3. KeTidak Adilan

2212 Words
Sebagai seorang ayah ia merasakan kehilangan yang teramat besar dalam dirinya, memang sedari dahulu ia selalu mendidik Aksa untuk selalu kuat dan bertanggung jawab atas hal apa pun dan menyuruh Aksa untuk mengikuti jejak nya dahulu menjadi seorang perajurit negara, Aksa adalah seorang putra yang baik dan patuh terhadap setiap ucapan Ayah nya, Aksa juga sangat pintar dan baik terhadap semua orang, Aksa adalah putra tunggal keluarga Anggara yang sangat ia banggakan sepanjang hidup nya nanti, kematian Aksa sangat membuat hati Gio hancur namun kehendak yang diatas tak akan bisa berubah ia hanya bisa menerima dan menjaga peninggalan Aksa yang ia sayangi itu, cucu Anggara yang ada di kandunagan Helina dan Lina menantu yang selalu mencintai putra tunggal nya itu walau terkadang emosi Helina sering membuat nya ikut naik darah! namun tak bisa di pungkiri Helina adalah istri yg baik untuk anak tunggal nya yang sudah tiada itu. Helina pergih berlari menjauh dari ruangan itu menuju ke dalam kamar nya ia segera mengunci pintu kamar dan menangis di dalam kamar sendirian meratapi nasib nya yang begitu buruk. Sedari kecil ia bahkan tak diaggap anak oleh orang tuan nya, di jadikan pembantu selama ia remaja di keluarga, dan tak di anggap ada oleh saudari nya itu. Helina adalah anak pertama dari keluarga Gusdaren, ia adalah cucu pertama di keluarga terpandang itu namun takdir berkendak lain, Helina lahir oleh rahim pembantu karna ada kesalahan yang di buat oleh ayah nya dulu, Helina selalu di jadikan yang kedua dari Adik tiri nya, Lina tak pernah mendapatkan kebahagiaan dan kesenangan selama tinggal di sana. Helina baru mendapatkan kebahagian saat ia menikah dengan Aksa Anggara, pujaan hati nya dan juga cinta nya! saat menjadi menantu di keluarga Anggara Helina sama sekali tak pernah tidak mendapatkan perhatian dan kebahagian! Lina selalu di jadikan permata yang sangat di jaga dan di sayang selama tiga tahun pernikahan nya dengan Aksa. Namun hari ini ia kembali di berikan cobaan yang besar dan kuat menghantam dirinya, Lina bagaikan luka terbuka yang di siram kembali oleh air garam, kali ini kembali orang-orang di masa lalu nya menyakiti dirinya kembali. Vian Hamaran Juan adalah pria yang selama ini di cintai sodari angkat nya sejak dulu, sejak Lina di jadikan pembantu di keluraga Gusdaren Lina sering bertemu dengan Vian yang selalu bersama dengan Nava sodari angkat Helina yang selalu di puja-puja di keluarga Gusdaren itu. Saat ini hati Helina bagaikan teriris-iris pisau belati tajam! kini bukan lagi keluarga Gusdaren yang menyakiti hati dan fisik nya melaikan sang calon menantu keluarga Gusdaren lah yang menyakiti Lina saat ini. Lina menangis meraung-raung di dalam kamar nya sakit? sakit sekali! hati nya kini semakin membenci keluarga nya dan sekarang bertambah membenci Vian yang selama ini selalu menutup kedua matanya membiarkan Lina mendapatkan ketidak adilan dalam keluarga nya walau ia melihat dengan mata kepala nya sendiri bagaimana Lina di perlakukan tidak layak oleh keluarga kandung nya sendiri selama ini, namun ia tetap bungkam begitu saja. Sementara di luar kamar Bu Ani sudah menangis dan berteriak histeris ingin membuka pintu kamar Lina yang terkunci dari dalam itu, Ani bahkan tak bisa berfikir jernih dan terus saja mengis memukul-mukul pintu kamar yang berukuran besar itu dengan kedua tangan nya, cemas akan ke adaan menantu nya yang sedang mengandung di dalam kamar sendirian dengan suasana hati yang sedang kacau itu. Gio yang melihat istri nya begitu panik pun segera menyuruh penjaga agar mendobrak pintu kamar Lina dengan sangat kencang dan keras nya akhir nya berhasil terbuka dan menampilkan Lina yang sedang menangis di lantai yang dingin sendirian di kamar nya itu. Ani pun segera menghampiri Lina dan memberikan pelukan hangat juga usapan lembut agar membuat Lina tenang dan tak kehilangan arah, Ani tau betul saat ini bukan hanya Lina yang terluka namun Bayi yang di dalam perut Lina pun ikut merasakan pilu dan sedih nya hati Lina saat ini. Gio yang melihat adegan itu pun tak kuasa menahan tangis nya, kini ia meneteskan air mata sendu di kedua bola mata nya yang tajam itu, Gio merasa gagal dan bodoh tak bisa mengontrol emosi, juga ucapan nya pada wanita yang kini sedang mengandung cucu pertama nya itu, Gio menyesali semua tindakan yang telah ia lakukan nya tadi. Ani dan Gio mulai panik dan histeris kembali tak kala Lina pingsan tak sadarkan diri di pelukan Ani, Lina segera di gendong dan di tidurkan di atas kasur oleh Gio sementara Ani dengan tangan yang bergemetaran segera memencet nomor dan memanggil dokter pribadi milik keluarga anggara dengan ponsel nya itu. 3 jam berlalu.. Lina sudah sadarkan diri, ia mulai membuka kedua mata nya yang bengkak sehabis menangis lama dan melihat ke arah Ani yang ketiduran menemani Lina selama Lina pingsan sedari tadi. Lina pun menatap ke atas langit-langit kamar nya, di usia kandungan bayi yang masuk ke bulan delapan ini ia sudah begitu banyak menangis dan pinsan, kini Lina meraba perut buncit nya dan meneteskan air mata nya kembali, Lina tak kuasa dan begitu bodoh membiarkan anak di dalam kandungan nya menderita atas kelakuan orang lain! Lina dengan segera mengepalkan kedua tangan nya ia bertekat tidak akan pernah mengangis kembali! ia akan menuntut balas semua ketidak adilan yang telah ia terima selama ini! Lina menatap wajah lelah ani yang tidur di samping nya itu. Sungguh beruntung dirinya bisa memiliki ibu mertua yang begitu baik dan sayang pada nya melebihi ibu kandung nya sendiri! Lina pun mulai mengelus rambut Ani dan membuat si punya rambut itu sontak membuka mata nya dan tersenyum tak kala melihat menantu nya telah sadar kembali. "Lina, kau sudah siuman Nak? jangan seperti itu lagi! Ibu khwatir pada mu.." Ucap Ani terisak tangis memeluk tubuh menantu nya itu merasa cemas akan Lina yang sedang hilang kendali itu. "Tidak akan Buu, Lina janji.." Ucap Lina terisak tangis terharu walau ia sudah menikah dengan aksa selama tiga tahun namun ia tetap saja terharu atas perlakuan Ibu mertua nya yang begitu hangat dan perhatian pada dirinya melebihi bahkan jauh dari ibu kandung helina yang sedari kecil selalu saja menyiksa nya itu. "Baiklah Nak, ayo minum dulu.. tenggorokan mu pasti sakit menangis sedari tadi." Ucap Ani segera melerai pelukan nya dan memberikan Lina segelas air putih ia pun dengan sabar membantu meminumkan air putih kedalam mulut Lina. "Terimakasih, Ibu.." Ucap Lina pelan tersenyum tulus memandang wajah Ani yang kini masih terlihat lelah itu. "Ibu, yang seharus nya berterimakasih pada mu Lina.. kau adalah menantu terbaik yang pernah ada di dunia ini! Ibu bisa memaklumi mu, menjadi istri dari seorang suami pengabdi negara itu sungguh sangat berat, tapi kau mampu menghadapi semua itu.. kau adalah wanita yang kuat Lina, jangan pernah menyerah.. Ibu tidak akan bisa hidup jika kau menyerah seperti tadi." Ucap Ani menagis dan menggenggam kedua tangan Lina erat berusaha mencari kedamaian dan kekuatan disana. "Maafkan Lina Ibu.. Lina sempat kehilangan kendali dan begitu bodoh! merasa Lina hanya sendirian! merasa Lina yang paling tersakiti! Lina egois! Lina seharus nya tak seperti tadi buu.. lina seharus nya memikirkan perasan Ibu dan Ayah, maafkan Lina.." Ucap Lina sendu menitihkan air mata nya merasa bersalah dan menyesal telah memikirkan diriya sendiri tampa melihat orang-orang di sekitar nya yang sama juga ikut terpukul atas kematian Aksa Anggara. "Lina.. sudah nak, jangan pikirkan hal itu kembali.. saat ini yang harus kau pikirkan adalah kita akan selalu ada untuk mu! maafkan Ucapan dan tindakan Ayah tadi yaa." Ucap Gio cepat dan berdiri di ambang pintu kamar Lina menatap nya Lina dengan pandangan sendu. Helina pun menghela napas berat nya, ia memaklumi mengapa mertua nya itu sangat membela Vian, karna seingat dirinya saat Aksa bercerita tentang Vian padanya nya, Vian bisa di sebut sebagai putra kedua di keluarga Anggara! Vian sedari kecil tumbuh dan besar bersama Aksa, bahkan Vian lebih di perhatikan dan di sayangi melebihi Aksa sendiri! maka dari itu Ayah mertua sangat menyayangi Vian dan akan marah ketika Vian di rendahkan atau pun di caci maki oleh siapa pun itu. Helina pun tersenyum kecil dan menggaguk lalu berkata "Iya, ayah.. Lina maafkan." Ucap Lina cepat dan tersenyum kecil. "Maafkan, Lina juga ya.. Ayah." Ucap Lina kembali dengan pelan lalu mendapatkan elusan dari tangan kekar Gio di puncuk kepala nya itu. "Ayah yang salah Nak, bagaimana kabar cucu ku?" Ucap Gio cepat dan menyunggingkan senyuman nya walau masih terkesan kaku itu di hadapan Lina. "Lumayan lapar Ayah, tapi Lina akan segera kasih dia makan." Ucap Lina cepat dan berusaha untuk bercanda tawa kembali melupakan semua yang telah terjadi itu. "Hahaha.. baiklah Nak, berikan menantu kita dan calon cucu kita makanan yang sehat, lezat, dan bergizi, sayang.. aku ingin calon cucu kita akan menjadi penerus Keluarga Anggara yang gagah dan perkasa!" Ucap Ayah Gio tersenyum dan terkekeh bahagia. Sementara itu Lina memegang perut buncit nya pelan, ia merasa terkejut atas perkataan ayah mertuanya itu! Lina sendiri tak ingin jika anak nya kelak akan meneruskan sisilah keluarga anggara yaitu menjadi pengabdi negara! ia tak ingin jika ia harus kehilangan anak nya kembali setelah kehilangan Aksa suami nya yang mati sahid di medan tempur itu. Bu Ani hanya bisa ikut tersenyum senang mendengar candaan Gio dan menggenggam tangan Lina yang satu nya lagi, ia berusaha membuat Lina tak terlalu kepikiran kembali atas kematian Aksa, yaitu suami nya sekaligus anak tunggal dari keluarga besar Anggara. Lina menyuapi dirinya secara pelan dengan sesuap-sesuap memasukan nasi dan lauk ke dalam mulut nya, ia menghela napas panjang tak kala baru saja 5 kali suapan perut Lina sudah menolak untuk makan kembali, rasanya bayi yang sedang ia kandung ingin diet atau puasa sebelum lahir ke dunia yang keras ini. "Dede, Mama makan lagi ya.. dari kemarin dede belum makan." Ucap Lina pelan mengusap-usap perut buncit nya lembut dan memasakan makan ke dalam mulut nya walau ia tau ia sudah sangat mual saat ini. Huek.. Lina dengan segera berlarian ke kamar mandi yang ada dekat dengan ruang makan dan segera menyalakan keran agar muntahan makanan itu masuk ke lubang pembuangan air yang ada disana. Setelah selesai ia memuntahkan semua isi makanan di dalam perut nya, Lina memandang pantulan cermin yang ada di kamar mandi dan menujukan tampilan dirinya itu. Lingkaran hitam seperti mata panda terlihat jelas di wajah Lina, hidung yang masih merah sehabis menangis masih terlihat walau samar-samar, rambut nya yang acak-acakan, sungguh sangat kacau dirinya saat ini! Lina pun segera mebasuh muka nya dengan air keran yang mengalir deras lalu ia mengelap wajah nya dengan handuk kecil yang sudah tersedia disana. Perutnya kini sangat susah untuk di ajak berkompromi! padahal dari kemarin Lina tak makan apa pun, namun baru saja ia makan sesuap demi sesuap nasi ia sudah kembali memuntahkan makanan nya yang telah ia telan itu. Lina keluar dari kamar mandi, lalu ia menatap para pelayan yang sedang memasang hordeng berat dan berwarna cantik itu di sudut jendela ruangan sana yang bersebrangan dengan dirinya saat ini, ingin rasanya Lina membantu mereka semua tapi apalah daya? dirinya saat ini sangat lemas dan tak berselera untuk makan kembali, alhasil Lina hanya duduk kembali di kursi meja makan karna dirinya tak kuat berjalan menaiki tangga untuk menuju ke kamar nya. Bu Ani dan Ayah Gio saat ini sedang pergih keluar karna mendapatkan undangan dadakan untuk acara amal bakti sosial yang akan di adakan di kampung ini minggu depan, Lina saat ini hanya bisa pasrah dan berdoa meminta pengampunan dan kesehatan untuk dirinya juga anak yang sedang ia kandung dan keluarga nya kepada N'ya yang maha Esa. Tab.. tab.. tab.. suara langkah kaki kian mendekat ke arah Lina, Lina pun sontak segera menoleh ke belakang dan ia terpaku menatap sosok yang sedang berdiri di hadapan nya itu. Dengan suara berat nya sosok itu berucap kepada lina "Maafkan diriku Lina, aku tau kalo aku sudah tak pantas lagi meminta permintaan maaf darimu! tapi aku sangat memohon kepadamu, tolong maafkan diriku yang bodoh ini." Ucap sosok itu memohon kepada Lina dengan suara berat dan serak nya. "Untuk apa kau kembali lagi, kesini!" Ucap Lina ketus tak ingin menjawab permohonan maaf dari sosok yang sedang memohon kepada dirinya itu. "Ini, kalung yang ingin Aksa berikan untuk anak nya kelak.. aku lupa memberikan nya padamu tadi." Ucap Vian cepat dan dengan perlahan menyerahkan sebuah kota yang berisi kalung cantik kepada Lina. "Aksa, menyiapkan ini untuk anaknya." Ucap Lina sendu mengambil sebuah kotak itu dari tangan Vian dan mendekatkan kotak itu ke perut buncit nya seperti ia ingin memperlihatkan hadiah dari Aksa untuk bayi yang ada di kandungan nya itu. "Sekali lagi maafkan aku, Nana." Ucap Vian cepat dan terdengar pias karna belum kunjung-kunjung ia mendapatkan jawaban dari Lina. "Apa kau sangat ingin aku maafkan?" Akhirnya Lina membalas ucapan Vian, Lina pun segera menatap Vian lekat dengan sedikit mendangakan kepala nya menatap wajah Vian. "Tentu saja.." Ucap Vian cepat dan menatap balik wajah Lina yang pucat dan tak terlihat bernyawa itu. "Aku akan memaafkan mu, Vian.. asalkan! kau menikahi janda tiga hari ini yang sedang mengandung anak dari suami nya yang telah tiada!" Ucap Lina tegas pada Vian dan menatap Vian intens. Vian terkejut bukan main! perkataan Lina sangat membuat nya terkejut, bagaimana bisa ia menikahi Lina? mendiang istri dari teman akrab nya yang baru saja tiada! dan yang menjadi alasan yang paling kuat adalah ia telah mencintai wanita lain! bagaimana bisa ia menikah dengan Lina? ia bahkan tak mempunyai rasa apa pun kepada Lina.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD