Tale 8

1186 Words
Rupanya jiwanya masih enggan kembali ke dalam raga aslinya. Hari ini Garlanda kembali harus merasakan perannya sebagai orang lain. Kali ini ia masuk dalam tubuh seorang kuli bangunan bernama Ren. Ren bergabung dengan beberapa temannya di ruang ganti. Ia juga sama lelahnya dengan mereka. Makanya ia meminta salah seorang dari mereka untuk pergi agar ia bisa duduk. Meskipun temannya bersikeras tak mau, Ren malah mendorongnya dengan kasar. Yang lain hanya menonton saja. Mereka memang tak pernah mau ikut campur urusan Ren. Takut kena pukul seperti beberapa korban sebelumnya. "Kau itu ... kalau mau duduk datang lah lebih awal. Kenapa malah mendorongku?" protes Nara yang sekarang duduk di lantai. "Apa? Kau mau meminta tempatmu balik?" Ren malah balik bertanya. "Hmh ... memang susah bicara dengan orang sepertimu, Ren." "Siapa suruh kau bicara denganku!" Nada bicara Ren masih sama menyebalkannya seperti tadi. Dengan masih memasang tampang sangarnya, Ren mulai menyandarkan punggung ke tembok. Nyaman sekali rasanya. Nara sedikit terkejut melihat gundukan kecil di perut Ren, yang terlihat sesaat setelah ia bersandar. Beberapa temannya yang lain juga begitu. "Ren, kau tambah gemuk, ya?" celetuk Hans. "Hm ... apa?" kaget Ren. Ia segera beranjak dari posisi bersandarnya. "Oh, ya?" "Yup ... sejak kapan ada lemak di perutmu? Hmh ... jangan bilang karena sering pulang malam, kau jadi malas ke gym," tambahnya. "Tapi ...." Ren terlihat bingung. Tangannya sudah bertengger di perut yang ia akui memang membesar. Meski tak terlalu terlihat, sih. Song tiba-tiba datang membawa beberapa makanan. Anak itu memang terlalu baik. Makanan buatan ibunya itu akhirnya dihabisnya mereka berempat bersama. Hal ini cukup membuat Ren sedikit melupakan beberapa beban pikirannya. Entah lah ... ia sendiri sering merasa aneh belakangan ini. Sekitar pukul dua dini hari, Ren pulang. Seperti biasa ia naik bus. Pekerja kasar sepertinya memang harus pasrah menjalani hidup dengan sederhana. Itu kalau mau kaya suatu saat nanti. Meskipun hal itu sepertinya tak mungkin. Dalam kesendirian begini, Ren kembali teringat tentang keanehannya belakangan ini. Ia ingin cuek, tapi ... sepertinya tak bisa. Ren langsung tidur sampai di rumah. Ia bermimpi ditemui oleh seorang anak kecil yang imut dan lucu. Lalu mereka bermain bersama. Ren terbangun, saat anak itu tiba - tiba menghilang. Napas Ren tersengal hebat. Disusul oleh rasa mual yang sangat mengganggu. Ren berlari ke toilet secepat yang ia bisa. Ya ... rutinitas barunya tiap pagi. Muntah. Salah satu dari keanehan yang membuatnya bingung dengan tubuhnya sendiri. Ia jarang bisa makan belakangan ini. Tentu saja karena rasa mual itu. Tapi bagaimana bisa ia justru bertambah gemuk? Benar - benar aneh, bukan? *** Aktivitas Ren tetap sama setiap harinya. Ia mengangkat batu - bata untuk diberikan pada Nara. Seperti itu sampai jam istirahat selesai. Belakangan ini perutnya sering sakit bila ia terlalu lelah bekerja. Rasanya seperti kram. Sakit sekali pokoknya. Hal itu memaksanya untuk istirahat sebentar. Sebenarnya tak terlalu masalah untuk Ren. Sayang, sang mandor Lion malah memotong gajinya karena itu. Padahal ia butuh uang lebih untuk bayar kontrakan. Malah gajinya dipotong. Tapi Ren bisa apa. Ini memang salahnya sendiri. "Ini ... kupotong sesuai jumlah istirahatmu. Kau itu ... mungkin karena kau tambah gemuk. Makanya jadi gampang lelah." Lion mengomelinya. Ren hanya mengangguk pasrah. Tapi perkataan Lion cukup menyinggungnya. Tambah gemuk? Bahkan mandor cuek itu pun menyadarinya? Sesaat setelah terima gaji, Ren bergegas mencari toilet. Ia segera menyibak kaos sekenanya dan memerhatikan dirinya sendiri di depan cermin. Aneh .... Pantas saja bila Lion menyadari perubahannya. Ini aneh ... ini tidak normal. Perutnya ... kenapa bisa sebesar ini? Entah lah ... Ren tak tahu. Ini benar - benar bertambah gemuk, atau ada hal lain yang aneh? Hanya perutnya saja yang bertambah gemuk. Bagian lain tidak. Apa benar isi dari perut ini adalah lemak? Ren ingat betul dengan sosok ayahnya yang gemuk. Ia ingat ada lipatan yang membelah lemak menjadi dua ketika duduk, tapi ... lipatan itu tak terlihat diperut Ren sama sekali. Perutnya padat berisi dan sedikit keras. Saat duduk pun perutnya tak terdapat lipatan. Tetap besar kencang, dan menekan organ k*********a. Bakan sekarang Ren sudah jarang mengancingkan celananya. Tentu saja karena tak cukup. *** Tiga bulan berlalu, proyek gedung itu sudah jadi dan terlihat megah dari luar. Para pekerja bangunan puas dengan hasil mereka. Tak terkecuali Ren. Kini Ren sering pakai jaket saat kerja. Tentu untuk menyamarkan ukuran perutnya. Ya ... perutnya semakin besar. Pernah sekali Ren iseng menggunakan meteran bangunan, lingkar perutnya berukuran sungguh luar biasa besar. Serta panggul dan area pinggangnya terlihat membesar pula. Bahkan kini ia terlihat lebih bulat ketimbang Song. Tak seperti dulu, ia selalu tak bisa makan. Sekarang porsi dan nafsu makannya justru bertambah. Itu lah yang membuatnya semakin gemuk. Bahkan beberapa mantan pacarnya ada yang tak mengenalinya. Sungguh ironi. Seiring waktu berjalan, kehidupan Ren berubah. Bila dulu ia sering jadi pusat perhatian karena kesempurnaan fisik, sekarang justru banyak yang memandangnya sebelah mata. Sungguh menyebalkan. Belum lagi dirinya yang cepat sekali lelah. Sering sakit pinggang dan punggung. Juga kram perut. Hal itu sangat menyiksa. Belum lagi ketika ia sedang stres, otot perutnya seperti ditarik berlawanan arah. Hal itu membuatnya tak bisa keluar untuk cari uang. Sementara belum ada projek lagi untuk dilakukannya. Sebulan setelahnya, Ren mendapat kerja part time di sebuah restoran. Meski hanya cuci piring, tapi gajinya cukup besar. Lumayan lah untuk makan sehari - hari. Juga untuk bayar kontrakan tentunya. Enaknya restoran ini bukan malam saja. Jadi di siang hari ia bisa istirahat. Ukuran perutnya yang semakin menggila, membuat Ren harus memakai baju dan jaket longgar ke mana pun ia pergi. Meski itu tak terlalu membantu karena perutnya tetap saja terlihat menonjol. Suatu siang, Ren sedang makan mie dengan lahapnya sambil mendengarkan radio. Hingga ia merasakan sesuatu yang menyakitkan. Ntah itu apa. Ia segera telonjak bangun seraya memegangi perutnya. Namun tak begitu lama, rasanya hilang. "Apa itu?" Ren memutuskan untuk tak terlalu memperhatikan. Sekitar satu jam sekali Ren merasakannya. Empat jam kemudian, rasa sakit itu semakin sering datang. Ren melupakan makanannya, bahkan obrolan seputar bola di radio tak lagi ia perhatikan. Ren menungging di atas ranjangnya. Posisi seperti ini membuat rasa sakitnya sedikit mereda. Keringatnya sudah sukses membasahi seluruh permukaan kulitnya, hingga terlihat mengkilat. Perutnya terasa kencang dan sangat mulas di waktu bersamaan. Membuatnya sesekali menahan napas juga. Hari sudah hampir malam, Ren beranjak. Ia ingin mandi dan berangkat kerja. Ia memperhatikan perutnya saat terasa sakit. Karena ia tak pakai baju sekarang, maka hal itu terlihat jelas. Perutnya bergerak kencang dan kasar. Meski samar tapi hal itu terlihat. Sebuah rasa sakit bahkan membuat Ren hampir jatuh, untung ia bisa meraih pinggiran kamar mandi sehingga ia tak benar - benar jatuh. Sekarang rasa sakitnya selalu datang setiap lima menit sekali. Benar - benar menyiksa. Ren merambat pada tembok untuk kembali ke ranjang. Ia tak peduli spreinya basah. Yang jelas ia ingin duduk. Ren meringis - ringis sakit seraya mengelus perutnya. Sakit sekali. Sesuatu merembes dari area kemaluan Ren. Cairan hangat berwarna keruh, bercampur dengan lendir darah. Ren berteriak histeris dibuatnya. Ia tak tahu itu apa. Ren membiarkan cairan yang cukup banyak itu membasahi sebagian kasurnya dan juga menggenang di lantai. Setelah memastikan cairan itu sudah habis, Ren segera naik dan berbaring di ranjang. Ia mungkin tak bisa pergi kerja malam ini. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD