8. Permintaan

2247 Words
"Hahaha.. baikalah, Helina! sayang, bukan kah kau ingin berbicara sesuatu? ayo.. cepat katakan saja." Ucap Diah cepat dan segera duduk kembali di samping pria yang benar-benar membuat perut lina ingin muntah rasanya. "Khm.. baiklah, Nak.. Helina, suami mu sudah tiada dan kedatangan kami ke sini ingin membawa mu pulang! kerumah kita! tak baik jika terus merepotkan kedua mertuamu ini!" Ucap Bagas dengan tegas dan ketus tak berperasaan! terlihat sekali di wajah nya bahwa ia benar-benar tidak mau mengatakan kalimat itu! pada Helina putri kandung nya. Bagai tersambar petir di tengah hujan badai! Helina terkejut dan panik secara bersamaan! dirinya tak mau lagi kembali ke rumah itu! sudah cukup selama ia kecil dan remaja di jadikan b***k dan pembantu disana! namun saat ini dirinya sedang mengandung! bagaimana nasib kandungan nya kelak jika harus menerima semua itu! jantung Helina kian cepat berdetak perasaan nya tak enak. "Khm.. begini Pak Bagas, kami berdua tak pernah keberatan atau pun merasa di repotkan oleh Lina, menantu kami.. dia adalah wanita yang baik dan penuh perhatian! justru kami merasa bahagia jika Helina meminta sesuatu pada kami berdua." Ucap Ayah Gio dengan tegas dan terdengar serius. "Banar! Lina tak pernah merepotkan kami.." Sambung Bu Ani cepat dan tersenyum lebar sambil mengusap-usap punggung tangan Helina dengan lembut. "Yaa, jadi Pak Bagas dan Bu Diah tak usah khwatir! Helina akan tetap tinggal disini bersama kami semua! di keluarga Anggara.. Helina sudah bagian dari kami!" Ucap Ayah Gio tegas dan manatap intens Pak Bagas. Bagas hanya bisa tersenyum kecil merasa bahagia karna dirinya tak perlu merawat anak yang tak dia inginkan itu! semenatara Diah merasa tak tenang! dirinya sangat ingin melihat Helina menderita seumur hidup nya! Helina akan tetap bahagia jika ia masih tinggal di keluarga yang penuh dengan kebahagian ini. Vian pun awal nya merasa terkejut oleh perkataan Bagas, namun ia segera bernapas lega saat mendengar ucapan Ayah Gio yang akan tetap mempertahan kan Helina tinggal di rumah nya. Nava yang sedari tadi mendengarakan percakapan meraka semua pun hanya berdiam diri, tak mau ambil pusing! toh.. dia sangat bahagia akan kedatangan kekasih nya itu, Vian adalah cinta nya! dia tak akan pernah peduli pada apa pun kecuali vian di dunia ini. Acara 7 harian kematian Aksa pun telah selesai, setalah menyantuni para Santri-santri yang datang, para Ustad dan tetanga-tetanga yang sudah pulang satu persatu, Helina dan Bu Ani segera berhadapan kembali dengan keluarga Gusdaren di depan pintu keluar rumah nya itu, mau tidak mau Helina harus tersenyum dan menyalami keluarga Gusdaren yang ada di hadapan nya kini tak lupa dengan Vian yang selalu menempel pada Nava! entah Vian yang menempel pada Nava atau pun Nava yang menempel pada Vian? entahlah yang pasti mereka berdua sama-sama sudah membuat Helina terluka. Sementara dilain tempat, terdengar suara dua orang yang sedang saling berbicara. "Apa kau lupa? kau yang sudah menyerahkan putri mu kepada keluarga ku, Bagas! ingat putri kandung mu yang selalu kau sia-sia kan! Sungguh diriku ingin tertawa saat mendengar ucapan mu yang akan mengajak nya kembali 'kerumah kita'? haha.. maksud mu gubuk derita untuk Helina? menantu ku yang berharga itu." Ucap Gio ketus dan menatap tajam ke arah Bagas. Bagas menghela napas nya berat lalu berucap "Aku juga tak mau membawa nya pulang kembali! aku bahkan tak sudi melihat wajah nya yang begitu mirip dengan pembantu rendahan itu! hanya saja Diah terus memaksa ku untuk berucap dan membawa pulang Helina kembali." Ucap Bagas ketus terlihat wajah nya tersenyum lega karna Helina tak jadi kembali ke rumah nya! ia tak akan sudi tinggal serumah kembali dengan anak pembantu itu. Gio tertawa kecil "Kau memang tak akan bisa membedakan mana permata dengan batu! kedua mata mu sudah buta! terbutakan karna karma mu! ingat ucapan ku ini.. kau akan menyesalinya semua perbuatan mu! kau akan terus menanggung dosa dan karma mu ini! dan aku tidak akan membiarkan Helina, menantuku! terluka kembali! camkan itu!" Ucap Gio tegas dan terdengar serius dengan nada mengancam di akhir kalimat nya, Gio pun segera pergih meninggalkan Bagas di tempat pakiran mobil yang ada di dekat gerbang utama kediaman Anggara itu. "Huuff.. ambil saja anak pembantu itu! Nava anak ku jauh lebih baik dari nya! dan kalau pun aku akan menyesalinya! maka aku akan bersujud di kaki mu, wahai Gio Anggara!" Ucap Bagas ketus dan terlihat sekali kemarahan di wajah nya itu. Sinar mentari menampakan kemilau cahaya nya, Helina kini sedang menyirami tanaman kebun bunga yang ada di halaman belakang rumah nya itu, dengan bersenandung merdu lirik-lirik kopi dangdut yang sering ia dengar beberapa hari ini, entahlah mungkin sang bayi mempunyai cita-cita menjadi seorang penyanyi dangdut saat ia sudah besar nanti. Dengan teliti dan telaten Helina menyirami satu persatu pot-pot bunga yang ada di kebun itu, tak lama kemudian Helina melihat sesuatu! seperti ada seseorang yang sedang mengumpat di antara tanaman bunga-bungan di sudut sana, dengan langkah yang hati-hati Helina mendekat ke arah itu. Tap.. tap.. tap.. dan semburat senyuman kini bermekaran di wajah Helina ketika melihat si kecil Riano yang sedang mengumpat disana, dengan jahil nya Helina mengagetkan Riano yang sedang mengumpat itu. "Dor.. ketemu, ketemu.." Ucap Helina girang dan tersenyum lebar memeluk tubuh kecil Riano yang menggemaskan itu. "Hwaah.. Bibi.." Ucap Riano yang langsung nangis di pelukan Helina yang mana membuat Helina melongo seketika. "Kamu kenapa Ano? tak suka jika bibi menemukan mu disini? hm." Ucap Helina pelan dan ikut merasa sedih akan tangis Riano yang membuat hati nya sedikit sakit itu. Riano menggangguk setuju lalu ia berucap "Ano.. ngga mau pulang ke Jerman, Bibi.. Ano mau disini saja! bersama Bibi, Mama, dan Ayah." Ucap Riano sesegukan sambil menangis lalu memeluk kembali Helina dengan erat. Helina terteguh dengan perkataan Riano, ia juga sedih dan tak rela jika Riano harus kembali ke negri orang itu! namun Riano sudah terdaftar menjadi penduduk disana, akan sangat ribet dan sulit mengubah itu semua! Helina juga tak mungkin memisahkan Riano dengan Gita.. ibu kandung nya! namun di hati Helina yang terdalam sangat ingin jika Riano tinggal bersama dengan nya! sungguh, Helina akan menjadi wanita teregois jika ia meminta dan memohon permintaan itu pada Bibi Gita. Helina tersenyum dan berucap pada si kecil yang penuh dengan rasa penasaran itu "Ano, bukan kah Ano sering berkunjung ke sini jika ada hari libur? mengapa Ano sedih, Ano dapat bertemu dengan Bibi, Mama, dan juga Ayah, tapi nanti setelah Ano mendapat liburan sekolah kembali, oke.." Ucap Helina pelan dan tersenyum kepada sosok pria kecil yang sedang berdiri di hadapan nya itu, kedua mata yang berwarna hijau sehijau warna danau, hidung yang mancung, kulit putih bersih, rambut yang agak ikal dan berwarna pirang, khas sekali dengan orang-orang Jerman! sungguh, ciptaan Allah yang satu ini sangatlah sempurna. "Liburan akan lama Bibi, Ano.. sangat malas dan lelah untuk menunggu hari libur nanti!" Ucap Riano si kecil dengan wajah memelas nya dan bibir kecil cemberut nya itu. Sontak saja Helina terkekeh kecil melihat tingkah Riano yang sangat menguji kegemasan nya itu, lalu ia berucap "Tak apa, bukan kah jika kita ingin menjadi seseorang yang sukses! harus mau menunggu giliran nya dan memenuhi semua tata tertib yang ada? Ano, pun harus seperti itu.. Ano, kan kuat! cerdas! dan pemberani! jadi.. memang harus semangat dan tak boleh malas atau pun mengeluh! mengerti?" Ucap Helina pelan dan tersenyum kerarah Riano sambil mengelus puncuk kepala Riano dengan lembut. Riano sontak menggelengkan kepala nya lalu ia kembali berucap dengan mulut kecil nya yang menggemaskan itu "Apa Bibi, tidak mau Ano tinggal? apa Bibi tak suka Ano disini? apa Ano meropotkan Bibi?" Tanya Riano dengan bertubi-tubi yang mana membuat Helina terdiam seketika dan merasa sedih akan semua pertanyaan dari si kecil Riano yang tertuju kepada nya itu. "Mengapa Ano berfikir seperti itu? Ano adalah bagian dari Bibi.. Dan Bibi, selalu senang jika Ano berada disini! tapi jika Ano memutus kan untuk tinggal disini bersama Bibi Lina, Mama Ani, dan Ayah Gio, bagaimana dengan Ibu Gita? apakah Ano tak sedih jika harus meninggalkan Ibu Riano sendirian di Jerman nanti? apakah Ano mau seperti itu?hm." Ucap Helina pelan masih berusaha membujuk si kecil Riano yang sedang sedih akan keberangkatan nya ke Jerman nanti sore. Riano dengan cepat menggeleng lalu ia berucap "Apakah Ibu tidak bisa tinggal disini saja, Bibi? Ano tak mau meninggalkan Ibu sendirian di Jerman." Ucap Riano dengan wajah sedih nya menatap Helina dalam. Helina menggeleng dengan pelan ia kembali berucap "Tidak bisa Ano, Ibu Gita mempunyai tanggung jawab dan tugas disana.. Ibu Gita, tidak boleh mengabaikan semua itu, benar bukan?" Tanya Helina pelan dan tersenyum menatap pria kecil yang masih berumur 7 tahun itu dengan pandangan yang sulit untuk di artikan. "Baiklah, Ano akan kembali lagi kesini ketika liburan.. Ano, tidak mau Ibu sendirian disana." Ucap Riano pelan setelah ia berpikir-pikir cukup lama. Riano memang masih seorang anak kecil namun ia memiliki pemikiran yang bijak dan cepat tanggap, Riano adalah anak yang pintar dari segi pikiran dan juga emosi, tak heran jika rasa keingintahuan Riano sangat lah besar di setiap hal apa pun yang terjadi di sekitar nya itu. Helina tersenyum dan mengagguk setuju ia lalu segera memeluk Riano dengan sangat hangat, sesekali mengelus kepala Riano dengan penuh perhatian dan juga kasih sayang, Riano sudah ia anggap sebagai putra nya sendiri, karna itu lah ia juga ikut bersedih setiap kali harus berpisah dengan si kecil Riano yang menggemaskan itu. ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Nava sedang berdandan di depan cermin besar yang ada di kamar nya itu, ia tersenyum lebar ketika permintaan nya di kabulkan oleh Vian! mereka berdua akan berjalan-jalan ke taman dan pergih ke festival yang ada di kota tua nanti malam! berduan saja. "Wah, Putri Ayah sedang sibuk yaa?" Ucap Bagas terkekeh kecil setelah memasuki kamar Nava setelah mengetuk beberapa kali itu. Nava tersenyum lebar dan berucap "Iya Ayah! Nava akan berjalan-jalan dengan Vian!" Ucap Nava girang dan tersenyum malu-malu. "Banarkah? bagus kalo begitu.. cepatlah turun, sepertinya Vian sudah memakirkan mobil nya di halaman sana, kau sudah cantik seperti ratu-ratu di kerajaan besar, putri ku." Ucap Bagas terkekeh kecil dan memuji Nava anak kandung nya yang sangat ia manja itu. Nava tersenyum lebar lalu berucap "Baik Ayah, aku pergih dulu.. Bye." Ucap Nava girang dan segera melangkah pergih ke luar kamar nya dangan sebuah tas kecil yang sudah ia bawa di tangan nya itu. Bagas tersenyum bahagia, lalu ia kembali teringat akan ucapan Gio semalam yang mana membuat Bagas tersenyum meremehkan lalu ia kembali bergumam kecil "Menyesal? hah! aku tak akan pernah menyesal Gio Anggara! aku bangga memiliki putri seperti Nava anak ku yang sempurna itu!" Gumam Bagas terkekeh kecil lalu keluar dari kamar dengan menutup pintu kamar Nava dengan penuh hati-hati. Bagas adalah seorang ayah yang penuh perhatian dan kasih sayang kepada putri tercinta nya itu! Nava.. sungguh beruntung mendapatkan seorang ayah yang sebaik dan sesabar Bagas! namun apakah sebalik nya, Bagas sungguh beruntung mempunyai anak seperti Nava? entahlan hanya waktu yang bisa menjawab itu semua. Keesokan harinya, Vian baru saja sampai di kediaman Gusdaren ia memakirkan mobil nya dengan hati-hati di halaman depan rumah besar yang kokoh itu. Tak begitu lama Vian keluar dari mobil, Nava sudah berdiri di hadapan nya dengan tampilan yang sempurna, cantik! Nava berdandan dengan begitu pas akan umur dan gaya yang sekarang lagi jaman, memakai gaun selutut yang berwana putih, riasan yang natural, rambut hitam panjang yang terurai sempurna, sangat membuat Nava terlihat bersinar saat di pandang dari sudut mana pun juga. Vian tersenyum kecil begitu pun juga dengan Nava yang tersipu malu-malu menatap Vian yang gagah di hadapan nya saat ini. "Kau sudah keluar? apakah Ayah dan Bunda sedang tak ada dirumah saat ini?" Tanya Vian cepat menatap wajah Nava dengan intens. "Ada, tapi mereka sudah mengizinkan kita untuk pergih.. jadi tak perlu izin lagi." Jawab Nava cepat dan tersenyum lebar sambil menggandeng lengan Vian dengan mersa. "Apa? mengapa begitu? ini tidak baik Nava.. nanti aku akan di kira menculik putri besar keluarga Gusdaren!" Ucap Vian tersenyum kecil dengan nada bercanda yang mana membuat Nava tertawa dibuat nya. "Tidak akan ada yang berani menuduh seorang Mayor Jendral, lagi pula Ayah tadi sudah mengizinkan kita pergih jalan-jalan.. ayo, ayo cepat! nanti akan terlambat." Ucap Nava cepat dengan senyuman lebar nya merengek-rengek kepada Vian dengan wajah memelasnya itu. "Benar? kau tidak berbohong?" Tanya Vian cepat menatap intens Nava ke sekian kali nya lagi. Nava pun mengagguk mengiyakan dan tersenyum lebar lalu ia berucap "Benar, ayo.. kita segera pergih." Ucap Nava cepat merengek kembali menatap Vian dengan pandangan memelasnya. "Ahh, baiklah-baiklah.. ayo, naiklah." Ucap Vian cepat dan segera menyuruh nava untuk segera masuk ke dalam mobil dan tampa membukakan pintu mobil untuk Nava yang mana membuat Nava cemberut dan tak mau melangkah sesenti pun dibuat nya. "Kanapa? bukan kah kau mau cepat-cepat pergih?" Tanya Vian cepat menatap Nava yang aneh, Nava sedari tadi merengek untuk cepat-cepat pergih, tapi mengapa ia malah berdiam diri disana dengan wajah yang cemberut? yang mana membuat Vian menghela napas dan menutup kembali pintu mobil depan mengemudi yang sudah ia buka untuk dirinya sendiri dan menatap Nava kembali dengan intens. "Ada apa lagi sekarang, Nava? ayo.. matahari semakin turun kau tau." Ucap Vian cepat dan tegas tak merasa bahwa dirinya sedang melakukan kesalahan yang mana membuat Nava mendengus kesal dan menghentak-hentakan kaki nya sebelum pergih ke sisi mobil lainya dan masuk ke dalam mobil dengan perasaan sebal. Vian hanya bisa terbengong dan menggeleng mengapa wanita sangat sulit di mengerti atau pun di tebak? Vian hanya bisa membuang napas nya berat dan berlalu masuk ke dalam mobil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD