa kasih itu sama kamu. Terus di mana ayah? Apa ayah balik juga?" Daren menggeleng. "Enggak, ayah sudah ada di pabrik barusan. Ini sudah masuk jam kerja," jawabnya. "Loh, terus kamu gimana? Apa kamu balik lagi ke pabrik?" tanya Kayra cemas. "Bagaimana bisa? Mungkin besok mas ngelamar kerjanya. Kalo sekarang mungkin gak bakal diterima sebab ayah juga sudah masuk duluan." "Ya ampun, maafin aku ya Mas, gara-gara aku lupa siapin cv kamu, kamu jadi batal deh ngelamar kerja nya." Daren tersenyum, ia mengacak-ngacak rambut Kayra yang begitu menggemaskan baginya. "Gak papa sayang, besok juga bisa kan. Oya, apa uang buat sehari-hari masih ada?" tanya Daren. Ia cemas jika uang simpanannya tidak cukup. "Ada, kamu gak usah khawatir, aku masih simpen buat beberapa hari ke depan." Beberapa hari katanya? Daren tahu kalau uang saku Kayra telah habis. Namun, bagaimana bisa Kayra berkata masih ada untuk beberapa hari? Daren tersenyum, lantas ia mengambil sebuah dompet di belakang saku celananya. Ia memberikan semua isi yang ada di dalam dompet itu kepada Kayra. "Ini, simpan uang ini untuk beberapa hari ke depan. Mas juga bakal usahakan buat dapet lebih, jaga-jaga kalau uang itu habis." Kayra terlihat bingung di sana. "Mas, ini uang apa?" katanya. Bukankah Daren belum mendapat pekerjaan? Lantas, sebenarnya dia m3ndapat uang itu dari mana? "Kemarin, mas bantuin seseorang di jalan dan mas dikasih uang itu sama beliau. Orangnya baik, dan dia juga pengertian sama mas," jawab Daren. "Benarkah itu?" Daren mengangguk. "Syukurlah. Aku pikir mas dapet uang ini dari ..." "Mas gak nyuri kok, apalagi ngebegal," jawab Daren menyela. "Isshh ..." Kayra bahkan mencubit perut Daren hingga Daren kesakitan. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu. "Sakit, neng." Daren mengusap-ngusap perutnya itu. Istrinya ini memang jahil, tapi setidaknya ia senang melihat sang istri kembali tersenyum. "Hmm ... apa kamu mau keluar sama aku? Aku lihat ibu dan kakakmu keluar barusan," lanjut Daren lagi. Kayra membuka kedua matanya lebar. "Mas gak dengar pembicaraan mereka kan?" ia hanya takut jika Daren mendengarnya. Namun, Daren menggeleng. "Enggak tuh!! Memangnya mereka bicara apa?" "Ahh, bukan apa-apa, pembicaraan mereka juga gak penting," jawab Kayra. Daren tersenyum, dalam hatinya ia pun berkata, 'Aku bahkan sudah mendengar semuanya barusan' Daren tahu jika di belakangnya mereka selalu menjelek-jelekan dirinya dengan sang istri. Daren hanya tidak habis pikir. Bagaimana bisa keluarga sendiri bahkan menjelekkan anak kandungnya. Itu hal yang paling Daren tidak suka. "Lalu ... tunggu apa lagi, kita pergi sekarang," ajak Daren lagi. "Eh, tunggu dulu, aku mau ganti baju dulu kalo gitu." "Oke, mas tunggu di sini." Kayra dengan semangatnya langsung mengambil pakaian dan masuk ke dalam kamar kecil itu. Daren tahu, mungkin inilah keinginan sang istri. Menunggu sang istri sambil melihat kabar terbaru akan tanggung jawab yang diberikan oleh sang paman. Daren pun mengecek semuanya melalui handphone. Ia lantas mengirim pesan kepada Imron untuk informasi selanjutnya. Belum kembali menemui sang paman, Daren pun sedikit-sedikit bisa belajar melalu tangan kanan pamannya. "Ayoo!!" Kayra pun keluar dan dia sudah siap. Dengan cepat Daren menyimpan kembali ponsel itu ke dalam saku celananya. "Ah, ayoo." Daren pun langsung berdiri. "Kamu lagi ngapain, Mas? Aku liat tadi kamu senyum-senyum, memangnya tadi kamu chat siapa?" "Hmm, itu ..."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD